“Bram....Bram,” ucap bunda memanggil namanya.
“Iyaa, Bunda sebentar,” jawab Bram sambil berjalan menuju ruang keluarga.
“Bram, ini ada hadiah dari bunda untuk kamu dan Dina untuk pergi ke tempat wisata,” ucap ibundanya sambil menyodorkan satu amplop.
Bram membuka amplop yang diberikan bundanya, melihat isi dari amplop tersebut. Ternyata ibundanya memberikan voucher menginap di sebuah hotel berbintang. Berwisata pada sebuah pulau selama lima malam enam hari serta tiket pesawat pulang pergi untuk mereka. Tetapi sebelum Bram bisa mengatakan apapun ibundanya melanjutakan kata-katanya.
“Karena kamu menghabiskan sisa cuti akhir tahun mu selama tujuh hari, maka menurut ibunda ini lah saat yang terbaik bagi kamu dan dina untuk bisa berlibur. Apalagi ibunda sudah bisa mengurus diri sendiri,” ucap ibunda menyampaikan keinginannya.
Tidak ada perkataaan dari ibundanya yang mampu ia tolak, apalagi saat ini Bram tidak ingin merusak kebahagiaan dari keluarga
Setelah taxi yang membawa Ajeng sampai di rumah, Ia langsung membuka pintu pagar dan pintu rumahnya untuk menuju kamarnya. Disana ia menangis sekeras-kerasnya, setelah menahan perasaaan pedihnya selama dalam perjalan pulang. Ajeng melempar semua bantal dan barang yang ada di tempat tidurnya sambil menangis histeris. Ingin rasanya hari itu ia memecahkan seluruh kaca yang ada di rumah itu dan membakar seluruh photo dirinya dan Bram yang terpajang di kamarnya, tapi sampai saat ini Ajeng masih bisa menahan dirinya. Karena ia adalah seorang pribadi yang kuat menahan segala kemarahan. Selama ini Ajeng tidak pernah sekalipun merasakan amarah yang sedemikan dasyatnya. Setelah kurang lebih satu jam, Ajeng pun sudah semakin bisa mengontrol emosinya. Ia beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dan mengganti pakaian. Sejenak ia berpikir tentang bayi yang telah di kandungnya. Ia lalu memperingati dirinya untuk selalu kuat dan bertahan untuk bayi yang sedang dikandungnya. Sam
Tujuh hari sudah Ajeng menjalani hidup dengan kesendirian dan dalam rentang waktu itu, banyak kesedihan yang telah ia tumpahkan.dalam kesendiriannya. Entah sudah berapa air mata yang telah ia tumpahkan demi sebuah kepastian kabar dari suaminya Bram. Kekecewaannya atas ketidakpastian membuat dirinya tidak merasakan adanya kerinduan seperti waktu pertama dirinya merindu. Kini yang ada adalah rasa kebenciannya pada sosok yang dulu ia sangat cintai dengan segenap jiwa dan raganya. Rasa kerinduannya kini telah menjadi kebencian. “Ajeng...kamu dimana sekarang?” tanya Bram dalam sambungan telpon genggamnya. “Ajeng...tolong jawab,” ucap Bram lagi dalam sambungan telponnya. Merasa terganggu dengan telpon Bram yang terus menghubunginya. Ajeng pun memblokir nomor telpon Bram. Setidaknya kalau memang Bram berkepentingan dengannya pasti ia akan ke rumah lagi pula, diakan masih istrinya, jadi sudah kewajiban bagi Bram untuk mencari dirinya pikir Ajeng. Pagi
Sekitar pukul enam pagi Bram terbangun masih dengan kondisi tidak mengunakan sehelai benang pun, begitu juga dengan Dina yang dilihatnya masih dalam pelukannya. Bram segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dua puluh menit kemudian ia telah keluar dari kamar mandi dan memakai pakain. Bram lalu menutupi tubuh indah Dina dengan selimut dan membiarkannya tetap terlelap. Bram duduk disofa sambil berpikir tentang hal yang telah terjadi padanya. Ia berharap Ajeng mau mengerti dengan keadaannya saat ini. Terlihat beberapa kali Bram menghela napas panjangnya mengingat hal yang terjadi antara dirinya, Ajeng dan Dina. “Oooh....bagaimana aku harus bersikap atas diri Dina?” ucap Bram mempertanyakan pertanyaan untuk dirinya sendiri. Bram tidak akan mampu menghindari diri Dina. Bukan karena kecantikan dirinya, kemolekan tubuhnya atau karena area yang di favoritkan dalam tubuh Dina tetapi bagi Bram selain Dina adalah istrinya yang harus ia nafkahi batin
