Semilir angin malam membelai rambut panjang Naya yang hitam dan lurus ketika ia membuka ikatan rambutnya. Surai indah itu membelai wajah tampan laki-laki yang duduk di sampingnya.
Gilang memejamkan mata saat rambut kekasih kecilnya membelai wajah. Ia menghirup aroma yang menenangkan dari rambut Naya. Lalu ia menoleh ke samping menatap wajah cantik Naya di bawah sinar rembulan. ‘Ternyata gadis kecil ini sangat cantik,’ gumamnya dalam hati sembari tersenyum.
Kini mereka ada di bukit kecil dekat p***r malam. Menikmati indahnya malam ditemani bintang-bintang dan rembulan yang memancarkan cahayanya menerangi malam.
Naya menoleh pada laki-laki yang resmi menjadi pacarnya beberapa jam yang lalu. “Mas Gilang, aku boleh bersandar di bahumu nggak? Kayak mereka itu!” tunjuk Naya pada pasangan kekasih yang duduk tidak jauh dari mereka.
Gilang mengarahkan pandanganya pada arah tangan Naya. “Boleh,” jawabnya sembari menyunggingkan senyuman manis yang memperlihatkan lesung pipit di wajah tampannya. “Aku udah berjanji akan menuruti semua permintaanmu malam ini.” Gilang terus menatap wajah cantik Naya tanpa berkedip.
Naya tersenyum manis pada Gilang. “Jadi, berasa punya pacar beneran,” ucapnya. Kemudian ia meyandarkan kepalanya pada bahu sang kekasih.
Gilang merangkulkan tangannya pada bahu gadis tomboy yang menjelma menjadi gadis cantik yang terlihat feminim hanya karena menggerai rambut indahnya. “Kamu belum pernah mencintai laki-laki atau menyukainya gitu?” tanya Gilang pada Naya.
“Kalau suka ya banyak, Mas. Kalo lihat cowok ganteng aku suka, tapi belum tentu cinta juga. Kayak aku lihat Mas Gilang yang ganteng aku suka, tapi aku nggak cinta. Tipe cowok aku tuh yang baik hati, setia, berucap dengan lembut pada kekasihnya. Nggak kayak Mas Gilang yang bentar-bentar kumat galaknya,” ucap Naya dengan jujur sambil terkekeh. “Tapi, kalau Mas Gilang sikapnya begini terus, hatiku bisa meleleh, kayak margarin yang ditaruh di teflon panas.”
“Kamu bisa aja,” sahut Gilang sembari mengacak-acak rambut Naya. “Kalau kita beneran dijodohkan gimana?” tanya Gilang pada calon istrinya.
“Mas Gilang tenang aja! Aku pasti nyari jalan keluarnya supaya kita tidak jadi menikah,” sahut Naya meyakinkan laki-laki tampan itu. “Kita harus bekerja sama mencari jalan keluar dari semuanya.”
‘Hanya dia wanita satu-satunya yang tidak mau bersamaku. Apa dia sudah mempunyai kekasih yang disembunyikannya,’ gumamnya dalam hati sembari membelai rambut indah kekasihnya. Gilang pun menjadi penasaran dengan sosok gadis kecil yang sedang bersandar di bahunya.
“Mas, Gilang, udah malam, kita pulang yuk!” Naya menegakkan tubuhnya, ketika ia hendak mengikat rambut, Gilang melarangnya.
“Biarkan seperti ini! Kamu terlihat sangat cantik.” Kata-kata manis dari seorang pecinta wanita sudah biasa terucap kepada para wanita seksi teman kencannya di atas ranjang. Namun, kali ini Gilang mengucapkannya tanpa sadar, benar-benar keluar dari hatinya.
Naya menjadi salah tingkah di puji oleh Gilang. Akhirnya ia pun tidak jadi mengikat rambutnya. “Ayo, Mas!” Naya menarik tangan Gilang untuk segera beranjak dari duduknya.
“Baru jam sembilan, Nay, ini belum terlalu malam. Memangnya kamu nggak mau membuat kenangan indah pada kencan pertamamu?” tanya Gilang pada kekasihnya. Kenangan indah yang dimaksud Gilang tentunya mengukir kenangan di atas ranjang yang selalu ia lakukan pada setiap wanita yang berbeda.
“Kencan pertamaku berhasil mengukir kenangan indah yang tidak akan aku lupakan sampai kapan pun. Walaupun aku kencan bukan dengan laki-laki yang mencintaiku, tapi perlakuan manis Mas Gilang sangat membekas di hatiku. Terima kasih ya pacar pertamaku,” ucapnya dengan tulus sambil tersenyum.
