Sepanjang perjalanan, Anna membuang muka sambil melihat kendaraan yang berlalu-lalang memadati kota. Di sampingnya, Luke sedang fokus menyetir dengan tampang sangarnya. Jangan tanya, bagaimana takutnya Anna sekarang. Gerak-gerik Luke, menandakan jika sebentar lagi dia akan mendapatkan hukuman.
Sungguh Anna tak menyangka, Luke akan berada di mansion utama. Dia kira, Luke sedang di kantor atau di club bersenang-senang dengan makhluk jadi-jadian seperti Selena.
Anna melirik Luke kilas. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara dari kubunya maupun dari pihak si menakutkan. Sehingga, suasana di dalam mobil semakin terasa mencekam.
Menyadari, jika Anna menatapnya, secara mendadak, Luke menginjak rem dan .... dug! Anna yang tidak siap, harus terantuk ke dashboard mobil.
“Aduh! Kamu sudah gila ya?” sungut Anna sambil mengusap keningnya yang merah.
Luke menoleh dengan matanya yang tajam. Seringaian tipis di bibirnya membuat Anna ngeri saja. “Kamu melanggar aturan. Kamu benar-benar keras kepala dan aku sudah muak! Kamu ingin menantangku huh?!” suara Luke meninggi. Dia benar-benar marah. Anna berani melanggar peraturannya yang berarti, sudah berani mempermainkannya.
“Keluar dari mobilku, se-karang!”
Anna menyipitkan matanya. “Kamu tidak serius ‘kan? Ini sudah malam dan untuk sampai ke rumah masih sangat jauh. Apalagi, di jam seperti ini, akan banyak preman-preman yang mabuk di jalanan,” cicit Anna dengan lemah. Dia tidak ingin, Luke menunjukkan kekejamannya sekarang. Jika saja dia punya uang, dengan senang hati dia akan turun dan melempari wajah menyebalkan Luke dengan uang kemudian pulang naik taxi mewah. Tapi, sepeser pun dia tak punya. Jadi, angan-angannya tadi hanya akan menjadi mimpi dan semoga, Luke tidak memberinya mimpi buruk.
“Aku bilang, ke-luar!” tegas Luke dengan kesangarannya. “kamu tidak ingat apa statusmu?! Kamu pembantuku dan aku Tuanmu! Jadi, keluar sekarang atau aku akan melemparmu keluar!”
“Luke, aku mohon. Biarkan aku pulang denganmu. Bagaimana jika terjadi sesuatu padaku? Di sini, daerah rawan penjahat.”
“Siapa peduli? Bukankah, setiap pekan kamu menidurinya banyak pria? Jadi apa salahnya, jika kamu juga meniduri preman-preman di luar sana.”
Anna mengerjap. Luke menjadikan penolakannya tadi malam sebagai senjata. Benar-benar, sialan.
“Kamu marah soal semalam?” tanya Anna dan Luke malah tertawa pelan.
“Bodoh! Kamu kira, cuma kamu satu-satunya yang bisa aku tiduri heh?” kekeh Luke. “c’mon ... Di dunia ini, masih banyak wanita berkelas dan aku bisa beli dengan uang.”
Oke. Anna mempermalukan dirinya sendiri, kali ini. Bisa-bisanya dia menganggap Luke terbawa perasaan soal semalam. Sedangkan di luar sana, banyak sekali wanita yang mengantre untuk mendapatkan kencan malam bersama suaminya yang menyebalkan itu. Dan di rumah pun, sudah ada contohnya.
“Luke—“
“Keluar atau aku lempar?!”
Ancaman nyata Luke, membuat Anna memilih keluar sendiri dari pada harus merasakan kerasnya aspal. Begitu pintu tertutup, mobil Luke melaju kencang. Luke benar-benar meninggalkannya di jalanan itu sendirian. Tanpa uang, hanya sendirian memeluk tubuhnya yang kedinginan oleh hembusan angin dalam pekatnya malam.
