Olivia pergi ke kota di malam itu, diam-diam dia pergi tempat Willis untuk mengambil merpati yang dia bawa bersama dengan senjatanya dari Skotlandia.
Merpati itu adalah hewan peliharaan Olivia yang sudah dia rawat lebih dari empat tahun lamanya, dan merpati itu juga sudah sering membantu tugasnya.
Olivia membawa merpati itu, dan pergi beberapa rumah orang penting yang berada di kota London. Dimulai dari Tery, seorang anggota parlement. Harry, seorang peminpin kepolisian, dan Dena, seorang anggota dewan dari Prancis yang saat ini sedang memiliki kunjungan khusus ke Inggris.
Olivia mengirimkan suratnya melalu merpati yang dibawanya, secara terlatih, merpati itu bergerak terbang setelah di beri beberapa buah makanan. Dengan cekatan dia terbang ke lantai di mana Olivia menyorotkan senter laser merahnya sebagai petunjuk.
Begitu laser merah menghilang, burung merpati itu mengetuk-ngetuk jendela sampai si pemilik rumah membuka pintu dan mengambil surat yang diberikan.
Merpati itu terbang dalam kegelapan yang sulit dilihat, bulunya yang hitam pekat dan kecepatan terbangnya yang cepat membuat banyak orang kesulitan untuk mengetahui siapa yang mengirim surat kepada mereka.
Setelah menyelesaikan misinya, Olivia pergi membawa merpatinya, wanita itu pulang kembali menuju ke desa dan harus berjalan dalam jarak jauh agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Ketika Olivia baru sampai rumah, pajar sudah hampir muncul, Leary sudah berpindah tempat tidur dengan bersembunyi ke bawah meja, memeluk erat bonekanya, tangan mungilnya menggenggam sebuah biscuit.
Leary memiliki kebiasaan, dia akan tidur di kolong meja setiap kali Olivia tidak ada di rumah.
Leary menyadari jika keadaannya tidak begitu baik-baik saja, dia memahami apa yang harus dia lakukan setelah melewati banyak situasi.
Olivia membungkuk, menarik Leary keluar dari bawah meja dan membawanya pergi kembali ke kamarnya.
***
Tery, seorang pria paruh baya, salah seorang menerima surat dari Olivia terlihat merenung, beberapa kali dia terus membaca isi surat itu dan menelaahnya.
Aku mengetahui keberadaan seluruh arsip document harta Carl Depp dan daftar nama-nama semua anggota pengikutnya selama ini. Aku ingin menjadi sekutumu, dan aku akan membuktikan jika aku berguna untukmu.
Datanglah ke hutan besok pagi sejauh 3 mill di sana ada ladang, di sana aku akan membawa barang berharga yang kau inginkan. Aku juga punya bukti jika kau orang yang selama ini membocorkan rahasia negara pada negara lain demi uang.
Aku tidak menerima negosiasi apapun, jika kau tidak datang, aku akan menyerahkan semua bukti kejahatanmu pada negara.
Seperti itulah isi surat itu, Tery tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya pada orang yang sudah berani memberi surat itu. Sudah hampir tujuh tahun lamanya dia mencari arsip document Carl Depp, seorang mantan peminpin sebuah sekte yang sangat kaya raya sampai berhasil membangun gedung yang begitu tinggi ditengah krisis.
Carla Depp meninggal ditembak pasukan khusus bersama kedua anaknya, namun yang menarik adalah sampai saat ini belum ada yang mengetahui di mana sebenarnya kekayaan besar yang Carl Depp sembunyikan. Pembangunan gedung pun dihentikan tanpa kejelasan sejak kematian Carl Depp.
Tery ingin melanjutkan rencana pembangunan gedung, karena itu dia mencari-cari kekayaan yang ditinggalkan oleh Carl Depp.
Tery, dia adalah salah satu anggota sekte, dia juga cukup dibuat khawatir jika daftar nama dalam catatan itu tersebar, ini akan menghancurkan banyak orang apalagi kini arsip itu tengah diperebutkan.
Habislah sudah Tery jika data itu menyebar, dia bisa penjarakan bersama semua pengikutnya.
Tery mengambil gagang telepon dan menghubungi temannya yang ternyata secara kebetulan mendapatkan surat juga.
***
Leary duduk di sebuah bak mandi, anak itu tengah membasuh tangan kecilnya yang berbusa, wajah mungilnya terlihat sedikit pucat karena kedinginan.
