Arimbi yang tadi berbaring dengan refleks bangkit dari posisinya mendengar informasi yang disampaikan Bjorka padanya."Lo ketemu dia di mana, Ka?” tanyanya penuh rasa antusias.“Di acara wisudanya Rachel.”“Rachel adeknya Radev?”“Ya.”“Terus, terus, gimana ceritanya?”“Gue ngeliat dia dari jauh, gue kejar dan panggil namanya tapi dia nggak dengar terus dia langsung masuk ke mobil.”“Yaelah, Ka, cuma segitu doang?” Arimbi yang tadinya bersemangat ikutan lesu mendengar cerita Bjorka. Mengingat selama ini bertahun-tahun kakaknya itu mencari cinta masa kecilnya.“Masih ada sambungannya woi!” Bjorka mendorong pelan kepala adiknya.“Apa coba sambungannya?”Bjorka menghela napasnya sembari mereka ulang kejadian tadi lalu menyampaikannya pada Arimbi.“Gue ambil mobil buat ngejar mobilnya dia tapi udah nggak kekejar. Dia keburu pergi, gue kehilangan jejak.” Bjorka menutup ceritanya dengan embusan napas berat.“Tuh kan cuma segitu doang ternyata. Harusnya tadi lo kejar dong sampai berhasil,” s
Malam itu, Rachel, Radev, Starla, serta si kecil Bintang sudah berada di sebuah restoran fine dining. Radev merealisasikan ucapannya sebagai perayaan kecil-kecilan kelulusan Rachel.Radev agak terkejut ketika siangnya Rachel mengatakan padanya bahwa Bjorka juga akan datang.“Kok baru bilang sekarang?” protes Radev ketika Rachel menyampaikannya.“Udah nggak bisa lagi ya? Udah reSEMAKIN BERKEMBANGservasi ya?” kejar Rachel memburu.Mendengar betapa antusiasnya suara Rachel membuat Radev merasa heran. “Lo kenapa jadi nafsu gini ngajak Kaka dinner bareng kita?” selidiknya.“Nggak ada apa-apa. Kaka udah ngebantu gue soalnya. Jadi apa salahnya kalo gue ngundang dia. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih.” Rachel mengemukakan alasannya.Radev mencoba untuk berpikir positif. Mungkin itu hanyalah sekadar bentuk ucapan terima kasih biasa, tidak lebih. Bukannya Radev tidak mengizinkan adiknya itu dekat dengan sang sahabat. Ia hanya tidak mau ibunya memanfaatkan hubungan mereka, apalagi Rachel
Malam sudah semakin tua tapi tidak sepicing pun Bjorka sanggup memejamkan matanya. Kepalanya dipenuhi dengan berbagai pikiran mengenai perjumpaannya dengan wanita yang dicari-carinya selama ini.Saat pertemuan itu Bjorka memang hanya melihat wanita itu dari samping, tapi ia yakin sepenuhnya bahwa wanita itu adalah Nicole. Hanya saja yang Bjorka sesali adalah karena ia gagal menghentikan Nicole lalu bicara dengannya.Nicole benar-benar menghilang tanpa meninggalkan jejak apapun sekalipun jejak digital. Andai saja diberi kesempatan satu kali lagi untuk bertemu dengan Nicole maka Bjorka tidak akan membuang-buang kesempatan. Ia akan langsung menyatakan perasaannya yang terpendam sejak lama. Ia tidak akan membiarkan Nicole lolos dari hidupnya. Menjelang dini hari barulah Bjorka mampu memejamkan matanya. Itulah sebabnya pagi ini Bjorka terlambat bangun.Bjorka menemukan ruang makan sudah kosong saat ia turun untuk sarapan.“Ibu dan Bapak sudah berangkat sejak tadi, Mas, Mbak Arimbi juga di
“Ini ruangan kamu, Ra.” Bjorka membuka pintu berwarna coklat lalu melangkahkan kaki ke dalamnya. Rachel mengikuti dari belakang.Ruangan tersebut didominasi oleh perpaduan warna putih dan ungu. Terkesan begitu feminin. Rachel tidak tahu apa alasan pastinya. Tapi jika boleh menebak maka ia pikir pastilah karena Lavender identik dengan warna ungu. Sesuai dengan nama agensi model milik Bjorka, Lavender Management.Ruang tersebut jauh dari kata formal sebagaimana ruangan kerja di perkantoran. Persis seperti ruangan Bjorka, nyaris di setiap bagian dinding di tempat itu terpajang potret para model asuhan Lavender Management.Rachel melangkah mengitari setiap sudut penjuru tempat tersebut. Sepertinya dirinya akan betah berada di sana karena terasa jauh lebih nyaman dari apartemennya.“Gimana? Suka ruangannya?”Pertanyaan Bjorka membuat Rachel yang sedang melihat-lihat menggerakkan kepalanya untuk memandang pada lelaki itu.“Suka. Tapi ini pintu apa, Ka?” Rachel balas mengajukan pertanyaan b
