“Kamu yakin?”Azizah menatap seorang pria yang duduk berhadapan dengannya saat ini, pria itu menaikkan sebelah alis dan memberikan ekspresi tidak percaya kepadanya. Seolah diremehkan, Azizah menganggukkan kepala yakin.“Okey kalau kau ingin melakukannya sendiri,” ucap Fernandra, menegakkan tubuhnya lalu mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya dan memberikannya kepada Azizah yang memicingkan mata.“Selama kamu mengikuti Darino, kamu tidak mungkin menggunakan motor atau sepeda, tidak juga dengan menggunakan mobil pribadi milikmu. Jadi, kamu harus menggunakan kendaraan yang belum pernah dilihat oleh Darino,” jelasnya dengan tenang dan santai.Kedua mata Fernandra memperhatikan Azizah yang mengambil kunci mobil keyless, terdapat logo dari merk mobil terkenal, dan bisa dipastikan mobil tersebut bisa membeli rumah yang ditempati oleh kedua orangtua Azizah saat ini.“Ada orang kepercayaanku yang akan menjagamu dua puluh empat jam,” lanjut Fernandra, tersenyum kepada Azizah yang kini sed
“Sayang ….”Azizah menoleh, menatap suaminya yang hanya berdiri di ujung ranjang sambil menatap ke arahnya. Ia memicingkan mata, “Kenapa, Mas?” tanyanya dengan bingung.Sudah dua hari Azizah tidak mengobrol serius dengan suaminya, dikarena masalah pada pagi hari lusa kemarin, dan suaminya itu sibuk dengan kerjaan, ditambah membantu Carissa mencari Carlinta yang masih dalam kendali Fernandra.Berbicara Fernandra, Azizah belum memberitahu suaminya bahwa Fernandra yang merupakan masalalunya datang lagi setelah selesai pengobatan di luar negri. Ya mau bagaimana, Azizah hanya bisa mengatakannya kalau ada waktu berdua dengan Darino.“Kasihan Carissa.”Azizah menaikkan sebelah alis, menaruh kembali potongan apel yang sudah berada di depan bibirnya. Pernyataan yang baru saja diucapkan oleh suaminya itu sangat mengganggunya, dan membuatnya tidak mood.Azizah menaruh piring tersebut di meja nakas, lalu turun dari ranjang sambil menguncir surai panjangnya dan melangkahkan kedua kaki jenjangnya s
“Fernandra? Kamu ada hubungan sama dia?”Azizah menarik nafas lalu menghembuskannya dengan perlahan, menatap kedua mata suaminya yang sedang menatapnya. Ini kedua kalinya dituduh negatif oleh suaminya sendiri. Suami, bukan orang asing yang tidak dekat dengan Azizah.“Aku tahu mereka sepupuan itu dari Mommy dan Daddy, bukan Fernandra,” ucap Azizah setelah dirasa tenang.Darino menatap kedua mata Azizah, “Bukan itu yang aku maksud.”“Apa?”“Carlinta ikut terlibat.”Azizah menghela nafasnya, menyugar surai panjangnya. Ia pikir dengan memberitahu suaminya bahwa Carlinta ikut terlibat, akan membuat pembicaraan pada pagi hari ini terhenti dan tidak perpanjang. Tetapi Azizah salah, Darino terus membahasnya.“Iya. Aku tahu dari Fernandra. Kenapa?” ucap Azizah dengan lantang, mengangkat dagunya berani.Azizah tidak peduli jika nanti dianggap istri durhaka karena berani melawan suami, Azizah akan bersikap seperti apa yang dirasakan saat ini. Bukan karena tidak menghormati Darino, tetapi suaminy
