Bab 70Nafkah Yang Keliru"Mama sudah menagih uang gajiku. Padahal aku belum mengucapkan salam," gerutu Gilang. Wajahnya yang semula ceria mendadak keruh. Ibunya seperti petugas yang menagih uang pajak saja, atau debt kolektor yang menagih cicilan."Ya, wa alaikum salam," sahut mama Kumala dengan wajah cemberut tanpa menarik tangannya. Dia masih saja menadahkan tangan.Namun Gilang tidak menghiraukan ibunya. Dia menerobos masuk ke dalam rumah."Sabar dulu, Ma. Tutup pintu, baru setelah itu kita bicara." Gilang duduk setelah melepaskan sepatunya, lalu menaruh ransel di pangkuan."Kamu tinggal kasih aja uang gaji kamu sama Mama. Gitu aja kok repot. Bukannya selama ini Mama yang ngurus kamu? Wajar dong kalau Mama berhak atas gaji kamu...." Perempuan tua itu mulai kembali mengoceh."Wajar, tapi bukan berarti harus semuanya, karena aku juga punya keperluan. Aku butuh uang untuk beli bensin, pulang pergi ke tempat kerja." Gilang beralasan. Dia membuka tas ransel kemudian mengeluarkan sebuah
Bab 71Cerita GitaPria itu bergegas menghampiri adiknya, lalu merangkul tubuh itu saat mendapati tubuh Gita yang limbung. Dia segera membawa adiknya masuk ke dalam. Sebelah tangannya menutup pintu dan setelah itu Gilang membawa Gita duduk di lantai yang beralaskan karpet tipis berbahan plastik."Ada apa, Gita?" Gilang mengamati penampilan sang adik. Penampilan Gita terlihat menyedihkan dengan pakaian yang kusut serta rambut yang sedikit acak-acakan."Maaf, aku terburu-buru berangkat kemari, jadi tidak sempat memperhatikan penampilanku." Gita merasa jengah ditatap oleh kakaknya."Tak apa, tetapi apa yang membuat kamu menjadi buru-buru kemari? Selama ini kamu nggak ada kabar dan tiba-tiba kamu muncul dengan penampilan yang seperti ini pula," balas Gilang dengan suara rendah."Mas Evan menceraikanku, Mas....""Apa?" Suara Gilang langsung menggelegar lantaran ia sangat terkejut dan itu membuat mama Kumala yang tengah berada di dapur langsung melongok ke ruang tamu."Gita!" teriak perempu
Bab 72Penawaran Baru"Sebenarnya Mas Evan itu adalah asisten pribadi Tuan Ibra yang sekarang menjadi suaminya Mbak Kayla," akui Gita."Asisten pribadi Ibra?" Gilang kian mengeratkan genggamannya, tanpa menyadari Gita yang meringis lantaran pegangan itu begitu kuat. Dia sangat terkejut. Ucapan Gita sukses membuat dadanya terasa tertohok"Benar Mas. Mas Evan itu adalah asisten pribadi Tuan Ibra. Aku baru tahu belakangan, tepatnya di detik-detik terakhir pernikahan kami. Mas Evan menceritakan segalanya, kenapa ia harus menikahi aku. Orang yang membeliku sebenarnya bukan Mas Evan, tetapi Tuan Ibra. Uang 100 juta itu berasal dari Tuan Ibra dan Tuan Ibra melakukan ini karena Mbak Kayla."Akhirnya pegangan itu mengendur dan terlepas. Gilang memijat pelipisnya, berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang muncul dari mulut sang adik.Ibra? Kayla?"Jadi mereka dalang di balik semua ini?""Seperti itulah yang diceritakan Mas Evan kepadaku untuk menjawab rasa penasaran, karena selama kami menika
Bab 73Pergi Dari Rumah "Kalau iya, kenapa? Kamu mau marah? Oh, silakan!" Perempuan tua itu merentangkan tangan seraya menatap anak sulungnya dalam-dalam. "Mama sudah berusaha agar kamu dan Gita hidup enak, agar kamu jadi manajer lagi, nggak seperti sekarang jadi pelayan. Kamu sadar nggak sih, Mama itu sayang sama kamu dan Gita. Jadi nggak benar Mama menjual Gita. Mama hanya ingin Gita hidup enak, tanpa harus kerja keras. Cuma ngangkang doang kok, apa susahnya?!" oceh mama Kumala. "Dan Mama kecipratan enaknya punya uang banyak juga, kan?" ujar Gilang sinis. Ibunya benar-benar sudah tidak bisa lagi diajak berpikir jernih. Sedemikian inginkah ibunya agar kehidupan mereka kembali seperti dulu, sampai menghalalkan segala cara? Entah terbuat dari apa hati ibunya sehingga tega berbuat seperti ini. "Masa depan Gita masih panjang, Ma. Jangan Mama korbankan. Kasihan, Gita sudah cukup susah karena harus menikah dengan orang yang tidak dia kenal, kemudian diceraikan. Biarkan Gita menata hid