Luke tetap melajukan mobilnya kencang. Tak peduli dengan Anna di jalanan sana meskipun hujan mulai turun dengan derasnya. Anna harus dia beri pelajaran setimpal, agar tidak berani melanggar aturannya lagi. Bisa-bisanya, Anna mempermainkan nya seperti ini?
“Nikmati hukumanmu. Besok, Akan ada mimpi yang lebih buruk dari ini, Anna ....”
****
Anna berlari menghindari hujan. Tubuhnya sudah basah kuyup karena tak kunjung menemukan tempat untuk berteduh. Dan akhirnya, di depan sebuah toko yang sudah tutup, Anna memilih berteduh dari hujan deras yang di sertai, oleh kilat yang sesekali menyambar.
“Ya Tuhan, berengsek sekali suamiku itu,” cicit Anna sambil memeluk tubuhnya yang menggigil—kedinginan.
Entah sudah jam berapa sekarang. Kendaraan umum sudah tidak ada. Bahkan, kendaraan tak banyak berlalu-lalang. Orang-orang, pasti enggan keluar rumah di saat cuaca seperti ini.
Kruyuukkk ...
Anna memegang perutnya. Dia lapar sekarang. Seharian dia belum makan, karena keberadaan makhluk jadi-jadian bernama Selena di rumahnya. Dan bagaimana dia bisa mengisi perutnya dalam kondisi begini? Jalan satu-satunya. Dia harus bisa bersabar dan berharap hujan segera reda agar bisa secepatnya pulang ke rumah.
Beberapa jam berlalu. Hujan sudah mereda. Tinggal rintik-rintik hujan yang di temani oleh angin yang terasa dingin menembus ke tulang-tulang. Di jalanan sepi itu, Anna sendirian sambil memeluk erat tubuhnya. Siapa yang akan mengira, putri seorang billionaire terpandang sekelas, Axelendra Thomas berjalan sendirian seperti gelandangan di tengah malam?
Pyar!
Anna terkejut, ketika mendengar pecahan kaca. Dia menengadah, mencari sumber suara. Dan di depan sana, segerombolan preman jalanan, sedang mabuk sembari berjalan sempoyongan se arah dengan dirinya.
Ya Tuhan, lindungi aku. Batin Anna.
Anna terus melangkah di ujung kanan jalan. Dia menguatkan hatinya, dengan terus berdoa dan melangkah cepat-cepat. Setelah dia berpapasan dengan preman-preman itu nanti, barulah situasi mengancam ini akan berlalu.
Anna menundukkan wajahnya dan terus melangkah. Berusaha untuk tak sampai terlihat oleh preman itu. Karena jika sampai terlihat, pasti lah hidupnya akan tamat.
“Akhirnya ... “ lirih Anna begitu berhasil berpapasan dengan mereka. Tapi, baru beberapa detik Anna bisa bernafas lega, sebuah olokan membuatnya kembali ketakutan. Ini sebuah ancaman. Saat dia menoleh, para preman itu sedang melihat ke arahnya.
Ya Tuhan, ini mimpi buruk. Anna menarik nafasnya dan lari se kencang yang dia bisa. Dan tentu saja, para preman itu mengejarnya.
Di jalanan sepi itu, Anna sendirian dan tidak bisa meminta pertolongan pada siapa pun. Ini membuktikan, bagaimana brengseknya Luke dan bagaimana kejamnya pria yang ber status sebagai suaminya itu.
Anna mulai kehabisan tenaga. Sedangkan, jarak antara dirinya dan preman itu sudah semakin dekat. Tubuhnya mulai terasa lemah dan bergetar karena kelaparan. Kepalanya juga terasa pusing dengan jantung berdebar. Sebentar lagi, dia pasti tertangkap. Dan benar, para preman itu berhasil menangkapnya yang jatuh tersandung di jalanan.
“Mau lari ke mana, cantik?” ucap salah satu preman itu sambil memegang lengan Anna.
