Candramaya merapikan pakaiannya, mereka keluar bersama. Gadis itu terkejut saat membuka pintu, dia melihat sosok yang dia kenal, "Paman!" Wismaya tersenyum, namun senyumnya hilang saat gadis itu keluar dengan seorang pemuda. Melihat Candramaya keluar bersama Indrayana membuat darah Danumaya mendidih. Dahi Wismaya berkerut, "Apa yang kalian lakukan di dalam kamar?" Melihat Candramaya merapikan penampilannya, Danumaya rasanya ingin pingsan, wajahnya pucat dan perasaannya berkecambuk. Apakah mereka telah bermesraan di dalam kamar? Candramaya memutuskan untuk berkata jujur, tanpa ragu dia mengatakan kebenarannya, "Kami sudah menikah, Paman." Seperti petir yang menyambar tubuhnya, Danumaya mendadak lemas. Gigi Danamuya berkertak, dua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, "Apa maksudmu? Jangan bercanda, Adik!" Teriaknya. Candramaya menunduk dia menggenggam tangan Indrayana dan bersembunyi di belakang tubuh tinggi suaminya. Dengan lirih dia berkata, "Maaf Kakang ..tapi aku bersungguh-
Pertarungan itu berlangsung.Siang yang terik itu berubah menjadi kelam, langit menghitam dan angin berhembus kencang. Daun-daun kering bertebrangan, tubuh Indrayana memancarkan cahaya kekuningan. Wajahnya terlihat tenang dan penuh kewaspadaan.Dia hanya menggunakan tangan kosong, namun dapat menangkis serangan Danumaya dengan lincah. Pertarungan berlangsung seimbang.Saat Candramaya berusaha melerai, Wismaya mencekal pergelangan tangannya, "Paman ingin lihat, apa dia cukup hebat untuk bisa melindungimu."Candramaya semakin gusar, dia takut pemuda itu terluka.Wismaya mengamati pemuda itu. Selain wajahnya mirip dengan orang yang dia kenal, jurus-jurusnya juga sama persis. Dan paling membuatnya curiga adalah tali lusuh yang melingkar di pinggangnya. Dahinya berkerut, "Apa dia putra Arya Balaaditya?" Batinnya.Wismaya dan Arya Balaaditya adalah teman seperguruan. Walaupun mereka tidak dekat tapi mereka mempunyai hubungan yang cukup baik. Itulah alasan mengapa dia masih ragu jika Arya B
Halaman rumah Wirata yang asri dan rimbun kini porak-poranda. Candramaya tertegun dan linglung, dia bahkan tidak bisa berdiri dengan benar, kakinya lemas dan tubuhnya bergetar. Bulu matanya terkulai dan bulir bening jatuh dari sudut matanya yang memerah. Jantungnya bergemuruh hebat, gadis itu takut kehilangan salah satu dari mereka. Wirata berdiri dan berjalan di bantu tongkatnya, "Candramaya! Hentikan suamimu cepat!" Teriak Wirata. Dia juga merasakan situasinya sudah tidak terkendali. Di depan sana, ada pertarungan yang begitu sengit, salah satu dari mereka pasti akan ada yang tumbang. Candramaya melangkahkan kakinya yang gontai, dia berteriak dengan suara yang bergetar, "Indrayana! Hentikan!" "Tidak bisa! Salah satu dari kami harus ada yang lenyap," ujarnya dingin. Dia benar-benar seperti kerasukan. Indrayana bahkan tidak segan memukul lambung Wismaya dengan tenaga dalam hingga dia tersungkur menyedihkan. "Romo!" Danumaya berteriak, baru kali ini dia merasa takut mati. "Ka
