"Aaaach."
Pemuda itu mengerang, menahan sakit akibat tamparan yang cukup keras di pipinya. Ia tidak menyangka ada orang seberani itu. Padahal dirinya tidak berbuat apa, justru ingin melihat kondisi kaki Clara yang tadi tersandung. Hal ini membuat Clara dan sang pemuda merasakan kesakitan.Clara menahan sakit pada dengkul dan jempol kakinya. Sedang sang pemuda menahan sakit di pipinya yang memerah kini. Pandangannya kini mengarah ke samping. Seorang remaja putra seusia Clara dengan seragam yang sama dengan gadis itu kini menatap tajam.
Tangannya mengepal seakan ada ketidak sukaan yang membawa amarah. Sang pemuda tidak mengenal orang yang berdiri di sampingnya dan tadi menampar pipi tirusnya begitu saja. Dia bahkan tak tahu apa kesalahanya. Sehingga dia di serang begitu saja.
"Roy?"
Segera Clara menyapa teman satu kelasnya itu. Sekuat tenaga gadis manis ini ingin mendekat kepada Roy. Namun rasa sakit mengalahkan keinginanya. Ia tidak jadi berdiri.Hanya meluruskan kedua kakinya. Sambil meniup dengkulnya berharap rasa sakitnya mereda. Walau tetap terasa perih.
"Masih sakit Neng? Aku belikan plester dan obat luka cair di apotik terdekat ya? Eneng tunggu di sini dan sabar jika terasa perih," ucap sang pemuda."Tidak perlu! Dia sakit begini, karena kamu juga kan? Sok pengin kenalan. Sama anak sekolah lagi. Sana cari yang sama-sama sudah kerja!" bentak Roy."Kamu siapanya sih? Cuma teman kan? Ngapain mengatur orang? Terserah aku dong, mau suka sama siapa?" kata si pemuda."Dia itu cewek aku, kamu yang lancang ingin merebutnya. Berani kamu, hah?"Roy semakin mengepalkan tangannya dan ingin meninju pemuda tadi setelah menamparnya meski belum dikenal.Sambil menahan sakit, Clara mencoba bangkit dan menahan tangan Roy agar tidak sembarangan memukul orang.
"Sudah kalian jangan berantem! Ayo antar aku pulang Roy," ucap Clara sambil menahan tangan Roy."Baiklah Clara. Hai kamu, pergi sekarang dari sini! Atau bogeman ini akan mendarat di dadamu?" Roy berkata dengan nada kesalnya."Enggak masalah bagiku baku hantam denganmu. Asal gadis itu jadi milikku," sang pemuda semakin berani menantang Roy."Berani kamu menantangku ya?"Roy mencoba ingin mendaratkan pukulan di tubuh pemuda tadi dan Clara melarang mereka.
Sekencang mungkin gadis manis yang masih berseragam putih abu ini menahan tangan Roy hingga Clara terjatuh lagii. Roy juga menyusul jatuh karena tangannya ketarik oleh Clara. Namun Clara berusaha agar tubuhnya tidak terlalu menghantam bumi.
Kedua sikunya menahan berat tubuhnya yang tidak berlebihan juga sih. Berat empat puluh kilogram dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter, tentu masih ideal.
Tetapi jika jatuh dan bertumpu pada kedua siku. Tetap akan merasa sakit pada akhirnya.
Roy jatuhnya juga tepat di atas tubuh Clara. Meski sedikit kaget Roy mengambil kesempatan untuk mendekap erat tubuh Clara yang ada di bawahnya itu.
Sebuah pemandangan yang menjadi perhatian orang yang lalu lalang. Begitu juga dengan sang pemuda tadi. Ia menatap tajam Roy karena merasa cemburu.
****
"Hai, kurang ajar kamu ya! Sudah tahu temannya menahan sakit, malah ambil kesempatan dalam kesempitan. Tidak berpikirkah jika Eneng manis ini sedang merasa sakit? Mau enaknya saja." Sang pemuda berkata dengan penuh emosi karena terbakar api cemburu yang membutakan hatinya. Ia menarik seragam Roy dengan kencang.Pelajar berusia delapan belas tahun ini semakin mengepalkan tangannya dan ingin sekali segera membogem sang pemuda yang belum dikenalnya itu. Clara tidak sangggup melihat Roy dilanda kemarahan.
