Uppsss, disensor😁 Maaf ya baru bisa update lagi. Insya Allah, dirutinkan lagi y. Tinggalkan komentar dong, biar semangat up part baru.
Part 39"Ih, apaan, sih, Mas?" Kania mendorong pelan dada Abimanyu yang hendak mengecup bibirnya. Wajahnya tersipu malu-malu, tatkala lelaki bercambang tipis itu menatapnya lekat. "Kenapa memangnya? Kamu itu istriku, lho. Bahkan di sini ...." Abimanyu meraba lembut permukaan perut istrinya. "Ada janinku bersemayam. Jadi, kenapa harus malu?""Sudahlah, Mas. Cukup ganjennya. Sudah jam lima, nih. Keburu waktu subuhnya habis. Mana mulutnya bau jigong." Kania menjepit hidung dengan ibu jari dan telunjuknya sambil mengerucutkan bibir."Iya, deh. Aku mandi dulu, ya, Sayang. Ambilin handuk mas, dong."Kania mengangsurkan selembar handuk berwarna biru dongker ke arah Abimanyu. "Sekalian dicukur cambangnya, biar rapi. Aku mau lihat keadaan Eca dulu, ya."Sebuah kecupan hangat, mendarat di kening Kania, sebelum ia beranjak ke luar. Abimanyu memang selalu memberikan perlakuan manis kepada Kania. Lelaki itu sudah bersumpah, akan menjaga wanitanya sampai nanti ajal yang memisahkan. Abimanyu sadar
Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!"Astaghfirullah." Kania dan Abimanyu mengucap istighfar serentak."Terus, waktu Om Indra buka celana dalam Echa, Echa diapain lagi sama Om Indra." Abimanyu bertanya lagi penuh selidik. Hatinya diliputi rasa takut, mendengar aduan putri semata wayangnya.Echa tak menjawab. Ia menatap lurus ke langit-langit kamar. Lantas menggelengkan keras kepalanya. Gadis kecil itu kembali berteriak histeris."Nggak ... Nggak, Papa. Echa benci Om Indra. Om Indra jahat."Abimanyu panik melihat putri semata wayangnya yang mendadak kejang-kejang. Matanya membulat, menatap plafon kamar inapnya."Ya, Allah, Echa, Echa, kamu kenapa, sih, Nak? Jangan buat papa takut, Nak." Wajah Abimanyu terlihat sangat pucat dan panik. Tak sadar, Abimanyu sampai menggoyang-goyangkan tubuh putrinya sangking paniknya. Terang saja, sang putri semakin berteriak karena rasa sakit di tangannya yang patah."Mas, kamu apa-apaan." Refleks Kania menarik tangan Abimanyu, lantas mendorongnya hingga
Part 41Abimanyu kembali panik, melihat Kania menenteng tote bag-nya, berjalan ke luar. "Kania, Kania, jangan pergi. Aku mohon ...." Abimanyu menghalangi langkah Kania dengan berlutut di tengah pintu."Sudahlah, Mas. Aku benar-benar ingin sendiri. Aku capek." Suara Kania terdengar parau. Pundaknya terjatuh lemas. Perasaannya benar-benar kacau saat ini. "Ingin sendiri, tapi, gak harus pergi, 'kan, Sayang? Bagaimana dengan aku? Aku ... Aku gak bisa menghadapi semua ini sendiri." Tangan Abimanyu bertangkup di depan dadanya. Kania menatap langit-langit kamar seraya mendesah. Memutuskan sesuatu dalam keadaan marah, memang bukan keputusan yang tepat. Namun, Kania bukan serta merta ingin pergi. Ia hanya ingin sementara menenangkan diri. Ke mana? Entahlah, dia sendiri pun belum memiliki jawaban untuk itu. "Sayang ...." Abimanyu memegang ujung jari Kania. Namun, ditepis wanita berkulit coklat itu. "Maafkan aku. Tolong, jangan pergi. Silakan, kamu marah. Karena memang sudah merupakan kesal
Echa masih tidur. Mungkin pengaruh suntikan penenang yang diberikan perawat tadi, membuat Echa masih terlelap. Setidaknya, bocah perempuan itu tidak lagi berteriak histeris seperti tadi.Mata Abimanyu membelakak tertuju pada wanita yang duduk di samping brankar Echa. Dia, 'kan ...."Kania ...," pekik Abimanyu pelan. Matanya berbinar bahagia, melihat sang pujaan hati ternyata berada di samping putrinya yang terlelap. Ia mempercepat langkahnya, mendekati Kania yang duduk sambil mengusap-usap pelan tangan Echa yang diinfus. "Sayang ... Kamu di sini." Abimanyu memeluk Kania dari belakang. Diciuminya pipi, tengkuk dan kepalanya istrinya yang dibalut hijab. Aroma harum parfum lembut, menguar dari sana. Sepertinya Kania baru selesai melaksanakan salat. Sebab, parfum ini biasa dipakainya jika sedang salat saja. "Lepasin, Mas. Jangan begitu. Malu kalau dilihat orang." Kania berusaha melepaskan diri. "Gak, mas gak akan lepasin. Mas kangen. Mas hampir gila tadi, begitu melihat kamar kosong. M