Anna berontak dengan sisa tenaganya. “Tolong, lepaskan aku. Aku akan memberikan uang sebanyak yang kalian mau. Tapi, aku mohon. Lepaskan aku,” pinta Anna dengan memelas. Preman itu ada 3 orang. Entah, bagaimana hancurnya dia jika Preman-preman itu berhasil melakukan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Preman-preman itu tertawa keras. “Bagaimana mungkin kami melepaskan buruan yang berhasil kami tangkap? Hahaha ... Itu bodoh namanya. Lagi pula, kami memang butuh kehangatan di cuaca sedingin ini, hahaha .... “
Anna menendang selangkangan pria itu dengan kuat sehingga pegangan pria itu terlepas. Tapi, saat akan lari, preman yang satunya berhasil menangkapnya dan Plak!
Preman itu menampar wajah Anna dengan kuat, sampai-sampai Anna jatuh telungkup di aspal. “Kau lebih suka kekerasan rupanya,” ucap preman yang menampar Anna.
Anna menggeleng kuat sambil beringsut menjauh. “Tolong, jangan lakukan ini padaku.”
“Tenang saja, cantik. Semua wanita juga mengatakan hal yang sama. Tapi pada akhirnya, mereka juga akan menikmatinya. Hahaha .... “
“Tolong ...! Tolong ...!” teriak Anna saat ke tiga pria itu menyeretnya ke semak-semak di pinggir jalan.
“Berteriaklah sepuasmu. Tidak akan ada yang mau menolongmu. Hahaha... “
Ke dua preman itu memegang tangan Anna dan membaringkannya di tanah. Sedangkan preman yang satunya, yang tadi berhasil Anna tendang, berjongkok menatapi Anna dengan pandangan—menjijikkan.
“Kau berani melawanku?!” Plak!
Anna menangis pilu. Wajahnya, harus merasakan kekejaman tangan kasar preman itu lagi. Belum sembuh, sakit yang dia dapatkan dari Luke semalam, kini dia mendapatkan sakit lagi dan tentunya mimpi buruk yang akan membuat hidupnya benar-benar hancur tak tersisa.
Sungguh, Anna tak menyangka, hidupnya akan bernasib se tragis ini. Di perkosa oleh preman-preman jalanan, di pinggir jalan pula. “Jangan, ku mohon ... “ pinta Anna di sela isak tangisnya yang menderas.
Anna lelah. Dia tidak punya kekuatan lagi untuk melawan. Apa lagi yang bisa dilakukan oleh wanita lemah sepertinya, jika bukan berharap seseorang datang menolong atau kemudian menyerah oleh permainan nasib?
Cest!
Ya, hanya itu harapan terakhir Anna, sebelum bising peluru itu terdengar berbisik di telinga dan pria yang berniat menggagahinya, mati mengenaskan dengan luka tembak di kepala.
Ke dua preman yang memegangnya berdiri dan hendak melawan. Tapi, dua tarikan pelatuk kembali terdengar, dan seketika, ke dua pria itu juga mati mengenaskan menyusul temannya.
Di tengah gelapnya malam, Anna masih bisa melihat siluet seorang laki-laki yang menolongnya. Dan setelah itu, Anna tak sadarkan diri setelah rentetan peristiwa yang akan menjadi mimpi buruk dalam hidupnya.