Leary tidak begitu suka mandi terlalu pagi, tetapi sejak tiga hari terakhir ini Olivia memaksanya bangun di pagi hari dan mandi lebih awal, Olivia yang mengawasinya dengan teliti akan memeriksanya dan mengoreksinya jika Leary salah dengan pekerjaannya.
Mata Leary terlihat merah dan membengkak, perintah Olivia membuatnya sempat menangis dengan keras dan protes tidak mau mengerjakan apa yang diminta oleh Olivia, butuh banyak bujukan nasihat untuk bisa membuat Leary mengerjakan apa yang diminta oleh Olivia.
Sebagai anak kecil yang hanya tahu tentang bermain, Leary kecewa, dia ingin dimanja-manja Olivia dan mendapatkan kasih sayangnya seperti anak-anak lainnya.
Sayangnya, Olivia tidak melakukan apa Leary inginkan. Olivia justru lebih banyak mengajarkan bagaimana caranya bertahan hidup sampai-sampai membuat Leary bertanya-tanya, seberapa banyak orang jahat di sekitarnya sampai harus membuat mereka terus waspada dan tidak bahagia seperti orang lain.
Beberapa hari ini Olivia mendidiknya lebih keras, dia tidak mendengarkan rengekan Leary, dia juga tidak menjelaskan mengapa melakukan hal ini kepada Leary,
Leary menengok ke sisi, memperhatikan cermin yang berembun. Leary mengusapnya untuk bisa melihat wajahnya lebih jelas, bibir mungilnya terangkat memperlihatkan giginya yang sudah bersih.
“Ibu, sepertinya gigiku yang depan akan jatuh lagi,” ucap Leary memberitahu.
“Coba goyangkan lebih sering, nanti gigimu yang lain akan mendorong untuk tumbuh.”
“Apa kita tidak akan pergi ke dokter gigi?”
“Ibu akan membawamu nanti siang.”
Leary menggoyangkan giginya beberapa kali sebelum memutuskan beranjak dan mengambil handuknya, segera keluar dari kamar mandi. Leary berlari ke kamar dan melihat pakaiannya sudah di siapkan di atas ranjang.
Tanpa bertanya, Leary segera memakai satu persatu pakaiannya, Leary sudah terbiasa berpakaian sendiri karena setiap kali Olivia menitipkannya di tempat penitipan anak, Leary di ajarkan mengenakan pakaian.
Di balik cermin besar yang sedikit retak, Leary memperhatikan dirinya sendiri sambil menyisir dengan asal-asalan karena rambutnya terlalu kusut.
Setelah menghabiskan waktu begitu lama, dia keluar dan menghampiri Olivia yang masih belum kunjung memasak karena sibuk menulis.
Kepala Leary menengadah, melihat Olivia di sisi meja yang terlalu tinggi untuknya. “Ibu, aku mau makan.”
Buku di tangan Olivia segera di tutup, wanita itu memundurkan kursi roda yang dudukinya dan pergi ke arah dapur. “Ikut ibu, mulai sekarang kau harus memperhatikan bagaimana ibu memasak.”
Leary menegang kaget, bibirnya merenggut tidak suka. “Kenapa?”
Olivia memutar kursi rodanya lagi dan menatap lekat puterinya yang mempertanyakan alasannya. “Karena sebentar lagi kau akan dewasa.”
“Aku belum sekolah, aku juga belum tumbuh tinggi, itu artinya aku belum dewasa,” jawab Leary dengan mata berkaca-kaca. “Kenapa Ibu terus menyuruhku melakukan banyak hal? Tadi Ibu juga memintaku mencuci pakaianku yang kotor, sekarang Ibu menyuruhku belajar memasak. Aku tidak mau!” protes Leary tidak terima.
“Kau bisa belajar secara perlahan Leary,” bisik Olivia melembut.
“Aku tidak Mau! Kenapa aku harus mengerjakan ini semua? Aku juga mau seperti Moore dan yang lainnya, bermain dan dimanja orang tua mereka, kenapa hanya aku yang berbeda?” tanya Leary mulai menangis.
“Ibu ingin kau mandiri.”
“Ibu menyuruhku melakukan ini semua karena ingin meninggalkan aku lebih lama lagi kan?” Protes Leary dengan wajah bercucuran air mata sampai membuat bedak di wajahnya luntur.
To Be Continued..