Gilang tersenyum menanggapi ucapan Naya sembari bangun dari duduknya, mereka berjalan sambil bergandengan tangan di sepanjang jalan menuju tempat parkir.
“Biasanya kalau malam minggu kamu nongkrong di mana?” tanya Gilang pada Naya. Entah kenapa malam ini Gilang menjadi sangat lembut pada kekasiih kecilnya itu. Mungkin karena dia sudah berjanji untuk berpura-pura mencintai pacar barunya itu atau karena dia sudah terhipnotis dengan kecantikan gadis muda itu saat ia duduk di bawah sinar rembulan yang semakin memancarkan aura kecantikannya.
“Biasanya nongkrong sama sahabatku yang sama-sama jomlo,” jawab Naya sambil tersenyum menoleh pada sang kekasih.
Gilang membuka pintu mobil untuk Naya. Gadis cantik itu pun segera masuk ke dalam mobil. Gilang berjalan memutari mobil, lalu masuk ke dalam mobilnya setelah memberikan uang kepada penjaga parkir di tempat itu.
Mobil mewah itu segera melesat ke jalanan. Gilang mengurangi kecepatan mobilnya agar ia bisa ngobrol santai dengan Naya. Tepatnya merayu anak gadis yang baru berumur delapan belas tahun itu.
Naya menoleh pada Gilang. “Mas, terima kasih ya, udah mau nuruti kemauan aku,” ucapnya dengan tulus sambil tersenyum.
Gilang menghentikan mobilnya di bahu jalan, tempat yang sepi jauh dari keramaian. Gilang menatap Naya sambil tersenyum manis, memperlihatkan lesung pipit di wajah tampannya.
“Duh, Mas Gilang, senyumnya manis banget. Bisa-bisa aku jatuh cinta beneran ini,” ucap Naya sambil terkekeh.
Gilang tertawa sambil mengacak-acak rambut Naya. “Nggak apa-apa kalau jatuh cinta sama calon suami sendiri,” ucap Gilang dengan serius. “Nay, seandainya kamu punya suami yang tidak setia, gimana? Maksudku gimana tanggapan kamu tentang suami yang suka bercinta dengan wanita lain tanpa ada hubungan pernikahan?”
“Naya tinggalin lah, emangnya laki-laki cuma dia aja,” balas Naya dengan cepat.
“Seandainya karena suatu alasan kamu nggak bisa pisah dengannya, kamu mau ngapain?” tanya Gilang lagi. Sebenarnya Gilang tidak bisa menolak perjodohan dengan Naya karena titah sang mami itu wajib hukumnya bagi seorang Gilang.
“Ya aku juga akan ngelakuin apa yang suamiku lakuin. Kalau dia bisa bercinta dengan wanita lain aku juga bisa bercinta dengan laki-laki lain dan bersenang-senang seperti dia, gitu aja kok repot. Dengan begitu kita ‘kan impas,” jelas Naya dengan santainya.
‘Wah bahaya nih anak,’ gumam Gilang dalam hatinya. “Ponselmu mana?” Gilang menadahkan tangannya di depan Naya untuk mengalihkan pembicaraan sebelumnya.
“Buat apaan?” tanya Naya sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Lalu memberikannnya pada Gilang.
Gilang mengambilnya dan menyimpan nomor ponselnya di hape Naya. Setelah menyimpan nomornya ia ganti menyimpan password pintu apartemennya. “Ini pin pintu apartemenku. Jangan beritahukan pada orang lain, cuma kamu yang tahu password-nya.” Gilang kembali memberikan ponsel itu pada Naya.
Naya mengambilnya, lalu mengingat-ingat password itu, kemudian kembali memasukkan ponselnya pada saku celana.
“Ini, untuk ongkosmu besok.” Gilang mengulurkan tangannya memberikan lima lembar uang kertas pecahan seratus ribu.
“Ini kebanyakan, Mas. Seratus ribu aja udah cukup kok.” Naya hanya mengambil selembar saja dari lima lembar uang yang diberikan kekasihnya. Ia merasa tidak enak menerima uang dari orang yang baru dikenalnya, walaupun itu calon suaminya sendiri.
“Sekalian buat jajan kamu. Kalau kurang nanti aku kasih lagi.” Gilang masih mengulurkan tangannya dengan empat lembar uang kertas di tangannya.