Ia tahu Roy akan sangat kuat saat menyerang. Terlebih ia selama ini jago berkelahi. Roy sering bersama temannya ikut perkelahian saat ada penyerangan dari geng pelajar lain.Atau kadang jika ingin balas dendam, Roy ikut yang terdepan. Pernah terluka bahkan sering. Tetapi Roy tak peduli. Ia sering melampiaskan emosi dan dendamnya.
Meski sering terluka, Roy selalu rajin ke sekolah. Dia anak orang kaya sehingga mudah baginya untuk berobat. Atau menjahitkan luka yang menganga. Meski dari teman kadang ada urunan.Sumbangan seikhlasnya jika ada yang terluka diantara teman yang terlibat perkelahian. Bagi Roy sumbangan itu tidak seberapa dengan biaya yang ia keluarkan sendiri.
Tetapi bagi teman lainya yang hidup sederhana. Jika terluka akan ijin dalam beberapa hari. Sumbangan dari teman cukup membantunya dalam berobat. Sebenarnya para pengajar sudah menasehati mereka untuk tidak terlibat hal itu.Namun mereka tetap kukuh ikut perkelahian yang entah kapan berakhirnya.
Sang guru selalu memberikan nasehat untuk menetralkan amarah dan dendam. Namun namanya juga anak muda. Mereka memiliki gelora dan tenaga yang masih kuat dan lebih aktif.Kadang jiwanya labil dan mudah terpengaruh. Sehingga perkelahian sulit dihindari. Mau tidak mau jika ada yang menyerang harus siap untuk bersama mempertahankan diri.
"Sudah Roy, tidak ada untungnya berkelahi seperti itu. Dia seorang pekerja yang masih ingin hidup dan mencari nafkah. Tidak usah mencari masalah! Ayo antar aku pulang! Keburu infeksi lukaku, sudah cukup ditahan dari tadi."Roy tertegun saat mendengar ucapan Clara. Dia bisa menahan luka jika tergores atau terkena benda.Namun ia takkan bisa menahan sedih jika teman dekatnya. Terlebih yang ia sukai terluka. Apalagi mendengar kata infeksi, sungguh membuat hati Roy tergetar.
Segera Roy memapah Clara menuju ke parkiran sepeda motor yang tidak jauh dari tempat mereka saat ini. Sang pemuda ingin membantu memapah Clara, namun dicegah oleh Roy.Ketika tangan sang pemuda ingin menggandeng tangan Clara, segera saja ditepis oleh Roy. Bahkan pandangan kedua pria ini saling menatap tajam.
Clara yang melihat sikap mereka semakin tak kuasa untuk ingin segera pulang ke rumah. Clara melihat kepalan tangan Roy yang semakin menguat lagi. Ketika sudah sampai di dekat sepeda motornya. Roy meminta ijin kepada Clara untuk berlalu sebentar.
Rencananya ingin memberi sedikit pelajaran kepada pemuda tadi. Namun Clara mencegahnya, dengan berdalih pada sakitnya.
"Mau ke mana Roy? Dengkul, jempol kaki dan siku ini sudah sangat sakit," Clara bertanya sambil memelas dan suaranya juga serak.
"Ya sudah, ayo aku antar," Roy mengurungkan niatnya, segera ia mentater sepeda motornya dan berlalu dari pemuda itu.Wajah sang pemuda merah padam. Ia merasa sangat cemburu dengan sikap Roy serta kemenangannya mendapat perhatian Clara.
Seandainya saja tadi terjadi baku hantam dan sang pemuda berharap kemenangan. Ia ingin punya kesempatan untuk mengantar Clara berobat dan meninggalkan Roy dengan luka di tubuh dan hatinya.
"Hai anak muda yang bernama Roy! Tunggu pembalasanku!" gumamnya dalam hati sambil menatap tajam jalan yang dilalui Roy dan Clara.