“Ibu menyuruhku melakukan ini semua karena ingin meninggalkan aku lebih lama lagi kan?” Protes Leary dengan wajah bercucuran air mata sampai membuat bedak di wajahnya luntur.Olivia tercekat kaget mendengar pertanyaan sederhana Leary. “Ibu memintamu melakukan ini semua bukan karena ingin meninggalkamu,” jawab Olivia serius.“Ibu bohong, semalam Ibu meninggalkan aku sendirian lagi, aku tidak percaya Ibu! Ibu pasti meninggalkan aku lagi!” debat Leary dengan teriakan dan tangisan yang semakin keras. Leary berlari pergi ke kamarnya kembali menangis karena kecewa.Semalam Leary terbangun sendirian di tengah malam, dia sempat menangis mencari ibunya, namun Olivia tidak ada seperti biasanya.Leary kecewa karena Olivia masih tidak berhenti meninggalkannya di tengah malam, padahal dia takut bermimpi buruk dan takut ada orang jahat yang datang, terlebih rumah baru mereka tidak begitu membuatnya nyaman.Tangisan Leary terdengar di kamar, Olivia hanya bisa memijat batang hidungnya dengan kuat kar
Leary duduk di bangku, sambil menopang dagu, beberapa kali dia menguap karena mengantuk dan bosan melihat Olivia yang tengah memasak.Olivia mengajarinya hal-hal yang dasar, seperti bagaimana cara merebus spaghetti, merebus kentang dan memastikan sayuran matang.“Kau bilang, kau tertarik dengan senjata milik ibu,” Olivia mengajaknya berbicara untuk mengurangi rasa bosan Leary.Leary tertunduk tidak berbicara, Leary memang tertarik ingin tahu dengan semua benda yang sering disentuh oleh ibunya, namun semenjak Olivia melarangnya menyentuh senjatanya, Leary mencoba untuk melupakannya.Melihat keterdiaman Leary, Olivia kembali berkata. “Mau ibu ajarkan? Sekarang kau sudah tumbuh lebih besar, jadi ibu tidak akan melarangmu lagi.”Dengan cepat Leary mengangkat wajahnya, matanya berbinar membulat sempurna, dan bibir mungilnya terperangah tersenyum senang. “Apa benar-benar boleh?”Olivia mengangguk, “Setelah makan, ibu akan mengajarimu.”Suara tepuk tangan senang Leary menyambut perkataan Ol
Hujan turun di malam hari, Olivia terlihat tengah melakukan sesuatu sendirian, sementara Leary sudah terlelap tidur di kamarnya.Sejak Leary tertidur, Olivia terlihat sibuk menyiapkan sesuatu penting sampai pertengahan malam.Olivia terduduk di sisi ranjang, memperhatikan Leary yang tertidur lelap memeluk bonekanya, Olivia sempat menambahkan selimut untuk menutupi Leary agar dia bisa nyaman. Leary akan terbangun bila mendengar suara petir.Olivia mengusap kepala Leary dan membunguk, mengecupnya beberapa kali.Olivia beranjak meninggalkan kamar, dia harus pergi untuk melakukan misinya, malam ini dia harus kembali meninggalkan Leary.Dengan berat hati Olivia akhirnya keluar rumah dengan menunggangi kuda, menerobos kegelapan, pergi ke tengah hutan dan melakukan perjalanan jauh ditengah-tengah lelapnya orang-orang yang tertidur.Olivia meninggalkan kudanya di sebuah rumah kecil tempat berteduh para petani, di sana dia berganti pakaian dengan menggunakan pakaian anti peluru bersama pakaia
Dena menjerit ketakutan, tetapi jeritan terbungkam ketika dia menjadi sasaran selanjutnya, Olivia menembak di belakang telinganya dan membuatnya tumbang dalam satu tembakan.Harry berlari begitu tersadar jika posisinya berada dalam bahaya, para pengawal yang semula berjaga berlarian berusaha menyelamatkan diri, mereka terlihat seperti segerombolan rusa yang berusaha menyelamatkan diri dari mangsa singa, mereka tampak tidak memiliki kekuatan apapun meski jumlahnya banyak dan tidak sebandingdengan seekor singa yang sendirian.Pergerakan angin yang di sekitar yang menggoyangkan ilalang dan menciptakan suara di antara suara air sungai, Olivia tidak membuang waktu lagi untuk menembak kepala Harry sampai membuat Harry terlempar jatuh ke rerumputan.Olivia menarik napasnya dalam-dalam merasakan kelegaan yang memuaskan setelah menghabisi tiga orang musuhnya tidak lebih dari tiga menit. Beberapa penembak yang baru menyadari keberadaan penembak di sekitar mereka, kini mereka langsung mencari-c