“Tapi, nggak apa-apa nih kalau aku ambil.” Naya ragu-ragu untuk mengambilnya.
“Ambillah! Ini uang hasil kerja kerasku sendiri untuk calon istriku,” ucap Gilang dengan manis.
“Terima kasih calon suami,” ucap Naya sembari mengambil sisa uang di tangan Gilang.
“Sama-sama, Calon istri,” balas Gilang sembari tersenyum.“Duh, Mas Gilang, lama-lama bisa jatuh cinta beneran ini,” ucap Naya sambil menutup wajah cantiknya dengan kedua telapak tangan.Saat ia membuka telapak tangannya, wajah Gilang sudah sangat dekat dengan wajahnya. Tangan Gilang menarik tengkuk Naya dengan lembut. Perlahan ia menempelkan bibirnya pada bibir ranum kekasihnya.Naya membuka matanya lebar-lebar, saat sang kekasih melumat bibirnya dengan lembut. Detak jantungnya terasa berhenti sesaat, darahnya mengalir hangat ke seluruh tubuh. Gilang memejamkan mata sambil menikmati bibir perawan sang kekasih. Si Pecinta wanita itu bisa merasakan kalau gadis kecil yang menjadi calon istrinya belum pernah berciuman sebelumnya.Gilang menggigit kecil bibir bawah Naya, sehingga gadis itu sedikit membuka mulutnya. Gilang dengan leluasa mengeksplor rongga mulut kekasihnya. T
Gilang langsung terpaku di tempatnya mendengar racauan Naya seperti maling yang tertangkap basah. Ia yakin kalau Bunda Maya mendengar racauan anak gadisnya.“Astaga Naya, malu-maluin aja,” ucap Bunda Maya yang membantu melepas tangan anak gadisnya di leher Gilang. “Maafin Naya ya, Nak,” ucap Bunda Maya dengan lembut. Ia merasa tidak enak hati kepada Gilang.Gilang hanya tersenyum menanggapi ucapan calon mertuanya. “Saya pamit pulang dulu!” ucap Gilang dengan sopan. Lalu segera keluar dari kamar Naya, setelah berpamitan dengan Bunda Maya dan suaminya, Gilang bergegas keluar dari rumah itu.“Apa dia akan memberitahukan tentang ciuman tadi kepada bundanya?” gumam Gilang saat ia sudah berada di dalam mobilnya.Ketika ia dalam perjalanan, ada pesan masuk dari sahabatnya, Evans. Sahabatnya itu mengajaknya untuk berpesta dengan para wanita yang haus belaian. N
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kini Naya sudah berada di depan pintu apartemen laki-laki yang menjadi pacar pertamanya sambil menenteng kantung belanjaan berisi sayuran dan ikan.Naya merogoh ponsel yang ada di tas pinggangnya. Ia mencari nomor telepon sang kekasih, tapi nama Gilang tidak ada dalam daftar kontaknya.“Mana sih nomor Mas Gilang? Bukannya semalam dia udah menyimpannya di hape ini,” gumam Naya yang masih menggulir ke atas dan ke bawah untuk mencari nama Gilang. Namun, hanya password pintu apartemen yang bisa ditemukan di ponselnya.“Gimana ini ya? Masa langsung nyelonong aja, ntar dikiranya gue cewek apaan, masuk rumah orang tanpa permisi dulu,” gumam Naya di depan pintu masuk apartemen Gilang. “Ah gue masuk aja deh, Mas Gilang udah ngasih nomor pinnya berarti gue boleh masuk ‘kan ya?” Naya bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya Naya
Kedatangan Mami Tyas tidak disangka-sangka oleh putranya. Gilang dan Naya terbuai dengan indahnya kemesraan yang membuat mereka tidak menyadari kalau sang Mami memergoki aksi mereka.Ketika Gilang mulai menelusuri leher jenjang Naya dengan bibirnya, sang mami berdehem yang membuat kedua anak manusia itu kalang kabut. Naya segera turun dari pangkuan Gilang dan duduk di samping kekasihnya itu.‘Kenapa Mami bisa masuk?’ batin Gilang sembari melirik maminya dengan tatapan tidak suka.“Kamu kenapa ngelihatin Mami kayak gitu? Kamu nggak suka Mami datang?” tanya sang mami sembari menahan senyum karena sudah menggagalkan rencana mesum anaknya. “Mami cuma mau ngasih kejutan untukmu, Sayang,” ucap sang mami dengan nada bicara yang terkesan meledek putranya.“Dan aku sangat terkejut dengan kedatangan Mami,” balas Gilang sembari mendelikkan matanya pada sang mami.