**Ikuti terus ceritanya ya reader...Review dan votenya jika berkenan.**
Pemuda itu segera naik bis yang lewat dekat jalan tempat mereka tadi bertemu dan beradu kata. Pemuda yang belum memperkenalkan namanya kepada Roy dan Clara itu, tadi bermaksud pulang ke rumahnya yang ia tempuh demgan naik bis.Kadang diantar oleh keluarganya. Belum memiliki mobil sendiri. Dan sepeda motornya bergantian dengan sang adik.Tinggal di area padat penduduk dengan fasilitas yang sederhana. Berstatus lajang dan ingin sekali menjalin cinta dengan gadis semanis Clara. Meski belum begitu tahu seluk beluk gadis itu.Sang pemuda sudah memiliki ketertarikan sejak awal berjumpa. Karena tempat kerjanya masih sewilayah dengan Clara menimba ilmu.Sang pemuda yang masih berjiwa labil ini, merasa dipermalukan oleh Roy yang tadi sempat menamparnya secara tiba-tiba.Dihatinya penuh rasa dendam meski ingin dinetralkan tetapi sakit hatnya tetap ada. Bahkan yang paling membuatnya semakin merasa kesal saat sang adik mengetahui wajah kakaknya berubah.
Ketika berdua saja"Ada apa bu? Mari silahkan masuk ke ruang dokter! Sudah girirannya," ucap Tante Naira dengan senyum manis nan ramah."Oh, iya. Terima kasih."Segera tante Naira melayani dengan tulus dan penuh kasih. Ia berusaha agar sang ibu yang tadi sempat kecewa agar kembali ceria. Dengan kecerian dan semangat dari dalam diri berharap sang ibu ini bisa sembuh sakitnya. Serta semangat selalu dalam menjalani hidupnya.Pasien itu tertegun dan merasa malu tadi sempat banyak protes. Sekarang dia diperlakukan sangat baik hingga membuatnya segan. Bahkan meminta maaf karena sudah emosi di depan para pasien yang lain. Ibu itu tetap senang berobat di klinik tempat Tante Naira yang juga saudaranya Clara ini bekerja.Sementara itu Clara yang sudah kembali menelusuri jalan. Akhirnya sampai di depan rumahnya Clara. Di depan rumah sederhana namun rapih dan asri berpintu gerbang warna kuning tembaga ini, Clara turun dengan hati-hati. Untung kaki kirinya tidak ada
"Tok..tok!"Terdengar suara orang mengetuk pintu ketika mereka berdua sedang berdekapan mesra. Segera Roy melepas tangan yang tadi dilingkarkan di pinggang Clara. Mereka berdua agak kaget dan merasa tidak biasanya ada orang mengetuk pintu di siang hari.Kecuali memang ada tamu yang menyampaikan hal penting. Roy dan Clara saling berpandangan, menerka siapa yang datang siang hari disaat orang sedang memanfaatkan waktu untuk istirahat.Para tetangga Clara sudah paham jika bertamu yidak akan siang hari. Karena waktu seperti ini biasanya untuk santai atau tidur siang."Apakah kau mengunci pintu rumah ini, Roy?"Clara bertanya dengan rasa penasaran. Setahu dia tadi waktu masuk ke dalam rumah pintu dibiarkan terbuka. Kok, sekarang ada yang mengetuk dan memang pintunya ditutup."Iya, tadi sebelum ke dapur aku menyempatkan untuk mengunci pintu," jawab Roy."Lalu, apa maksudnya kau lakukan itu?" Clara bertanya lagi, masi
"Aku sudah ingin istirahat mbak, nanti malam saja minum obatnya ya," ucap Clara."Apakah kamu ingin merasakan sakit terus? Sekarang makanlah dulu. Setelah itu obatnya diminum biar cepat sembuh." Sang kakak kembali memperingatkan Clara. Bahkan ia menggandeng tangan sang adik untuk diajak ke ruang makan."Aku ingin tidur mbak. Bukan mau makan." Clara berkata dengan wajah pucat dan mata menyipit. Lira bergegas ke dapur untuk mengambilkan roti bakar dan teh hangat juga segelas air putih."Kalau begitu makanlah roti ini!"Clara membuka matanya yang sudah mengantuk berat. Sang kakak sangat menyarankan untuk segera makan yang mau ditelan walau sekedar roti saja. Dan yang penting obatnya bisa masuk ke tubuh, untuk proses pengeringan dan penyembuhan luka.Awalnya Clara sempat menolak berulang kali, sang kakak terus membujuk hingga akhirnya Clara menerima tawaran untuk sekedar makan roti dan minum obat.Biar bagaimana juga rasa sakit h
