*Happy Reading*
"Ayolah, Angel. Mama minta maaf, ya? Jangan marah lagi, okeh?""Nggak! Angel pokoknya masih marah sama Mama!"Navisha mendesah lelah mendengar jawaban sang putri, entah untuk keberapa kali. Anaknya ini memang kadang menyebalkan jika sudah marah atau ada maunya. Membuat Navisha kadang frustasi menghadapinya. Heran, kenapa sih Angel keras kepala banget? Tiru siapa, coba? Mungkinkah ayahnya? Atau ...."Ya terus Mama harus gimana, Nak? Kan Mama juga gak bisa paksa Papa pulang sekarang. Kalau Bos-nya marah, lalu pecat Papa, gimana?" Navisha mencoba memberi pengertian pada sang anak."Ya suruh aja kerja sama Mama!"Duh, bisa banget nih anak jawabnya."Mana bisa begitu. Kan tempat kerjaan Mama gak boleh bareng sama pasangan." Navisha terpaksa berbohong lagi.Sumpah, ya! Ternyata benar kata orang dulu. Sekalinya kita melakukan kebohong dalam hidup. Maka kita akan terus berbohong demi menutupi kebohongan sebelumnya.Kalau dalam hutang ada istilah gali lobang tutup lobang. Maka dalam kebohongan pun sama. Membuat kebohongan untuk menutupi kebohongan yang lain. Dan itu sangat melelahkan."Gak mungkin. Tante Naira kan baik. Gak mungkin bilang gitu.""Sebaik-baiknya Tante Naira. Dia kan Bos Mama dan yang punya cafe itu, Angel. Tentu saja dia gak boleh egois dan harus memikirkan kebaikan cafenya.""Tapi--""Sekarang coba deh, Angel bayangin." Navisha sengaja segera menyela, sebelum Angel membantahnya lagi. "Kalau misal karyawannya di bolehin kerja bareng pasangannya. Yang ada karyawannya bukannya kerja, malah sibuk pacaran semua. Terus nanti, gimana nasib cafenya? Bisa bangkrut. Angel mau kalau cafe tante Naira bangkrut?" Navisha melanjutkan dengan sungguh-sungguh. Berhasil membuat Angel terdiam sambil berpikir."Mau, gak?" Navisha memancing lagi."Ya, gak mau.""Nah! Berarti udah bener dong, kalau Tante Naira bikin peraturan, gak boleh punya hubungan spesial sesama karyawan. Dan kalau pacaran aja gak boleh, apalagi suami istri, ya kan? Makanya. Biarin Papa kerja tempat lain aja, ya? Angel jangan marah dan ngerajuk lagi. Kan, yang penting tiap bulan Angel bisa jalan-jalan sama beli mainan. Okeh?" Navisha membujuk dengan serius.Sayangnya, Angel tak langsung menjawab kali ini. Gadis itu hanya terdiam di tempatnya, tapi dengan rona wajah yang kembali sendu."Tapi Angel gak mau mainan lagi. Angel maunya Papa," cicitnya kemudian. Membuat hati Navisha mencelos.Kasihan gadis kecilnya. Dia pasti sangat merindukan sosok sang ayah dalam hidupnya. Akan tetapi ... harus bagaimana? Navisha tidak mungkin menyerahkan malaikat kecilnya pada sang ayah, yang hanya memikirkan uang dan memanfaatkan orang.Tidak! Lebih baik Angel tidak pernah mengenal ayah kandungnya."Ada saatnya, Sayang. Kamu hanya perlu bersabar sebentar lagi."Navisha pun meraih sang anak, lalu membawanya ke dalam pelukan. Sambil terus bergumam dalam hati, 'Maafkan Mama, Nak. Mama gak bisa memberikan keluarga yang utuh untuk kamu.'***William membaca dengan seksama lembaran kertas dihadapannya. Membaca dengan detail setiap tulisan, tak dibiarkan satu pun lewat dari pantauan.Sayangnya, informasi yang baru saja di bacanya. Bukan membuat William menemukan jalan terang, malah membuat pria itu pening. Dia menatap lembaran kertas itu, lalu menghela napas panjang dan berat."Bagaimana mungkin?" desahnya tak habis pikir. Lalu kembali meraih kertas tersebut untuk kesekian kalinya.Kertas itu sendiri berisikan informasi tentang Navisha yang berhasil di kumpulkan anak buahnya. Dan di sana, jelas tertulis jika Navish belum pernah menikah satu kali pun. Sementara Angel sendiri, memiliki DNA Gerald, salah satu teman di masa abu-abunya juga. Akan tetapi .... setahu William, ayah Gerald dan ibunya Navisha kan sudah menikah. Hal itu menjadikan mereka punya ikatan saudara, meski hanya tiri semata."Apa mungkin Gerald memperkosa Navisha?" gumam William mulai menebak-nebak. "Apalagi, dulu pria itu juga sempat tidak setuju pada pernikahan orang tuanya, perihal ternyata Gerald ada hati dengan Navisha. Tapi ... setahuku itu sudah berlalu dan Gerald akhirnya bisa menerima Navisha sebagai