Setelah selesai makan siang, mereka mengobrol di ruang tamu. Naya duduk di samping calon mertuanya. Sementara Gilang duduk di sofa depan sang kekasih. Ia terus memerhatikan gadis tomboy yang baru dua hari menjadi kekasihnya itu. Gilang semakin penasaran dengan Naya, menurutnya dia adalah gadis yang mudah dirayu, tapi CEO muda itu belum mempunyai kesempatan untuk melancarkan aksinya.“Mami tumben mau datang ke apartemenku?” tanya Gilang pada sang mami. Biasanya Mami Tyas tidak pernah mau berkunjung ke tempatnya. Ia merasa jijik karena Gilang selalu membawa wanita teman kencannya bermalam di apartemen.“Mami nelpon Naya mau ngajak dia ke salon, eh nggak tahunya dia lagi ada di kandang buaya.” Mami Tyas melirik dengan sinis kepada anaknya. Kecemasan mulai menyelimut wanita paruh baya itu, ia khawatir kalau Gilang merusak Naya. Ia akan merasa sangat bersalah kalau sampai itu terjadi. Demi anaknya ia mengorbankan kehormata
“Kenapa juga aku mengemis kepada gadis tomboy itu, masih banyak wanita seksi yang lebih menarik yang dengan suka rela menyerahkkan tubuhnya untukku sentuh,” gumam Gilang sembari menyeringai.Laki-laki dengan sejuta pesona itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi ia segera berpakaian. Apa pun yang dipakai CEO muda itu selalu terlihat pas di tubuhnya. Gilang segera menyambar kunci mobilnya, berjalan sambil bersiul keluar dari apartemennya.Mobil sport berwarna kuning itu melesat di jalanan menuju tempat sahabatnya berada. Tempat di mana ia menghabiskan waktu bersama para wanita seksi yang selalu menemani para lelaki tampan itu.Akhirnya mobil sport itu sampai di rumah mewah yang terlihat sangat asri. Banyak pohon-pohon rindang di sepanjang jalan menuju rumah itu setelah memasuki gerbang depan. Tidak ada lagi rumah di lingkungan itu, hanya ada satu istana kediaman keluarga Prasetyo.
Gilang dan Selly masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Evans. Kamar yang biasa Gilang pakai berpesta dengan wanitanya. Berpesta berdua dengan wanita seksi di dalam kamar.“Kamu mau mulai dari mana? Aku akan memuaskanmu pejantanku.” Selly mendorong Gilang hingga jatuh terlentang di atas kasur. Lalu, ia merayap di atas tubuh kekar itu.“Sabar dong, Cantik!” Gilang menahan wajah Selly yang hendak mencium lehernya. “Aku mau ngambil sesuatu dulu.”Selly menjatuhkan tubuhnya ke samping Gilang. Lalu, laki-laki itu bangun dan pergi keluar kamar. Ia memasuki kamar sebelah yang ditempati Evans dan wanitanya.“Mantap!” ucap Gilang setelah ia membuka pintu.Evans sedang menyesapi gunung kembar wanitanya yang terlihat sangat besar seperti habis digigit tawon. Dia dan wanitanya masih menggunakan pakaian lengkap, hanya saja sang wani
Wanita cantik nan seksi yang berdiri di hadapan Gilang sudah sangat menginginkan sentuhan keperkasaan sang CEO itu. “Apa aku tidak menarik? Apa aku kurang seksi?” tanya Selly kepada laki-laki yang bertelanjang dada itu. “Kenapa hanya dilihatin saja?”“Kamu sangat menggoda, Cantik.” Gilang menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah wanita cantik tanpa riasan yang berdiri di hadapannya. Lalu, membuka pengait kain yang menutupi gunung kembar yang masih terlihat kenyal walau sering didaki oleh para pendaki kenikmatan.Gilang yakin, wanita seperti Selly pasti sudah tidur dengan banyak laki-laki seperti dirinya, penjelajah daerah terlarang para wanita yang haus belaian.“Kamu juga begitu menggoda. Aku sangat beruntung bisa memilikimu malam ini.” Selly mengalungkan tangannya di leher CEO muda itu.Gilang membenamkan wajahnya di antara dua gunung kembar itu, tangannya meremas bongkahan kenyal milik Selly. “