Wismaya memukul kepala putranya yang sedang melamun. Plak! "Ayo pulang!" Ujar Wismaya dengan nada tinggi. "Baiklah!" Danumaya berjalan lebih dulu. Dia benar-benar kesal. Indrayana mengangkat sudut bibirnya, "Sekarang kamu tahu posisimu kan Danumaya!" Batinnya. Candramaya mendengar kegaduhan di luar pintu, jadi dia berniat bangun. Namun Indrayana dengan cepat menghalanginya dengan menindih tubuh gadis itu dan mengungkunginya. Dia melumat bibir gadis itu dan memegangi kedua tangannya. Mata Candramaya melotot, dia terkejut dengan serangan dadakan pemuda itu. Karena kesal Candramaya menggigit bibirnya, "Ada apa denganmu?" Indrayana merengek, "Sakit!" Ujarnya sambil menyentuh bibirnya yang terluka "Rasakan!" Ujar Candramaya. Dia mengabaikan Indrayana dan memilih turun untuk menemui Pamannya. Klekkk! "Kalian mau kemana?" Tanya Candramaya, wajahnya masih terlihat pucat. Mendengar suara merdu Candramaya, Danumaya segera menoleh. Pemuda itu lari mendekatinya dan bertanya dengan
Indrayana merobek pakain yang gadis itu kenakan, dia berhasil menelanjanginya. Air liur pemuda itu menetes, "Wahh!!!""Wah apa?" Teriak Candramaya, gadis itu menyilangkan kakinya. Tubuhnya menyerong kesamping dan menutupi buah dadanya dengan kedua tangannya. Karena malu dia sampai ingin pingsan.Gluk!Pipi Indrayana memerah, miliknya langsung berdiri tegap."Kamu keterlaluan!" Teriak Candramaya.Tiba-tiba Wirata berkata dengan nada tingginya, "Jangan terlalu lama berendam, hari hampir gelap."Indrayana menjawab dengan suara bergetar, "Baik ..Aki!"Pemuda itu tertegun, dia benar-benar menggosok punggung gadis itu dan sesekali mencium pundak gadis itu yang menegang."Dasar pria mesum! Kurang ajar," umpat gadis itu dalam hati.Mereka berendam di air yang sangat jernih dan sama-sama tidak mengenakan apapun.Candramaya tidak bisa berbuat apa-apa, wajah gadis itu menunduk menahan malu dengan tubuh yang terasa panas dan kaku. Nafas Indrayana terdengar berat, dia tersiksa karena harus menaha
"Bagaimana ini?" Batin Indrayana, dia membuang muka dan mengerjab-erjabkan matanya yang mulai terasa panas. Dia berusaha menyembunyikan ketakutannya. Jantungnya bergemuruh hebat, seperti ada racun yang memenuhi tenggorokannya.Seperti mendapatkan buah si malakama. Jika berkata jujur tentang identitasnya, dia harus siap kehilangan gadis yang dia cintai. Dan jika harus tetap merahasiakannya, maka suatu hari dia juga harus siap di benci seumur hidupnya.Melihat tingkah pemuda itu, dahi Candramaya mengernyit, "Kenapa kamu terlihat gusar? Ada yang di sembunyikan?"Tenggorokan Indrayana terasa tercekik, dia mengatur nafasnya dan berusaha mengendalikan emosinya. Pemuda itu menarik nafas dalam-dalam, "Ada sebuah cerita, kamu mau dengar?""Cerita cinta, sedih atau tragis?" Tanya Candramaya dia terlihat antusias.Indrayana menggandeng tangan Candramaya menuju ranjang, "Ketiganya .." jawabnya.Mereka berdua duduk di atas ranjang dan bersandar di kepala ranjang.Gadis itu duduk di sisi Indrayana,
Indrayana mengelus kepalanya dan berkata dengan serak, "Sebentar saja, tahan sebentar." Pemuda itu tidak mungkin menghentikan hal yang selalu menyiksanya saat berdekatan dengan gadis itu. Akhirnya gadis itu setuju dan dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. Pinggulnya terus bergerak, dia melakukannya dengan cepat, mata gadis itu terpejam dengan wajah yang memerah menahan rasa sakit. Gadis itu terus merintih dan semakin membuat Idrayana terbakar. Tapi perlahan teriakan pilunya berubah menjadi lengkuhan kenikmatan. Dia mengeram dan tubuhnya menggeliat. Indrayana berbisik, "Jangan berisik, Aki bisa dengar!" "Hummm!" Candramaya menatap mata pemuda yang sedang berada di atasnya dengan sayu, nafasnya terengah-engah saat pemuda itu terus menghujamnya bertubi-tubi. Dirinya merasakan sensasi yang memabukan. Namun dia sedikit terganggu dengan seringainya dan ucapannya, "Setelah ini, kamu tidak akan bisa lagi lari dariku." "Apa maksudmu? Akkhhh!!!" Tanya Candramaya. Apa dia salah