"Clara, sudah sore. Bangunlah bersih diri segera!" Lira, sang kakak mendekati adiknya di kamar bernuansa merah muda ini. Ia membangunkan sang adik. "Nanti saja kak, aku masih mengantuk," Clara berucap sambil menggeliatkan tubuhnya, kemudian memejamkan matanya kembali. "Sejak kapan kamu jadi malasan begini, bangunlah kita makan dulu! Itu kakak sudah buatkan bubur kesukaanmu!" Lira sedikit memaksakan agar adiknya mau membuka mata. "Uuuhhh, baiklah." Clara meregangkan kedua tangannya. Sesekali ia menguap. Dipandanginya jam dinding di kamar yang ia gunakan untuk istirahat sehari-hari. Jarum panjangnya berada diangka tiga dan pendeknya diangka lima. Lima belas menit telah berlalu dari pukul lima sore.Dengan sedikit malas Clara turun dari ranjang dan membiarkan kasurnya berantakan. Segera menuju ke ruang wastafel, mencuci muka dengan sabun wajah merek terkenal. Clara sudah lupa dengan sakitnya. Tangannya sudah leluasa bergerak, bahka
Kembali ceria Sore ini tante Naira sengaja datang ke rumah Clara sang keponakan. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Saat tiba di depan pintu gerbang rumah Clara, sebenarnya ingin mengucap salam, namun karena mendengar suara kedua kakak beradik yang meninggi ini, Tante Naira cemas dan segera menghampiri Lira dan Clara. Rasa kaget dan penasaran juga menghiasi hati kedua anak putri yang masih saudaranya Tante Naira. Manakala sang tante mengucap salam, mereka berdua menjawab serentak juga seperti tadi saat mengucap sapaan untuk perawat klinik tempat Clara berobat tadi. Mereka berdua segera beranjak dari tempat duduknya dan mempersilahkan tante Naira untuk masuk ke rumah. Saudara kakak beradik ini sebenarnya tadi ingin pulang ke rumah. Namun dalam perjalanan, ia berjumpa dengan seseorang. Niat istirahat di rumah keluatga diurungkannya setelah sempat ke klinik lagi. Ada hal yang ingin meminta pertimbangan kepada keponakannya itu. Sekaligus nantinya ingin mengaj
Di ruang makan Tante Naira masih melanjutkan aktifitas di ruang makan. Sementara Clara sudah selesai dan kini kembali asyik melihat postingan teman-temanya di sebuah jejaring sosial. Karena sudah mau makan, Lira menyiapkan obat yang harus dikonsumsi oleh adiknya itu. Clara agak malasan untuk minum obat, karena itu sang kakak yang selalu memperhatikan. Sementara Lira menyiapkan obat, Clara malah asyik bermain handphone. Chatingan ria dengan beberapa teman termasuk salah satunya Roy. Ia lupa bahwa setelah makan masih ada tugas minum obat. Dalam chatinganya Roy sebenarnya ingin mengajak Clara ke club, malam minggu ini. Namun melihat kondisi temannya yang penuh luka rasanya tidak mungkin untuk bermalam mingguan. "Serius sekali menanggapi pesan para temanmu, duhai adikku?" tanya sang kakak yang kini sudah selesai aktifitas di ruang makan itu. "Iya mbak, penting sih." Clara menjawab dengan tenang dan santai, sambil meneruskan ketikan pesan untuk mem
Menolong Roy.Karena kondisi yang kurang sadar betul akibat banyak minum, Roy kehilangan kendali pada dirinya. Tidak bisa fokus saat mengendarai sepeda motornya hingga oleng dan menabrak trotoar, tubuhnya jatuh dan kepalanya membentur bagian tepi yang tidak rata bahkan ia berguling mengenai beberapa batu kasar yang ada didekat tempat pejalan kaki ini.Hendra yang berada di dekatnya jadi panik. Ketika tahu temanya ini jatuh terguling bahkan kepalanya terbentur benda kasar tanpa pelindung. Karena suasana malam hari dan lokasi tidak begitu jauh dari rumahnya. Roy tidak memakai helm warna hitam yang sempat dikenakan saat berangkat tadi.Pelindung kepala ini seharusnya tetap melekat di anggota tubuh bagian atas ini. Namun Roy merasa agak gerah dan lebih nyaman tanpa helm serta berpikir suasana malam jalanan lengang tidak semacet saat siang hari. Juga ingin merasakan semilir angin malam dan Roy pikir perjalanan tidak memakan waktu lama terlebih saat lengang bisa sedik