adiknya. Lalu, kenapa jadi seperti ini sekarang?" William terlarut dalam pikirannya sendiri."Dan lagi, kalau memang Gerald ayah kandung Angel. Kenapa Navisha malah mengenalkan aku sebagai Papanya Angel pada gadis kecil itu? Apa maksud dan tujuan Navisha sebenarnya?" William semakin bertanya-tanya.Tak lama, pria itu terlihat mengurut pelan keningnya beberapa kali. Pening kembali menderanya, karena memikirkan masalah yang tak kunjung di temukan jalan terangnya.William menatap kertas itu lagi, tapi kali ini bukan fokus pada informasi yang disuguhkan. Melainkan pada photo Navisha, yang juga ada di sana."Nav, ada apa sebenarnya? Apa kamu baik-baik saja di sana?" William bermonolog sambil menatap photo Navisha sendu."Jika kamu memang tidak baik-baik saja. Maka kembalilah padaku, Nav. Aku masih mencintaimu." William mengusap wajah di photo itu dengan sayang.Lalu, lamunannya pun tiba-tiba terbang pada masa lalu. Masa di mana Navisha masih menjadi miliknya, dan menjadikan William pusat dunianya.Sayangnya, William yang dulu begitu bodoh dan egois. Hanya karena tahu perasaan Navisha sangat dalam padanya. William berbuat seenaknya dan sering menyakiti hati Navisha dengan sengaja.Pikir William, Navisha tidak mungkin akan meninggalkannya. Karena dia kan pusat dunia gadis itu. Akan tetapi, benar kata orang ternyata. Kesabaran itu ada batasnya, dan penyesalan memang selalu datang belakangan.Nyatanya, akhirnya Navisha benar-benar pergi meninggalkan William, bahkan menutup akses untuk pria itu bisa menemukannya. Tentu saja Navisha tak ingin melihatnya lagi. Di masa lalu William memang sangat keterlaluan menyakiti hati Navisha.Sengaja mengundang Navisha yang masih berstatus pacar ke pesta keluarga besarnya, yang sebenarnya juga sekaligus pesta pertunangan William dengan gadis lain.Hati wanita mana yang tak hancur?Setelah cinta dan kesabarannya yang terus di sia-siakan William. Dia pun harus mendapat kejutan sebesar itu di hari pentingnya. Jahatnya William, memang sengaja mengambil momen menghancurkan hati Navisha pada hari ulang tahun gadis itu."Nav, aku menyesal. Aku menyesal," ucap William, tanpa sadar sudah berkaca-kaca dengan hati yang kembali ikut perih mengingat perbuatannya.Itulah kenapa, selama ini William tak bisa melupakan Navisha, dan tak ingin berhenti mencari keberadaan gadis itu meski segala akses seakan tertutup untuknya.Penyesalan benar-benar menghantui William. Apalagi sehari setelahnya, dia masih mengabaikan gadis itu saat ingin bicara berdua. Tanpa tahu jika setelahnya William tak lagi bisa menemukan Navisha.Konyolnya. Padahal William yang menabur luka selama ini. Menyakiti Navisha sampai dalam sekali. Tetapi ternyata, saat akhirnya berpisah, justru dia juga yang hancur."Nav, tahukah kamu. Tiap detik aku selalu berdoa agar bisa segera di pertemukan denganmu. Meski raga sudah lelah mencari, tapi hati memaksa untuk tidak berhenti. Aku memupuk rindu ini dengan sabar. Menjaga sebaik mungkin cinta yang baru kusadari setelah kepergianmu. Niatku ingin mempersembahkannya saat kita bertemu nanti. Tapi ... kenapa kita malah dipertemukan dengan cara seperti ini?"*Happy Reading*"William mau masuk kelas, ya? Semangat ya belajarnya!""William aku udah taruh bekal di kolong meja kamu. Nanti di makan, ya?""William ke Kantin bareng, yuk!""William semangat main basketnya!""William kepilih lagi jadi wakil di olimpiade, ya? Wah Hebat! Aku bangga!""William jangan terlalu capek belajarnya. Ini udah waktunya makan, lho!"William!William!William!William!"Will?! Lo denger kita gak, sih!"Degh!William pun langsung terlonjak kaget. Saat seruan nyaring Fadly tertangkap rungunya. Bukan tertangkap, lebih tepatnya memang sengaja disuarakan sangat lantang pas di depan telinga. Membuat bukan hanya lamunan William saja yang langsung buyar, tapi juga telinganya langsung berdenging. Sakit sekali."Sialan, lo!" maki William Akhirnya, menatap tajam ke arah Fadly. Sayangnya, bukan wajah ketakutan yang William dapatkan. Malah cengiran konyol khas pria itu."Jangan salahin Fadly. Lo sendiri yang resek, ngelamun saat kita ajak nongkrong." Reinan membela Fadly.