Azizah menggerakkan kedua kakinya tidak tenang, sesekali melirik pintu yang masih tertutup. Saat ini dirinya sedang berada disebuah ruangan yang hanya ada dirinya, walaupun berada di ruangan yang private, tidak membuatnya sepenuhnya tenang.Clek!Azizah menoleh setelah mendengar knop pintu yang ditekan, seperkian detik berikutnya terlihat seorang pria yang berdiri tegap dengan setelan kantor yang rapih. Fernandra, pria itu melangkah mendekati Azizah yang spontan berdiri.“Sepertinya ada yang ingin kamu sampaikan karena harus banget bertemu pagi-pagi seperti ini,” ucap Fernandra sesaat setelah kedua kakinya berhenti dihadapan Azizah yang tersenyum tipis kepadanya.Azizah tidak menanggapinya, ia memberikan kode kepada Fernandra untuk duduk melalui tatapan mata yang melirik kursi kosong sebelah Fernandra. Pria itu mengangguk-anggukkan kepala, mengerti akan kode tersebut dan langsung duduk di kursi tersebut.Sementara itu Azizah segera duduk, menatap kedua mata Fernandra yang sedang menat
“Senang bisa bertemu denganmu, Darino Arlando.”Fernandra tersenyum kepada pria yang baru saja berdiri dihadapannya, ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Darino yang datang bersama Azizah. Mereka bertemu di cafe, memilih tempat duduk paling pojok supaya lebih private tanpa bharus memesam ruangan VIP.Darino memperhatikan penampilan Fernandra yang mengenakan kemeja berwarna biru dongker dan celana panjang berwarna abu-abu terang, berhenti untuk menatap kedua mata Fernandra yang berbinar dengan senyum manis di bibir pria itu.Azizah menggigit bibir bawahnya, menatap Fernandra dan Darino silih berganti. Dirinya sudah menebaknya, situasinya akan seperti ini. Canggung, bagaimana caranya obrolan malam ini lancar? Tanpa adanya kesalahpahaman yang mungkin akan terjadi.“Oh iya ….” Fernandra berusaha untuk bersikap sebaik mungkin, memberikan kesan bagus pada pertemuan pertamanya dengan Darino. Lebih tepatnya menghargai pria dihadapannya saat ini sebagai suami dari Azizah, dan memba
Beberapa jam sebelumnya ….“So, sekarang kamu ada waktu untuk kita mengobrol?” tanya Fernandra, tersenyum kecil kepada Azizah yang tengah menatapnya. “Aku rasa, kita perlu bicara … satu sampai dua jam. Bisa?” tambahnya.Azizah terdiam, dirinya melirik jam arloji pada pergelangan tangannya. Satu jam saja sudah terlalu untuknya, dan menurutnya itu sudah termasuk selingkuh karena berbicara dengan laki-laki lain yang notabennya masalalu, tanpa seizin suami.“Bukan tentang membahas yang sudah terjadi. Ini tentang nanti sore, kalaupun masih ada waktu, kita bisa membahas rencana selanjutnya,” tutur Fernandra, ia sangat tahu bahwa perempuan yang sedang bersamanya saat ini sedang gelisah dan kebingungan.“Tetapi jika kamu takut semuanya berantakan, ya it’s okay. Kita bicara lain, setelah kamu mendapatkan izin dari suamimu itu,” lanjutnya.Azizah bernafas lega, tetapi perasaannya tetap mengganjal. Seharusnya ia senang karena Fernandra tidak memaksanya untuk berbicara, entah kenapa perasaannya s
Azizah menatap Darino yang berdiri dihadapannya saat ini, mereka baru saja sampai di rumah setelah pertemuan dengan Fernandra. Pertemuan yang berakhir dengan damai, dan tidak ada keributan yang terjadi diantara mereka.Azizah bisa bernafas lega sekarang, karena Fernandra benar-benar bisa diajak kerjasama. Masalalunya itu bisa profesional, bisa membedakan mana yang harus diprioritaskan dan hal yang bisa dinanti-nanti. Tetapi disisi lain, dirinya sedikit merasa bersalah karena harus menutupi rencananya dari Darino-suaminya-.Wanita itu bergumam pelan, menaruh tangannya pada pundak suaminya dan menatap kedua mata sang suami yang sedang menatapnya. “Aku tidak akan menanyakan bagaimana pandangan kamu tentang Fernandra, tapi aku akan menanyakan hubungan kamu sama Carisa sekarang,” tuturnya, membuat pria dihadapannya saat ini menaikkan sebelah alis.Sesuai dengan prediksi Azizah, Darino akan bingung dengan ucapan yang baru saja ia katakan. Azizah memang sengaja membahas Carisa, karena diriny