Candramaya menoleh ke sumber suara. Dia merasa aneh dengan matanya karena bisa melihat sosok pemuda yang dia kenal sedang berdiri di balik tumbuhan ilalang yang lebat. Gadis itu mengucek-ucek matanya untuk memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. "Indrayana .." panggil Candramaya. Gadis itu keluar dari sungai dan berjalan menghampirinya. Dia memakai kain jarit ya melilit tubuhnya, rambut hitamnya yang panjang dan basah menjuntai indah. "Kamu mau mandi? Aku sudah selesai," ujarnya. Indrayana mencekal tangan gadis itu, "Bisa tunggu aku sebentar, ada yang ingin aku katakan." Dahi gadis itu berkerut dan tatapannya sangat dingin, "Apa?" "Sebenarnya jika di pikir-pikir, kenapa harus berlatih ilmu kanuragan. Kamu hanya perlu memberi arahan dan aku yang akan melakukannya," ujar Indrayana. Seperti biasa, pemuda itu memandangnya penuh dengan kehangatan. Dulu jika ada orang yang memandangnya seperti itu, gadis itu akan merasa jijik. Berbeda jika Indrayana yang melakukannya, hatinya
"Aku akan membawa Paman pulang, kamu menyusul dengan kuda. Itu kudanya," ujar Indrayana sambil menunjuk seekor kuda yang terikat di dahan pohon. Indrayana mencuri kuda dari kandang kuda istana."Candramaya setuju, "Baiklah!"Indrayana membawa Respati menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh agar cepat sampai. Luka Respati harus segera di tangani, sedangkan Candramaya menyusul dari belakang. Gadis itu mengendarai kuda dengan cepat.Indrayana sampai lebih dulu di Tanah Para Dewa, di depan rumah dia berteriak, "Romo!"Arya Baladitya yang sedari tadi menunggu di depan rumah dengan cemas langsung berlari saat melihat putranya. Wajahnya menegang saat melihat kondisi Respati yang terkena Ajian Tapak Geni, "Bawa masuk!" titahnya.Respati terbaring lemah, nafasnya melambat. Arya Balaaditya duduk di sisi ranjang dan langsung menyinsingkan lengan bajunya. Dia menaruh telapak tangan kanannya untuk mengeluarkan Ajian Aksamala. Darma langsung pergi ke dapur untuk merebus tanaman obat. Tangan Darma berge
Sebuah keris kecil melesat, menyerang pedang Danadyaksa. Keris itu melaju dengan cepat dan kuat. Suara besi kembali beradu, pedang itu jatuh dari genggaman pemiliknya.Semua mata tertuju pada keris yang datang bersamaan dengan dua sekelebatan orang yang memakai cadar masuk ke area pertempuran. Satu laki-laki dan satu wanita. Kedua orang misterius itu menghampiri tubuh Respati yang terluka parah. "Paman ... " panggil Indrayana dengan suara bergetar. Matanya mengembun, dia merasa tidak tega dengan keadaan Pamannya yang terluka parah. Candramaya mengangkat tangannya dan keris itu dengan patuh kembali padanya. Saat gadis itu melihat kondisi Respati, kakinya mendadak lemas, luka pada Pamannya sama persis dengan luka mendiang ayahnya. Seketika itu juga Candramaya menoleh ke arah pria tua berperut buncit. Ingatannya kembali ke masa lalu seiring dengan darahnya yang mendidih.Danadyaksa tertegun dan sedikit linglung, dia cukup heran dengan keris kecil itu. "Bagaimana bisa benda kecil itu ma