Sudah lebih dari dua hari sejak pertengkaran antara dirinya dan Bram terjadi membuat perasaan hatinya menjadi kacau. Dua hari ini dirinya kurang tidur. Banyak hal yang di pikirkan saat ini. Bukan hanya soal perasaan benci dan cintanya, tapi persoalan keputusan yang akan dirinya ambil. Ada kalanya dirinya berpikir ‘jika saja dirinya tidak hamil mungkin akan lebih mudah untuk mengambil sikap dan keputusan atas segala yang telah terjadi’ atau ‘kalau saja sejak pernikahan mereka yang baru beberapa pekan ia dapat mengambil keputusan yang bijak’, karena saat itu Bram telah mengatakan padanya tentang pernikahan perjodohannya dengan Dina. Helaan napas Ajeng sudah terjadi berulang kali, dan dia tidak menemukan jalan keluar atas problem yang telah dihadapinya. Dan dirinya menyalahkan rasa cinta yang begitu diagungkan kepada suaminya. Hingga saat ini dirinya merasa membenci rasa cinta itu. karena bagi dirinya cinta itu telah ternodai karena kebohongan Bram yang te
Sekitar jam sebelas malam Bram sampai di rumah Ajeng, setelah memarkir mobilnya ia pun langsung masuk ke kamar. Dilihatnya Ajeng telah terlelap dalam tidurnya. Bram tidak berani untuk membangunkan Ajeng, karena di lihat dari wajahnya ia terlihat sangat lelah. Berkali-kali Bram menatap wajah Ajeng, dan ia merasa dia bukanlah Ajeng wanita yang pernah di cintanya sepuluh tahun yang lalu. Dalam hati Bram berharap, agar Ajeng bisa merubah suasana hatinya. Bram akhirnya pun tertidur disamping Ajeng. Pagi sekali sekitar jam enam pagi Ajeng telah terbangun dari tidurnya, dan ia sangat terkejut melihat Bram telah ada disisinya. Ia melihat Bram tertidur sangat nyenyaknya. Ajeng pun akhirnya beranjak dari tempat tidurnya ke dapur untuk konsumsi susu yang menjadi minuman favoritnya saat ini. Ia pun lalu mengerjakan pekerjaan rumah, kemudian menyiram dan mengunting tanaman yang telah bercabang pada rantingnya. setelah beraktifitas selama satu jam, ia merasakan peluh
Bram sampai di rumah bundanya sekitar jam sembilan malam. Ia lalu mencari bunda di kamarnya ternyata sudah tertidur dengan lelapnya, lalu ia melangkah menuju kamarnya, dan dilihat Dina sedang menonton televisi. “Sudah makan malam Din?” tanya Bram. Dina yang Sedang focus pada televisi akhirnya pun berpaling ke arah suara Bram. "Eeeh... mas sudah datang, kita semua sudah makan malam,” ucap Dina. “Mas sudah makan malam?” tanya Dina. “Sudah... dan semua masalah antara aku dan Ajeng juga untuk sementara ini sudah terselesaikan,” jawab Bram sekalian memberitahukan Dina perihal keadaan Ajeng. Dina mematikan televisi dan menghampiri Bram yang saat ini sedang menganti pakaiannya. Dina memeluk mesra Bram sebagai rasa syukur dan lega dalam hatinya. Karena walau bagaimana pun hal itu yang selalu dipikirkan oleh Dina. Hanya saja apa yang membuat dirinya lega atas persoalan itu berakhir pun ia tidak tahu. “Mas pasti lelah sekali yaa?” tanya
Hari ini aku akan mengantarkan Dina ke Dokter kandungan seperti yang ibunda sampaikan pada kami tadi pagi. Setelah bersiap-siap kami pun menemui ibunda untuk pamit.“Bunda, kami berangkat dulu yaa,” ucap ku kepada bunda. “Iyaa Bram, Ingat nanti sampaikan hasilnya pada bunda,” ucap bunda. Kami pun akhirnya berangkat menuju Dokter kandungan. Sepanjang jalan menuju Dokter kandungan aku melihat Dina sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Karena dia saat ini terlihat tidak banyak bicara. Apalagi sekarang ini aku memutar lagu favorit nya, biasanya dia akan menyanyi mengikuti alunan musik.Akhirnya kami pun sampai di Dokter kandungan yang di rekomendasi oleh ibunda, yang sangat berharap mantunya agar Dina bisa segera hamil. Kami menuju asisten dokter dengan mengkonfirmasi ulang untuk mendaftar. “Ibu Dina Bramastio silakan masuk,” ucap asisten dokter memanggil nama Dina. Kami pun masuk kedalam dan duduk di hadapan Dokter Spesialis kandungan itu.
Sejak Kejadian semalam aku kembali berpikir tentang yang harus di alami oleh Dina, sekarang ini aku harus menutupi rahasia dari Dina kepada bundaku. Terkadang aku berpikir bagaimana caranya aku akan tetap mempertahankan rahasia ini pada bunda. Rahasia tentang Ajeng terungkap kini rahasia tentang masa lalu Dina yang harus kututupi. Untuk saat ini yang bisa aku lakukan hanyalah mengikuti arus saja. Aku lihat Dina masih tidur disamping ku dengan pakaian tidur yang tipis tanpa mengunakan bra. Dina adalah seorang wanita maniak yang selalu mempunyai banyak cara untuk membuatku setiap saat ingin menjamahnya. Aku akui dirinya sangat mahir dalam urusan ranjang hingga membuat aku tidak berkutik sedikitpun. Sama seperti kemarin, seharusnya aku ke rumah Ajeng tetapi aku habiskan waktuku bersamanya. Dan pagi ini aku akan ke rumah Ajeng untuk menjenguknya dan yang pasti memberikan cinta dan kasih sayang padanya.Segera aku beranjak dari tempat tidurku untuk membersihkan