Fernandra duduk dengan kaki kanan yang menopang pada kaki kirinya, tangan kirinya terdapat rokok yang menyala dan kedua matanya menatap Carlinta yang sedang menatapnya dengan mata yang bengkak.“Kamu itu terobsesi sama Azizah, bukan cinta!”Fernandra menaikkan sebelah alis, “Apa aku akan mendengarkan ocehanmu yang tidak bermutu itu, hm?” ucapnya dengan nada datar, lalu menyesap rokok dan mengembuskan asap dari hidung.Berbeda dengan Carlinta yang duduk terikat dibangku menatap tajam kearah Fernandra yang sedang menatapnya. Dirinya berusaha keras untuk bisa melepaskan diri dari tali sialan yang sudah mengikatnya kurang lebih tiga hari.“Kamu tidak mencintainya.”“Tidak bisa diterima oleh logika,” tukas Fernandra, ia bangkit lalu melangkahkan kaki mendekati Carlinta yang menaikkan dagu menantangnya.Pria itu mencapit dagu Carlinta lalu menekanannya, kedua matanya bertemu dengan kedua mata Carlinta yang menatapnya tajam. “Hanya orang bodoh yang terobsesi sama orang lain tapi melakukan ef
“Gimana hubunganmu dengan Azizah? Overall okey?” tanya Fernandra dengan santai disela-sela melangkahnya, mengikuti langkah Azizah yang sedang melakukan panggilan video dengan Arlin, 6 langkah darinya.Darino bergumam menanggapinya, kedua matanya memperhatikan istrinya dan sesekali mengedarkan atensinya untuk memastikan tidak ada yang berniat jahat kepada istrinya yang terlihat happy saat memperlihatkan seisi ruangan di lantai satu ini.“Hubungan aku dan Azizah tidak pernah ada masalah,” ucap Darino, lalu menoleh saat pria di sisi kirinya ini tertawa. “Hanya ada binatang buas di luaran,”: tambahnya, semakin membuat Fernandra tertawa.“Seperti itu kamu bilang tidak pernah ada masalah?” celetuk Fernandra, tersenyum penuh arti kepada Darino yang otomatis menghentikan langkah dan menatapnya. “Ada yang ingin aku bicarakan. Tidak di sini. Ikut aku,” bisiknya, memberikan isyarat kepada Darino yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya.Fernandra melangkah kaki mendekati Azizah yang meno
Azizah bersedekap dada dengan ekspresi wajahnya yang datar, menatap perempuan yang ada dihadapannya saat ini. Carisa Hargantasya, masalalu dari suaminya dan perempuan yang masih mengejar Darino, bahkan berusaha untuk merebut Darino darinya.Tidak ada orang lain disini, termasuk suaminya yang sedang pergi ke kamar mandi.Azizah tidak ceroboh, ia memperhatikan sekitar, lalu tersenyum miring saat daun sirih di depan sana bergerak disaat tidak ada angin. Sudah jelas sekali ada orang lain yang sedang mengupingnya. Tidak usah menebaknya lebih lanjut, dirinya sudah mengetahui siapa orang itu.“Gimana tadi perjalanannya? Lancar?” tanya Azizah dengan suara lembut, mengulas senyum manisnya kepada Carisa yang menaikkan sebelah alis bingung. “Pasti capek ya nyetir sendiri? Aku saja tadi bergantian sama Mas Darino,” tambahnya, diakhiri dengan tersenyum tipis.“Kamu ….”“Oh sebentar ….” Azizah masuk ke dalam mobilnya, lalu kembali kehadapan Carisa yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya. I