Tanpa di duga di perjalanan Danadyaksa melihat ada sekelebatan burung merpati yang masuk ke dalam kediaman tabib istana. Matanya langsung bersinar dan moodnya membaik.Kali ini Danadyaksa tidak akan tertipu lagi, Danadyaksa meringankan setiap langkahnya dan berjalan dengan hati-hati. Di balik pintu dia mengintip dan akan menangkap basah tabib itu.Tampak, Respati sedang memegang burung dan mengambil sesuatu pada kaki burung itu. Namun saat hendak membaca, Danadyaksa tiba-tiba melompat dan menendang punggung Respati.Bug!Respati tersungkur di tanah, dia meringis kesakitan. Langkah seorang pria berjalan mendekatinya lalu berdiri di depan kepalanya.Respati mendongak dan seketika matanya terbelaklak. Tampak seorang pria tua berperut buncit menatapnya dengan remeh, "Aku tertangkap," batinnya.Danadyaksa menyeringai, matanya memerah dan berkata sinis, "Rupanya benar dugaanku! Kamu adalah mata-mata."Respati menjatuhkan pesan dari Arya Balaaditya. Dia mengabaikan Danadyaksa dan fokus untuk
"Hais!!" Candramaya mengeram dengan kedua tangan terkepal."Bara yang para Pamanmu lempar sudah mulai membakar rumput Harsa Loka, sebentar lagi bara itu akan membakar seluruh penghuni istana Harsa Laka. Setelah itu, tugas kita adalah memadamkan bara itu. Kamu pahamkan?"Candramaya mengangguk, "Baiklah."Kumala mengambil kesempatan, dia bertanya dengan mata berbinar, "Candramaya! Kamu benar-benar ingin membantuku?""Tentu," jawab Candramaya dengan tulus."Kamu bisa membantuku sekarang," ujar Kumala."Katakan ... " Candramaya mengangguk.Kumala tersenyum lalu berkata tanpa dosa, "Biarkan aku menikah dengan Indrayana.""Kamu gila!" Candramaya memekik. "Gadis ini benar-benar," batin Indrayana sambil memutar bola matanya. Dia sudah menduganya.Kumala langsung berkata dengan nada sedih, "Aku mohon ... Sekarang tidak akan ada yang mau menikahi aku yang kotor ini."Candramaya memejamkan matanya sambil menggertakan giginya, "Aku kasihan padamu Kumala dan aku benar-benar kasihan. Tapi kenapa d
Gadis itu tidak lain adalah Kumala. Dia yang tidak sabar menunggu hari esok dan bersikeras untuk segera menemui Arya Balaaditya. Sebelumnya, Bima Reksa dan cucunya berada di depan dinding berwujud semak belukar yang tinggi cukup lama karena tidak bisa masuk. Hanya saja tiba-ada sebuah celah terbuka. Semak belukar itu terbuka dan seekor burung merpati keluar. Bima Reksa dan Kumala memanfaatkannya untuk masuk sebelum celah itu tertutup kembali. Setelah sampai di depan rumah besar satu-satunya di tempat itu. Bima Reksa mengetuk pintu rumah Arya Balaaditya dengan kepala tertunduk dan Kumala berdiri di belakangnya. Mereka datang membawa keluhan dan rasa malu. Saat pintu terbuka, Darma terkejut dengan tamu yang datang. Dan dia juga heran karena dua orang ini bisa masuk. Dan yang membuatnya tercengang dan merinding adalah seorang gadis yang familiar berdiri dengan kepala tertunduk dalam keadaan, wajah dan tubuh penuh lebam. Pakaian yang dia kenakan juga sangat sederhana. "Dewata!" g
"Ada hal penting, Kang Mas?" tanya Asri Kemuning. Wanita itu merasa khawatir setelah melihat perubahan wajah suaminya. Merasa tidak puas dengan jawaban Ayahnya, Indrayana menggunakan kekuatan Batu Merah Delima yang ada di keningnya. Pesan itu berisi 'Pangeran Narendra telah menganiaya seorang gadis bernama Kumala. Gadis itu sudah berhasil selamat.' Setelah membaca pesan itu, Indrayana cukup kaget. Apa Kumala yang ada di surat itu adalah Kumala yang dia kenal atau orang lain. Entahlah! Tapi yang pasti adalah tugas dari Respati adalah menjadi mata-mata. Indrayana melirik Candramaya, dia membelai wajah dingin istrinya lalu bertanya, "Kamu bosan ya?" Candramaya hanya mengangguk lalu berbisik, "Bawa aku dari sini." Indrayana menyeringai lalu berkata, "Romo ... Ibu ... Aku akan membawa istriku jalan-jalan." "Baiklah ... " ujar Asri Kemuning. "Candramaya izin keluar dulu," ujarnya dengan canggung. Asri Kemuning dan Arya Balaaditya mengangguk. Setelah memastikan putra dan menantunya