Bab 74Garis Dua"Mas Gilang...."Pria itu menoleh. Aku melempar senyum sambil merentangkan tangan Keisha, mengajak putri kecilku untuk melambai. Bagaimanapun, mas Gilang adalah ayah kandungnya, dan aku tidak mau merusak hati dan pandangan polos Keisha tentang ayah kandungnya.Ayahnya memang pernah menyakiti kami, tetapi jangan sampai rasa dendam dan benci menyelimuti jiwa putriku yang masih bersih."Kayla." Pria itu mendekat, dengan masih memegang kardus di tangannya."Iya, aku mau belanja keperluan Keisha," ucapku."Aku akan membantumu belanja, tapi tunggu sebentar ya. Aku harus menata barang di kardus ini." Dia memperlihatkan isi kardus yang berisi satu merk mie instan."Aku duluan ke area perlengkapan bayi ya," pamitku."Iya, silakan." Pria itu mengangguk dan membiarkan aku pergi sambil mendorong troli. Sekilas aku melihat dia tergesa-gesa membereskan pekerjaannya."Keisha makan bubur bayi instan?" tanya mas Gilang saat mengamati troli di hadapanku yang sudah terisi dengan beberap
Bab 75Diluar Dugaan Aku belum menyelesaikan ucapanku, tapi tubuhku sudah melayang. Pria itu menggendong dan menciumku, lalu merebahkan tubuhku di pembaringan dengan sangat hati-hati.Kutatap wajahnya. Jarak diantara kami hanya tersisa satu jengkal. Dua titik bening itu membuat dadaku terasa sesak. Sebegitu inginkah dia memiliki seorang anak, sehingga sampai menangis? "Aku tidak menyangka, Sayang. Mas sama sekali tidak menyangka. Mas pikir Tuhan sudah menghukum Mas, karena lalai menjaga Shakila dan buah hati kami, tapi ternyata Allah begitu pemurah, masih mempercayakan kepada Mas untuk mendapatkan keturunan." Lagi-lagi pria itu menciumku, lalu mengusap perutku yang masih rata.Mas Ibra turut berbaring dengan posisi miring sembari terus memelukku."Kamu nggak perlu sebegitunya merasa bersalah, Mas. Semua yang sudah terjadi dalam hidupmu adalah takdir. Kita nggak bisa menghindari apa yang harus terjadi dalam hidup kita. Hidup itu terus berjalan dan sekarang di hidupmu ada aku, Keisha
Bab 76Ciuman Untuk GilangGilang memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang. Hari sudah petang. Dia harus segera sampai di rumah sebelum maghrib tiba karena sudah janji dengan Gita malam ini untuk jalan-jalan.Di sebuah warung, ia membeli nasi bungkus untuk makan malamnya dan Gita."Sepertinya Kayla tidak tahu soal perceraianmu dengan Evan," ujar Gilang. Pria itu sudah sampai di rumah dan kini keduanya tengah makan bersama setelah selesai shalat magrib."Mungkin, tapi aku nggak peduli. Aku udah pasrah, Mas. Lagi pula perceraianku dengan Mas Evan bukan salah Mbak Kayla kok," sahut Gita."Iya, Mas tahu, tapi ini sebenarnya nggak adil.""Adil nggak adil sih, Mas." Gita tersenyum getir. Dia baru dua hari tinggal bersama sang kakak. Gita merasa nyaman, karena setidaknya ia punya teman yang bisa diajak bicara dan mau mengerti dirinya. Tidak masalah tempatnya yang sempit, yang penting mereka punya tempat untuk berteduh. Ini lebih baik daripada tinggal bersama ibu mereka yang terlalu bany
Bab 77Hormon KehamilanMatanya nanar melihat berkas yang disodorkan oleh Gita. Itu adalah surat adopsi dari panti asuhan yang mengatakan jika status Gita sebenarnya hanyalah adik angkatnya.Dia benar-benar tidak menyangka.Ingatan Gilang seketika menerawang. Sewaktu ia masih kecil, memang ayah dan ibunya pernah menitipkannya ke rumah kakek dan neneknya dalam waktu yang cukup lama, dengan alasan ayahnya akan membawa ibunya, mama Kumala untuk berobat keluar kota. Memang ada sedikit keanehan ketika ayah dan ibunya kembali menjemputnya. Seorang bayi mungil yang diakui ayahnya sebagai adiknya ikut serta bersama dengan mereka.Pikiran polos Gilang sama sekali tidak membantah. Dia hanya mengiyakan dan menyayangi adiknya sebagaimana layaknya seorang kakak. Apalagi bayi itu begitu cantik dan menggemaskan. Gilang bahkan ikut membantu mengurus adiknya, karena mama Kumala lebih sering pergi dan mengabaikan Gita. Gilang lah yang sering memandikan Gita, memakaikannya baju dan mendandaninya. Waktu