"Mau ke mana lagi, Ka?”Pertanyaan itu terdengar oleh telinga Bjorka bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka. Bjorka yang sedang memakai sneakers-nya memandang ke arah itu. “Mau ke luar bentar, Ma.”“Nggak capek memangnya?” tanya Zoia lagi. “Baru pulang masa udah mau pergi lagi.”Bjorka hanya tersenyum. Belum ada satu jam dirinya berada di rumah setelah menemani Rachel mengantar dompet. “Mau ketemuan sama temen, Ma. Udah terlanjur janji soalnya.”Zoia percaya lalu keluar dari kamar Bjorka setelah berpesan pada putranya itu agar berhati-hati.Sepeninggal mamanya Bjorka mengambil dompet berwarna hitam milik Nicole. Tadi Rachel setuju saat Bjorka meminta dirinya yang akan mengantar. Rachel percaya begitu saja jika Bjorka memiliki teman yang rumahnya tidak jauh dari kediaman Nicole.Bjorka membuka dompet tersebut lalu mengamati untuk kesekian kali data-data yang tertera di KTP. Itu memang punya Nicole. Bjorka tidak akan pernah melupakan nama lengkap dan tanggal lahir gadis itu. I
Bjorka termangu di tempat duduknya dengan pikiran yang saling tumpang tindih di kepala.Siapa laki-laki itu sebenarnya? Kenapa sambutan Nicole begitu hangat? Berbeda dengan yang ditunjukkannnya pada Bjora. Apa laki-laki itu seseorang yang begitu istimewa?Nicole dan laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Bjorka. Bjorka bisa mendengar saat laki-laki itu bertanya pada Nicole.“Siapa dia, Beb?”“Namanya Bjorka, dia temenku waktu SMU.”“Terus dia ngapain ke sini?”“Dia mau nganterin dompet aku yang hilang.”“Bisa sekebetulan itu?” Lelaki yang belum Bjorka ketahui namanya mendelik ke arah Nicole.Nicole hanya tersenyum lalu mengenalkan keduanya.“Ka, kenalin ini Davis. Dav, ini Bjorka.”Bjorka mengulurkan tangannya untuk berjabatan sembari menerbitkan senyum tipis. Tapi tangannya tidak bersambut. Davis hanya mengangguk sekenanya.Bjorka menarik kembali tangannya yang terlanjur terulur. Belum sempat ia berpikir apa-apa, Davis sudah bertanya padanya.“Lo beneran temennya Nicole?”“Iya, gue
Nicole masuk ke kamar lalu mengunci pintu rapat-rapat. Ia sedang ingin sendiri tanpa seorang pun mengganggunya. Davis baru saja pulang setelah di sisa kebersamaan mereka Nicole memasang tampang masam.Sambil berbaring Nicole mengambil kartu nama dari dalam sakunya lalu membaca dengan seksama.Ada nama dan nomor telepon Bjorka di sana beserta alamat kantornya. Sembari mengamati kartu nama tersebut Nicole mencoba mengingat-ingat masa-masa sekolahnya dulu. Saat masih ABG banyak teman-teman sekolahnya yang menggoda Nicole. Tapi ia tidak terlalu memedulikannya. Prioritasnya saat itu hanya belajar bukan pacaran.Ia kemudian mulai berpikir apa Bjorka adalah salah satu teman sekolah yang tergila-gila padanya?Tidak ingin terbunuh rasa penasaran, Nicole mengambil ponsel lalu menggulirkan jarinya di sana mencari nama teman lama yang sampai saat ini masih keep in touch dengannya. Mungkin temannya itu bisa membantu memulihkan ingatannya.“Halo,” sapa suara di seberang sana.“Rin, sorry ganggu ma
Nicole berjalan dengan terburu-buru. Kedua tangannya dipenuhi oleh kantong-kantong belanja. Saking terburu-burunya ia jadi menabrak seseorang.“Sorry, sorry,” ucapnya pada lelaki yang ia tabrak.Lelaki berambut gondrong itu tersenyum padanya. “Nggak apa-apa.”Nicole akan kembali meneruskan langkahnya ketika laki-laki itu mencegat.“Biar saya bantu,” ujarnya menawarkan bantuan melihat Nicole kewalahan membawa barang-barang.“Nggak usah, Mas, terima kasih.”“Nggak apa-apa, Mbak, nggak usah sungkan, saya orang baik-baik kok.” Lelaki itu memaksa untuk tetap membantu.Nicole terpaksa memberikan salah satu kantong belanjaannya yang paling besar pada lelaki itu. Lumayan mengurangi bebannya. Lagi pula lelaki itu sepertinya tidak ada maksud buruk. Hanya kasihan pada Nicole yang kewalahan membawa belanjaannya sendiri.“Sendiri aja, Mbak?” tanya laki-laki itu sembari mereka berjalan keluar dari supermarket menuju tempat mobil Nicole diparkir.Nicole mengangguk.“Saya Jojo, kalau Mbak namanya sia