“Fernandra sudah menunggu disana?” tanya Darino, menoleh ke sisi kirinya untuk melihat wanitanya yang menoleh.“Aku tidak nanya kepadanya setelah aku mengabari kalau kita akan datang ke pembukaan villa-nya,” ucap Azizah dengan santai, lalu mengalihkan atensinya memperhatikan jalan tol yang sangat senggang pada pagi menjelang siang ini.Darino hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk-angguk, “Aku kira, kamu bertukar pesan dengannya,” ucapnya tanpa menatap Azizah.Azizah tersenyum tipis, bodoh jika dirinya tidak memahami penuturan yang baru saja diucapkan oleh Darino kepadanya. Kalimat menyindir untuknya, mungkin juga lebih tepatnya kalimat sarkas yang ditujukan kepadanya.Azizah merupakan wanita pintar dan peka terhadap sekitarnya. “Aku tidak seperti itu, Mas. Aku sangat menjaga perasaan kamu yng masih menjadi suami aku,” imbuhnya, melirik suaminya yang terdiam.Azizah membalas yang sama, ia melemparkan kalimat sarkas untuk Darino, dan dirinya sangat yakin bahwa Darino menyada
“Bagaimana? Sudah kamu bicarakan dengan Darino?”Kedua atensi Azizah menatap lurus pintu, bukan … lebih tepatnya memperhatikan kunci yang menggantung di depan sana. Saat ini dirinya sedang berada di kamar kosong yang sudah lama tidak dipakai, karena kamar ini khusus untuk tamu jika keluarga besarnya datang dan menginap.Ponsel pintar yang menempel pada telinga kanan perempuan itu membuat Azizah harus mempertajam indra pendengarannya, supaya terdengar jelas suara seorang pria disebrang sana.“Sudah. Nanti jam sembilanan aku berangkat dari sama Darino. Kamu akan standby di sana, kan?” ujar Azizah kepada seseorang yang diyakini ialah Fernandra Aurinta, masalalunya yang saat ini sedang bekerjasama dengannya untuk mengungkap peneror yang sudah meresahkan hampir satu bulan ini.Sementara itu di tempat lain, seorang pria berdiri dengan tangan kirinya yang dimasukkan ke dalam saku celananya, kedua matanya tertuju kepada perempuan yang terikat di kursi dengan mulut yang dilakban.“Ya. Aku akan
Azizah menipiskan bibirnya, menatap suaminya yang sedang berkutat dengan laptop yang menyala di pangkuan pria di sisi kirinya saat ini. Setelah obrolannya dengan Fernandra tadi pagi, membuatnya terus berfikir kata-kata dan kalian yang tepat saat berbicara dengan sang suami.“Apa ada yang terjadi hari ini?” Suara berat milik Darino yang secara tiba-tiba, membuat Azizah mengerjapkan kedua mata dan tersadar. Darino menoleh, menaikkan sebelah alisnya. “Katakan. Apa ada yang mengganggumu hari ini?” tanyanya, lagi.Azizah menggelengkan kepala, tersenyum tipis. Rasanya seperti belum siap untuk membicarakannya dengan Darino, padahal hanya tinggal bertanya dan membujuk suaminya untuk mengosongkan waktu jika memang ada kegiatan.Sedangkan Darino menaruh curiga terhadap istrinya saat ini. Ia tidak yakin bahwa semuanya sedang ‘baik-baik saja’. Perasaannya lebih berkata ‘Ada sesuatu’ hari ini. Dirinya tidak boleh memaksakan istrinya untuk mengatakan yang sebenarnya, karena hubungannya dengan Aziza
Azizah mengulas senyum saat kedatangannya berhasil menarik perhatian Fernandra yang tidak sengaja menoleh ke arahnya. Perempuan itu duduk di sofa single set, tersenyum kepada putrinya dan memberikan kode untuk duduk dipangkuannya. Arlin yang mengindahkannya tanpa membantah.“Arlin nakal, Fer?” tanya Azizah membuka obrolan diantara dirinya dan Fernandra, sedangkan putri kecilnya hanya bergeming memperhatikan Fernandra yang menatapnya dengan tatapan lembut.Fernandra menggelengkan kepala. “Aman, Azizah. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan,” tuturnya dengan suara yang lembut, ditanggapi dengan tersenyum tipis.Atensi Azizah kini tertuju kepada Arlin yang sedang menatapnya. “Om Fernan nakal?” tanyanya dengan suara lembut, tangannya terangkat mengusap puncak kepala putrinya yang menggelengkan kepala.“Om Fernan baik, aku nyaman ngobrol sama dia.”“Oh iya?”Arlin menganggukkan kepala, menatap kedua mata mamanya yang sedang menatapnya dengan tatapan menggoda. “Setiap aku tanya, dijawab sam