"Oh maaf ... Kisanak! Silahkan lanjutkan," ujar pria yang menyela dengan canggung. Kebo Ireng melanjutkan ceritanya dengan wajah yang tegang dan serius, "Untungnya tidak ada korban, kebetulan bukit itu tidak pernah di jamah oleh orang. Jika saja tidak terjadi longsor, pasti jasad-jasad itu tidak akan pernah ditemukan." Seno Aji ikut menimpali, "Jasad-jasad itu dikumpulkan dan kebetulan ada jasad yang masih baru. Jasad gadis itu dalam keadaan tanpa busana, tubuh dan wajahnya penuh memar. Bahkan di area kemaluannya penuh darah. Sepertinya selain dianiaya, gadis itu juga di lecehkan. Karena penasaran kami datang dan melihat proses pemakaman masal itu. Dan mulai detik itu, aku selalu mual saat makan. Benar-benar mengenaskan, aromanya sangat busuk dan menusuk hidung. Hoek!" Seseorang di belakang tubuh Seno Aji memijit lehernya. Seno Aji kali ini benar-benar muntah, semua isi perutnya keluar. Pria itu tampak lemas dan pucat. Pemilik warung dengan sigap menyodorkan minuman, "Ini minum lag
Bima Reksa menaruh kapaknya, dia berjalan mendekati cucunya yang dalam keadaan menyedihkan. "Kumala ... katakan! Apa yang terjadi?" tanyanya dengan perasaan hancur. Pria tua itu membelai kepala cucunya dengan kasih sayang.Bima Reksa dipenuhi dengan banyak pertanyaan atas hal buruk yang telah di alami cucunya.Lidah Kumala terasa keluh, dia hanya bisa berhambur memeluk tubuh kakeknya dan menangis. Bima Reksa merangkul cucunya untuk masuk ke dalam rumah, "Bibi ... " panggil Bima Reksa.Pelayan rumah itu datang, namun langkahnya terhenti dan tenggorokannya tercekat, "Hah! Raden Kumala?"Kumala terus saja menangis, "Hiks! Aki ... to-long! Pangeran Narendra!"Deg!Jantung Bima Reksa rasanya mau copot, dia menggelengkan kepalanya dan menampik pikiran buruknya. "Nak! Pangeran Narendra tidak memaksamu kan?"Kumala kembali menangis, dia mengangguk. Sorot mata gadis itu terlihat sedih dan putus asa, "Pria itu telah menganiayaku, Aki!" ujar Kumala lirih. Tangisnya pecah dan semakin pilu.Pria
Pertanyaan itu membuat Damayanti Citra berhenti bersenandung, wajah dinginnya semakin dingin. Tiba-tiba bulir bening jatuh dari sudut matanya namun bibirnya membentuk seringai iblis. Ada pergolakan batin yang wanita itu rasakan, namun lagi dan lagi. Damayanti Citra memilih menjadi monster dengan membunuh hati nuraninya. Suasana hangat di ruangan perjamuan berubah menjadi hening dan mencekam. Saat mereka merasa terancam, mereka langsung berdiri dan ingin segera pergi. Namun mata mereka seketika terbelaklak dan jantung yang seolah di paksa untuk berhenti berdetak. Saat para pengawal setia Damayanti Citra yang berdiri di belakang mereka mengangkat pedang. Dan dengan gerakan cepat pedang yang mengkilap itu menebas tubuh yang ada di depannya. Zrak!! Akkkkhh! Suara jeritan kesakitan mereka menggema memenuhi ruangan perjamuan yang luas. Bruk! Satu persatu tubuh-tubuh itu jatuh bergelimpangan di lantai. Darah mereka menciprat ke segala tempat. Dinding berwarna putih pucat kin