*Happy Reading*Hening tercipta. Baik itu Gerald atau pun Navisha. Tidak ada yang berbicara lagi setelahnya. Bahkan para pengunjung di sana turut larut dalam cerita yang Navisha suguhkan. Seakan bisa merasakan kepedihan gadis itu. Padahal, Navisha tidak mengeluarkan Air mata sedikit pun. Namun tatapan tajamnya, seakan bercerita tentang rasa sakit yang sudah gadis itu pendam selama ini."Tapi gue butuh Angel, Nav. Urgent. Setidaknya, gue pinjem deh untuk satu bulan aja. Soalnya gue--""Butuh Angel untuk menerima warisan dari bokap lo yang sedang sekarat, iya kan?" tembak Navisha tepat sasaran. Membuat Gerald kembali terdiam."Lo ... tahu?" Gerald terbata di tempatnya berdiri dengan tatapan membulat. Sementara Navisha tersenyum miring penuh kemenangan. Tak lama, gadis itu menggeleng tak habis pikir dan menatap Gerald dengan muak."Lo emang udah gak tertolong, Rald." Navisha kecewa. "Lo bukan hanya tidak pantas jadi seorang ayah. Tapi juga manusia yang punya hati!"Navisha makin menatap
*Happy Reading*"Raid Anderson?" Beo William, yang langsung diangguki Reinan dengan pasti."Menurut info dari orang gue. Pria itu adalah pelindung Navisha selama ini. Tepatnya empat tahun ke belakang setelah Navisha memiliki Angel, anaknya." Reinan melanjutkan infonya. Entah kenapa, tiba-tiba rasa cemburu hadir begitu saja di hati William. Merasa iri pada pria yang bernama Raid Anderson itu."Jadi beneran si Nav-Nav sama Gerald pernah menikah dan punya anak?" Fadli menyambar dengan nada tak percaya."Kalau untuk hal itu gue gak tahu. Soalnya gue belum nyuruh orang gue menyelidikinya," sahut Reinan lagi. "Gue udah." William menyambar datar. Seraya mengeluarkan amplop coklat pemberian anak buahnya, yang langsung di raih Reinan dan Fadly dengan antusias. "Loh, kok?" Wajah bingung pun langsung tercetak jelas di wajah dua sahabat William itu paska membaca isi amplop tersebut."Kenapa di sini Navisha tertulis lajang dan belum menikah? Sementara kemarin kita lihat sendiri dia dan Gerald b
[Datanglah ke aula hotel xxx jam 20.00. Aku menunggumu]Navisha mengerjap pelan membaca pesan teks yang baru saja dikirim William. Ada rasa bingung tapi juga bahagia menerima pesan itu. Faktanya, sudah beberapa hari ini William mendiamkannya. Entah karena apa, tapi pria itu memang kerap melakukannya. Membuat Navisha sering galau sendiri. Padahal, Navisha selalu berkata jika dia punya salah, William harus memberitahukannya. Agar Navisha bisa segera memperbaikinya. Namun, William tetaplah William. Disuruh janji seperti apa pun, tetap saja akan memilih diam jika ada salah. Membuat Navisha sebal sekali. Untung cinta. Coba kalau tidak, sudah Navisha tinggalkan dari kapan tahu. "Astaga! Jangan-jangan ...." gumam Navisha agak terkejut setelah menyadari sesuatu.[Okeh! Aku akan dandan cantik untukmu!]Setelahnya, gadis itu segera mengirimkan balasan riang pada sang kekasih. Kembali mengabaikan rasa kesal akan sikap pria itu yang mirip cuaca di Indonesia. Suka berubah tanpa aba-aba. Bikin Na