“Om ini temennya Mama?” tanya seorang gadis kecil kepada seorang pria yang duduk di sisi kanan gadis itu, ditanggapi dengan tersenyum dan kepala yang mengangguk. “Papa kenal sama Om berarti?” tanyanya, lagi.Fernandra terkekeh pelan, “Benar. Papa kamu kenal sama Om.” Senyumnya tidak luntur, kedua matanya memancarkan kehangatan, berusaha untuk membuat Arlin nyaman bersamanya saat ini ketika Azizah sedang bicara dengan Karisya-Mama Azizah & Nenek Arlin-.Pria itu berkunjung ke rumah pada pagi hari, ketika semuanya sedang berada di rumah, terkecuali Darino yang sudah pergi pagi-pagi sekali, kata Azizah sebagai istri sah Darino, dan orang yang mengantar Darino hingga sampai teras.Arlin bergumam pelan, ia memperhatikan garis wajah Fernandra, mencoba untuk menganalisa karak pria itu hanya dari garis wajah. Sedangkan Fernandra hanya terdiam dengan kedua sudut bibirnya yang melengkung mengukir sebuah senyum manisnya.“Sepenglihatan aku yaa, Om ini orang baik, tapi kenapa Grandma tidak suka s
Seorang pria menipiskan bibirnya, menyatukan kesepuluh jarinya, dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Pria itu mengenakan kemeja hitam pendek dan celana berwarna hitam, duduk seorang diri di sofa berwarna putih. Tentu saja, ini bukan rumahnya karena melihat dari gestur pria itu terlihat gelisah dan tidak nyaman.Tak berselang lama, seorang perempuan mengenakan mini dress berwarna merah muda, motif bunga pada bagian bawah. Perempuan itu melangkahkan kaki mendekati pria yang sedang memukul kening dengan tangan yang bertaut, membuatnya menyunggingkan senyum dengan kedua tangannya yang memegang kedua sisi nampan yang terbuat dari stainless.“Di minum, Darino.”Pria yang dipanggil ‘Darino’ itu menoleh, bertemu tatap dengan kedua mata perempuan berdiri di sisinya dengan sedikit membungkuk, seperti dengan sengaja memperlihatkan belahan dada kepadanya.Darino segera memalingkan wajahnya, “Terimakasih, Carisa,” ucapnya tanpa menatap Carisa yang menegakkan tubuh sebelum akhirnya duduk di sebelahn
Azizah mengetuk pintu di hadapannya saat ini, ia datang ke rumah seseorang seorang diri setelah mengantar Arlin kembali ke rumah, walaupun tadi sempat ditahan oleh putrinya itu, dan atas bantuan mommynya semua berjalan lancar.Disinilah perempuan itu berada. Berdiri di teras, mengetuk pintu dua kali, dan menunggu dengan kedua matanya yang mengedar. Banyak tumbuhan hijau yang menyegarkan penglihatannya, dan terdapat mobil sport berwarna hitam yang terparkir di carport rumah tiga lantai ini.Tak butuh waktu lama, pintu besar dan tinggi dihadapan Azizah terbuka, memperlihatkan seorang pria mengenakan kaos pressbody berwarna putih, rambut yang basah dan celana hanya selutut. Pemandangan yang bisa membuat Azizah menelan saliva, tampan, Azizah tidak bisa berbohong mengenai fisik yang dimiliki oleh pria dihadapannya saat ini.“Hai … sudah lama?” Suara berat dan pertanyaan dari pria itu menyadarkan Azizah dari lamunannya. Sedangkan pria itu terkekeh pelan saat melihat Azizah menggelengkan kep