***
Luke sudah sampai di rumah. Dalam hatinya, sama sekali tak terbesit keinginan untuk menunggu atau memutar arah untuk menjemput Anna. Biarlah wanita itu mendapatkan hukuman atas kelancangannya. Anna sudah melewati batas, hanya gara-gara perhatiannya tadi pagi. Anna kira, dia akan luluh begitu saja? Cuih! Mimpi!Luke membuka pintu. Dan pemandangan di depannya, membuat bibirnya sedikit tertarik membuat senyuman tipis. Rasa kesal dan kepenatannya menghilang seketika. Selena, pelacur sexi yang dia booking untuk memuaskan sekaligus tinggal di rumahnya, sudah menunggunya dengan pose sexi. Wajah Selena yang cantik dengan gaun tidur merahnya yang berpotongan dada rendah dengan panjang sampai paha, membuat Luke bangga pada dirinya sendiri. Dia tidak salah memilih jalang, untuk membalas penolakan Anna. Selena tak kalah cantik dari Anna, walaupun sisi memesona Anna—sangat alamiah.Luke menutup pintu dan Selena sudah memeluknya dari belakang. Tubuhnya
Beberapa jam sebelumnya ...Alex yang tadi sempat melihat kedatangan Anna, bergegas untuk masuk ke dalam mansion. Entah bagaimana reaksi Queen atau Katherine melihat Anna berada di sana. Yang pastinya, istrinya Rose lah yang akan menjadi penengah di antara mereka.“Sweety, di mana Anna? Tadi, aku melihatnya datang?” tanya Alex begitu mendapati ruang tamu mansion nya, sudah sepi. Hanya ada Rose yang sedang merapikan mainan Davio yang tercecer di sofa.Rose duduk di sofa, lalu menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Mengisyaratkan agar Alex duduk bersamanya.Alex tersenyum geli, kemudian mengikuti perintah wanita yang sudah menjadi ibu dari anaknya itu. “Kau semakin manis, Sweety,” Cup! ucap Alex sambil mengecup pipi kiri Rose.Rose sedikit tersentak, lalu memukul dada Alex dan celingak-celinguk tak jelas. “Alex! Ingat umur. Jangan bertingkah sep
“Anna bagaimana keadaanmu?” tanya Alex yang saat ini duduk di kursi di sebelah ranjang yang di tiduri Anna. Benar. Orang yang sudah menolong Anna dari kejahatan preman jalanan itu, adalah ayah mertuanya sendiri. Entah bagaimana ayah mertuanya itu, bisa berada di sana dan menolongnya? Sedangkan Luke? Bahkan sampai saat ini, Luke belum juga menjemputnya. Dasar suami brengsek! Anna yakin. Luke pasti sedang bersenang-senang dengan wanita jalang bernama Selena itu di rumahnya, tanpa peduli tragedi apa yang menimpanya karena Luke tinggalkan di jalanan. Sialan!Anna meringis pelan. Wajahnya juga terasa ngilu. Bahkan sudut bibirnya terasa nyeri. Preman-preman jalanan itu, benar-benar berniat menghancurkan dirinya. “Aku baik Paman. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan hidupku.”Alex tersenyum tipis. “Sama-sama Nak. Oiya, kakimu belum boleh di gerakkan. Tulangnya sedikit retak
Luke yang penasaran, turun dari mobil dan menghampiri polisi yang sedang mengevakuasi korban. “Ada apa Pak?” tanya Luke yang melihat tiga orang korban tertembak. Tampaknya para preman jalanan. Kondisi mereka sangat mengenaskan dengan luka tembak di kepala.“Kasus pembunuhan Tuan,” jawab polisi itu.“Siapa korbannya?”“Seorang wanita muda!”Jawaban polisi itu, mendadak membuat jantung Luke berdebar kencang. Pembunuhan wanita Muda? Apakah Anna? Pikirnya berkecamuk.“Siapa mereka?” tanya Luke lagi. Dia harus memastikan, untuk membuang jauh rasa khawatirnya. Khawatir? Tentu saja. Jika terjadi sesuatu pada Anna, ayahnya—Alex . Pasti akan mencekiknya.“Mereka para preman jalanan yang meresahkan masyarakat. Mereka sudah lama kami incar tapi selalu lolos dari pengejaran. Mereka ini, suka mencopet, memuku