"Papa?" Suara Angel mengembalikan Navisha pada bumi yang ia pijak saat ini. Wanita itu melirik gadis kecilnya yang ternyata sudah menghadap William dengan tatapan penuh harap.Navisha menelan saliva resah melihatnya. Takut jika pria itu akan menolak Angel, anaknya. Apa yang akan Navisha katakan pada putrinya nanti. Haruskah ia jujur saat ini.Gadis itu lalu refleks melirik pria yang Angle panggil Papa, yang ternyata juga tengah meliriknya. Katakan Navisha salah. Entah kenapa, ia seakan bisa melihat kerinduan pada tatap pria itu. Navisha pun segera membuang muka ke sembarang arah.Tidak mungkin! Mana mungkin ada rindu di sana, kan? Sementara Navisha yakin sekali jika saat ini sang mantan pasti sudah berkeluarga. Bukankah, dulu saat Navisha pergi, pria itu sudah bertunangan? Dan ini sudah enam tahun. Tidak mungkin jika pertunangan itu belum berlanjut ke arah lebih resmi. Ah, mengingatnya saja hati Navisha sudah kembali sakit. "A
Navisha kira, pertemuannya dengan William di rumah sakit akan menjadi terkahir kalinya untuk mereka. Siapa sangka, ternyata keesokan harinya pria itu kembali muncul. Kali ini di cafe tempatnya bekerja. Entah dari mana pria itu tahu tempat ini. Navisha memang tidak tahu jika sebenarnya William ada saat Gerald muncul waktu itu. Ia terlalu fokus mencari cara mengusir ayah kandung Angel tersebut. "Mbak, Nav. Pria yang di pojokan itu ngeliatin Mbak terus, loh. Kayaknya pengen kenalan," bisik Yopi saat Navisha mengisi ulang kue-kue yang telah kosong di etalasi. Navisha hanya mendesah berat mendengarnya. Tahu pasti siapa orang yang Yopi maksud. Pasti William. Tadi Navisha melihat pria itu memang duduk di pojokan. Tidak mengganggunya memang, hanya diam dan terus memperhatikan. Membuat Navisha tidak nyaman. "Aku gak tertarik," jawab Navisha acuh."Ganteng loh, Mbak. Kayaknya orang kaya juga. Kalau diperhatikan, vibesnya kek ceo-ceo muda di novel online. Yakin gak mau kenalan?" Yopi menaik
Navisha mendesah berat saat membuka kamar putrinya, menemuka jika gadis cilik itu tertidur sambil memeluk photo William yang diam-diam masih ia simpan. Hatinya nelangsa sekali melihat betapa Angel sangat menginginkan pria itu, yang ia kenali sebagai Papanya. Lagi-lagi, rasa bersalah akan salah satu kebohongannya hadir dalam hati.Tuhan, kalau sudah begini Navisha harus apa? Ia tidak mungkin meminta William untuk berkongsi demi Angel, kan? Tidak, tidak, jelas itu tidak boleh. Karena Navisha benar-benar tak mau punya hubungan apa pun lagi dengan pria itu. Ah, kenapa juga ia harus mengatakan kalau William adalah papa Angel? Kenapa tidak orang lain saja? Tetapi ... siapa? Satu-satunya pria yang pernah dekat dengannya adalah William seorang. Pria yang membuatnya jatuh cinta, juga patah hati sepatah-patahnya. Membuat Navisha trauma dan memilih menutup hatinya untuk siapa pun.Lagi, Navisha membuang nafas berat. Berharap beban yang kini terasa menghimpit hatinya sedikit hilang. Rasanya ota
"Nav?""Ya?"Navisha langsung menyahut cepat saat Nissa memanggilnya. Menoleh ke arah sumber suara meski sebenarnya sedang berdiskusi dengan Naira tentang menu baru saat ini."Ada email dari perusahaan LW group."Navisha pun langsung terdiam di tempatnya mendengar info dari Nissa barusan. Bukan karena tak mengenal, melainkan karena tiba-tiba resah tak jelas.Mendengar nama perusahaan tersebut, membuat otaknya seketika flashback pada kejadian beberapa hari yang lalu, tanpa bisa dicegah."Terima kasih untuk waktunya ya, Nav. Kue-kue dari cafe kalian memang yang terbaik. Saya yakin pasti semua orang menyukainya," ucap Felix. Salah satu staf perusahaan LW Group, yang akhirnya merasa puas dengan pilihan kue yang Navisha tawarkan untuk disuguhkan di acara ulang tahun perusahaan ini minggu depan."Tidak masalah, kami pun sangat berterima kasih karena anda bersedia memakai jasa cafe kami, dalam acara besar tersebut." Navisha menjawab dengan sopan, seraya menyambut uluran tangan Felix."Tentu