Leary beranjak dari ambang pintu dan menutupnya rapat-rapat, anak itu mulai terisak menangis di antara kesepian untuk melepaskan rasa sakit di dada yang tidak bisa ungkapkan dengan kata-kata untuk menjabarkan perasaannya. Dengan sisa-sisa tangisannya yang terdengar, Leary memutuskan kembali ke kamar mandi. Leary melepaskan pakaiannya yang kotor dan mulai mandi sendirian, memaksakan diri meski tubuhnya semakin menggigil kedinginan, dengan tekun anak itu membilas tubuh dan rambutnya dengan shampoo, tidak lupa dia menggosok giginya. Meski kini Leary sedang bersedih dan marah kepada Olivia, Leary tidak bisa hanya diam menunggu. Leary tidak tahu, apakah Olivia akan pulang pagi ini, nanti malam, atau mungkin esok hari. Banyak waktu yang Leary habiskan sampai dia bisa mandi dan berpakaian bersih, rambut panjangnya yang basah terlihat kusut belum sempat disisir. Dari sekian banyak pekerjaan yang bisa dia kerjakan, Leary masih belum bisa menyisir. Selesai mandi dan berpakaian bersih, gad
Olivia menarik mundur kursi rodanya dan bergerak, sebelum pergi membuka pintu, dia mengambil beberapa buah belati yang selalu dia sembunyikan di pot dan meletekannya di bawah dudukan kursi roda. Olivia membuka pintu dan langsung berhadapan dengan seorang laki-laki berwajah dingin bernama Haston. “Geledah!” titah Haston dengan nada arrogant, memerintahkan anak buahnya masuk ke dalam tanpa meminta persetujuan sedikitpun dari Olivia sang pemilik rumah. Ada sekitar sepuluh orang masuk ke dalam rumah dan mendorong Olivia untuk memberi jalan, bahkan sebelum Olivia angkat bicara, Haston menodongkan senjata ke arah Olivia dan menatap bengis penuh kebencian. Olivia mundur, membalas tatapan tajam Haston dan senjata yang ditodongkan tepat di kepalanya sebagai ancaman. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Olivia dengan napas yang kasar. Rahang Haston mengeras. “Jangan berpura-pura tidak tahu,” geramnya marah. “Apa aku terlihat seperti sedang berpura-pura?” tanya balik Olivia marah. Ujung
“Lepaskan puteriku!” perintah Olivia marah. Alis Haston sedikit terangkat, dia terhibur karena Olivia yang selalu tenang bisa langsung marah hanya dengan Haston menyentuh Leary. “Kau bisa marah juga ternyata,” ucap Haston mencengkram lebih kuat Leary sampai membuat anak itu merintih kesakitan. Leary meringis merasakan cengkraman Haston di pakaiannya membuatnya kesulitan bernapas, sebuah keberanian muncul disaat dia terdesak, Leary menggigit keras pergelangan tangan Haston. “Sialan!” maki Haston kesakitan, dengan mudahnya pria itu membenturkan Leary ke dinding dan membantingnya agar Leary melepaskan gigitannya. Olivia yang sudah berdiri, menarik belati di bawah kursi roda dan menebaskannya di pergelangan tangan Haston. Refleks tubuh Leary terjatuh, telepas dari cengkraman dan Haston berteriak kesakitan merasakan sayatan dalam yang memutuskan pembuluh darahnya sampai darah berceceran membasahi lantai. Tubuh Haston terjatuh ke lantai begitu Olivia menghajar wajahnya dengan satu puku
Leary tersenyum lebar merongoh beberapa permen di dalam saku roknya, kaki kecilnya bergerak cepat melewati jalan setapak menuju bukit, menghampiri kerumunan anak-anak seusianya yang kini masih asyik bermain. Leary akan menyapa teman-temannya sambil menawarkan permen. Dilihatnya Moore yang kini tengah bermain Barbie dengan tiga anak kecil lainnya, beberapa di antaranya lagi tengah bermain bola lempar. Baru satu langkah Leary mendekat dan hendak menyapa, bibir mungilnya yang sempat terbuka langsung terkatup rapat karena tatapan risih semua orang. Moore berdiri, begitu pula dengan teman-teman Moore yang lain. “Kau tidak boleh bermain dengan kami lagi,” larang Dania. Leary mengerjap bingung, merasakan tatapan tajam penuh permusuhan semua orang terhadap dirinya. Tangan mungil Leary bergerak pelan ke belakang tubuhnya, menyembunyikan permen yang sempat ingin dia berikan. “Kenapa?” tanya Leary tidak mengerti. “Ibuku bilang, ibumu orang jahat dan tengah dikejar polisi. Kami tidak mau