Peter dan Alex sedang menertawakan kebodohan Luke lewat CCTV yang Peter kirim lewat seorang opsir polisi. Saat ini, mereka sedang berada di balkon kamar yang di tempati Anna dan menikmati tontonan gratis itu.“Dad, aku pergi dulu. Sebentar lagi, Luke akan datang. Aku tidak mau Luke berpikiran yang tidak-tidak jika melihatku berada di sini,” ucap Peter.Alex mengangguk dan menepuk pundak Peter pelan. “Baiklah. Terima kasih sudah mau menyadarkan Luke, Nak.”Peter tersenyum kilas. “Aku tidak mau, jika suatu hari nanti Luke menyesal Dad. Aku yakin. Suatu hari nanti Anna akan bisa meluluhkan kerasnya hati Luke dan rumah tangga mereka akan bahagia. ”“Ya, semoga saja.”Peter keluar dari kamar itu. Sebelumnya, dia masih sempat melihat ke arah Anna yang melihatnya dengan sorot mata yang masih menyimpan—kekaguman terhadapnya.“Terima kasih sudah mau menolongku. Meskipun sel
Anna menutup wajahnya yang sembab dengan Make Up tipis. Semalaman, dia tidak bisa tidur karena ter bayangi oleh perkataan Selena yang mengatakan jika saat dirinya bertaruh nyawa, justru Luke sedang berada dalam pelukan wanita jadi-jadian itu.Marah, kesal, kecewa. Entahlah, Anna tak bisa menentukan perasaannya. Hanya saja, dia tidak bisa menghentikan aliran air mata yang dia sesali tak mau berhenti.Jika saja Anna bisa, dengan senang hati Anna akan melempar Selena keluar dari rumahnya dan menutup pintu gerbang rapat-rapat agar wanita tak tahu malu itu tak akan pernah bisa kembali lagi. Tapi, setelahnya, Luke pasti akan melakukan hal yang sama pada dirinya, melihat betapa berharganya Selena di mata suaminya. Lalu, apa yang bisa di lakukannya sekarang? Apa dia bisa melakukan sesuatu? Jawabannya adalah tidak ada. Anna hanya bisa diam dan berpura-pura tuli dengan sekelilingnya. Toh, untuk komen pun hanya akan membuang tenaga, waktu dan kesabarannya mengingat po
Anna tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Luke seharian ini. Tadi pagi, Luke menyuapinya. Lalu mengantarnya pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisi kakinya. Dan sebelum pulang, Luke masih mengajaknya jalan-jalan.Anna ingat, perdebatan kecil mereka di rumah sakit tadi, hanya gara-gara dia tidak mau Luke gendong. Saat itu, mereka baru sampai di rumah sakit dan Luke melarangnya untuk berjalan sendiri.“Aku akan menggendongmu,” ucap Luke saat Anna akan melangkah turun dari mobil.Anna tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. “Tidak usah Luke. Aku bisa kok jalan sendiri.“ tolak Anna halus. Dia tidak mau merusak suasana baru yang tercipta di antara hubungannya dan Luke.“Cerewet banget ya kamu? Bisa tidak, enggak usah sok kuat terus. Kamu itu lemah dan kamu butuh aku!”Anna menundukkan kepala. Lihat ‘kan betapa judesnya suaminya yang bertampang sangar itu. Jika saja Luke menjadi w
“Luke?” suara familier yang terdengar di tengah-tengah mereka, membuat Luke dan Anna menoleh bersamaan.“Kau—“ suara Luke tertahan. Kenapa harus orang itu yang bertemu dengannya di sini?Davio yang tak sengaja melihat keberadaan Luke dan Anna, merengek pada Peter untuk menghampiri mereka. Dan di sinilah Peter berada. Berada di antara Luke dan Anna yang nampak nya sudah baik-baik saja.“Paman ... “ Davio mengulurkan ke dua tangannya pada Luke dengan manja. Davio memang selalu menempeli Luke di mana pun mereka berada. Dan Peter hanya bisa melihat couple paman dan ponakan itu dengan senyuman tipis.Luke membawa Davio dalam pangkuannya. Baru kemarin mereka tidak bertemu, dan Davio sudah se lengket ini padanya. Benar-benar keponakannya yang menggemaskan.Sedangkan Anna memilih diam sambil menikmati makan malamnya. Sesekali, dia melihat Davio yang juga menatap nya sambil tersenyum kilas.“Kalian Dinner?” tanya Pe