Part 43"Tolong segera ke sini, Pak. Tadi ada kerusuhan antara istri anda dan seorang laki-laki yang katanya memaksa masuk ke ICU. Tapi, dilarang oleh istri anda. Akhirnya, berujung keributan. Istri anda pingsan. Dibawa ke UGD sekarang."Abimanyu semakin panik. "Oke, oke, saya segera ke sana.""Ada apa, Pak?" tanya Pak Suroto."Ada seorang laki-laki yang berbuat rusuh memaksa masuk ke ruangan ICU, tapi dilarang istri saya. Dan menurut pihak rumah sakit, istri saya dibawa ke UGD karena pingsan." Suara Abimanyu bergetar ketika menjelaskan. Lelaki itu mengkhawatirkan Eca--putrinya, tapi kekhawatirannya juga tak luput dari Kania yang saat ini tengah mengandung buah hatinya juga."Astaghfirullahaladzim, kalau begitu kita segera kembali ke atas saja," ujar Pak Suroto. "Bapak duluan ke atas saja. Masalah pembayaran, biar saya saja.""Tapi, Pak--""Tidak apa-apa, Pak. Istri anda lebih penting. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."Abimanyu terlihat sejenak ragu. Sebab, ia sudah berniat
Season 2 "Selamat pagi, Suster," sapa lelaki berkaus biru dongker itu. Kedua perawat itu menoleh. "Selamat pagi, Pak.""Kenapa istri saya diinfus? Katanya istri saya baik-baik saja." Dahi Abimanyu berkerut cemas.Perawat wanita itu menoleh seraya tersenyum ke arahku. "Tidak ada apa-apa, Pak. Istri Bapak ini hanya kelelahan dan sedikit stress sepertinya." Perawat beralis tebal itu kembali memeriksa selang infus Kania. Abimanyu menghela napas lega, mendengar pernyataan perawat itu bahwa istrinya baik-baik saja. "Lalu bagaimana dengan kandungannya, Sus? Apakah kandungannya juga baik-baik saja?""Alhamdulillah janin di kandungan istri anda baik-baik saja. Calon anak yang kuat."Abimanyu semakin merasa lega. Ia memilih untuk berbalik dan duduk di sofa, membiarkan perawat itu menyelesaikan tugasnya. Tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan, jika perawat saja sudah berkata demikian. "Baiklah, pekerjaan saya sudah selesai. Saya permisi dulu. Kalau ada perlu sesuatu jangan sungkan-sungkan
Season 2 Part 45"Gak, Bang. Jangan tinggalkan aku. Aku sudah gak punya siapa-siapa. Arman di penjara. Ima dan Ella juga aku gak tahu di mana keberadaan mereka. Aku sendirian, Bang."Wahyu hanya mengangkat bahu. "Entahlah, Rahma. Itu bukan urusanku. Nikmati saja hasil yang sudah kamu tabur selama ini. Itu pula yang akhirnya kamu tuai.""Mas .... " Rahma mencekal pergelangan Wahyu. Matanya menatap nanar, ketika lelaki itu menoleh. Besar harapannya lelaki itu trenyuh dan mengurungkan niatnya untuk bercerai. Bukankah Wahyu selalu seperti itu sejak dulu? Ia paling tidak bisa membantah perintah Rahma. Tak jarang Wahyu langsung menuruti pinta Rahma, jika wanita paruh baya itu merajuk. Wahyu melepaskan tangannya dengan menghempaskan tangan sang istri. Cukup kasar perlakuan Wahyu. Sungguh di luar dugaan Rahma. "Mas ... Apa maksudnya?""Pakai nanya lagi kamu. Perasaan ini sudah habis. Sudah gak ada lagi untukmu, Rahma. Jadi, jangan mimpi aku akan membatalkan perceraian kita. Aku sudah capek,
Kania menggeleng sambil tersenyum. "Aku menangis terharu, Mas. Aku baik-baik saja, kok.""Terharu kenapa?""Aku terharu memiliki suami seperti kamu, Mas. Hal yang paling patut aku syukuri. Dari sekian tahun aku merasakan pahitnya pernikahan, sampai akhirnya aku bertemu dengan kamu," ujar Kania seraya mengusap matanya yang mengembun. "Jangan berubah, ya, Mas. Selamanya seperti ini."Abimanyu membawa Kania ke dalam pelukannya. Bukan hanya Kania, dirinya pun merasakan pahitnya pernikahan dengan Liana yang berselingkuh dan ia sendiri memergoki dengan kedua belah matanya. Belum lagi putrinya yang selalu mendapatkan kekerasan dari ibu kandungnya sendiri. Belum lagi Keisha yang dic4bul1 ayah tirinya. Itu yang paling membuat dunia Abimanyu sangat hancur. Anak sekecil itu harus mendapatkan hal yang tidak sepantasnya ia dapatkan. "Insya Allah, kita sama-sama membangun rumah tangga kita, ya, Sayang. Senyum kamu dan janin di kandungan kamu ini merupakan obat mujarab buatku."Tok tok tok. Obrola