Share

BAB 5. Kebohongan

"Andaru anak gue."

Tak hanya Pram yang terkejut mendengar pernyataan Adnan yang baru saja muncul dari lift, Suri juga menunjukkan reaksi yang sama. Namun, keterkejutan Suri tak berlangsung lama karena melihat senyum menenangkan yang disuguhkan Adnan untuknya. Hanya sekilas, hingga Suri nyaris mengira dirinya salah lihat.

Detik selanjutnya, Suri segera sadar kalau Adnan sedang mencoba menyelamatkan dirinya dari Pram.

"Anak lo... sama Suri?"

Setelah bisa menguasai diri, Pram mengalihkan pandangannya kepada Andaru yang sedang melonjak-lonjak senang karena kedatangan Adnan—dengan mudah melupakan keberadaannya. Lalu tatapan tajamnya berpindah kepada Suri. "Ri... apa itu benar?"

Tenggorokan Suri terasa perih karena ditodong pertanyaan itu. Ia mengalami dilema yang datang di saat yang tidak tepat. Dan sekali lagi, Adnan dengan tanggap menarik dirinya dari krisis. Pria itu mengambil alih dengan menjawab, "Ya. Andaru adalah buah cinta kami berdua."

'Buah cin...ta?'

Astaga!

Jantung Suri berdesir mendengar kebohongan besar itu. Adnan selalu tanpa sengaja membuat Suri diserang rasa bersalah karena sampai hari ini masih belum bisa membuka hatinya untuk pria itu.

Ekspresinya saat ini sangat berbanding terbalik dengan Pram yang langsung menyipitkan mata dan mengetatkan rahangnya.

Situasi tegang di antara mereka tidak membuat Adnan terintimidasi. Pria itu dengan santai berjongkok dan membelai kening Andaru yang basah oleh keringat.

"Anak Papa belajar apa saja di daycare hari ini?" Adnan membopong Andaru dengan mudah menggunakan satu tangan dan mengajak bocah itu mengobrol santai seperti biasa.

"Aru belajar berhitung dari satu sampai seratus sama Mama!" pekik Andaru lalu menceritakan kegiatannya sepanjang siang bersama Suri dengan semangat. "Aru juga udah bisa nulis nama Mama sama Papa Adnan!"

"Wah, hebat sekali, Anak Papa! Papa boleh lihat nanti di rumah?"

Andaru mengangguk antusias. "Boleh, dong!"

Tatapan hangat dan memuja Adnan kepada si bocah yang berada dalam gendongannya tak luput dari perhatian Suri. Ia sudah sering melihat interaksi anaknya dengan pria itu, yang jauh lebih akrab dari hubungan ayah-anak kebanyakan. Dan hari ini tak terkecuali.

Jika orang-orang melihat, Suri yakin mereka akan langsung menyimpulkan kalau Adnan adalah ayah kandung Andaru yang sangat penyayang.

"Jangan main-main sama gue, Adnan!" Pram mendecih sengit. Menyudahi percakapan singkat Adnan dengan Andaru dan menyadarkan Suri dari lamunan. "Skenario apa yang sebenarnya sedang kalian mainkan?!"

Bulu kuduk di tengkuk Suri berdiri saat melihat Pram menyeringai menatap Andaru. Pram seolah bisa dengan mudah menemukan kemiripan antara dirinya dengan anak itu. Pundak Suri kembali menegang karena ternyata mantan suaminya tidak semudah itu dibodohi. Kebohongan dangkal yang tadi Suri pikir bisa menyelamatkannya, dengan cepat berbalik menjadi bumerang.

Meski Adnan sudah sering absen dari kegiatan dan acara penting Danuarta Group sejak pindah ke Surabaya delapan tahun lalu, untuk hal-hal penting seperti acara pernikahan sepupu dan perayaan anniversary kedua orang tuanya, Adnan selalu mengusahakan untuk datang.

Pada momen-momen itu, keluarga besarnya akan mengulik kehidupan pribadi Adnan setelah pria itu memutuskan untuk membangun perusahaannya sendiri di kota yang jauh dari ibukota tanpa embel-embel Danuarta. Tidak akan ada yang percaya jika Adnan mengaku punya anak berumur lima tahun di depan keluarga besarnya!

'Dasar bodoh! Seharusnya aku langsung kabur saja tadi--'

"Kenapa gue harus susah-susah bikin skenario, sementara kenyataannya memang begitu?" Adnan bertanya retoris, menghentikan kepanikan Suri di dalam hati.

"Bangsat!"

Pram telat bereaksi karena butuh waktu selama beberapa saat untuk mencerna balasan Adnan. 

"Kalian... kalian berdua selingkuh di belakang gue?!" hardik pria itu kesetanan. Jika bukan karena ada bocah kecil digendongan Adnan, kepalan tangan pria itu mungkin sudah melayang di wajah sepupunya yang masih bisa bersikap sangat tenang.

Senyum kecut mewarnai wajah Suri yang sudah sangat lelah dan kuyu. Setelah apa yang terjadi bertahun-tahun yang lalu, bukankah mantan suaminya itu tidak berhak melemparkan tuduhan yang tak berdasar kepadanya?

Kemarahan dan kekecewaan kepada Pram yang ia kira sudah lenyap dimakan waktu, pun meluap tak tertahankan.

"Jangan sembarangan menuduh, Mas!" Untuk pertama kalinya setelah bermenit-menit bungkam, Suri buka suara dengan nada sengit. "Dan jaga bicaramu di depan anak kami!"

Pram kembali dibuat terkejut karena ucapan Suri. Ekspresi di wajahnya menunjukkan sakit hati, tetapi dengan cepat tergantikan oleh tatapan sinis.

"Kalau bukan selingkuh lalu apa namanya, Ri?! Kamu istriku! Tapi kamu malah diam-diam kabur dan tidur dengan sepupuku sampai menghasilkan anak!"

Tersinggung?

Tidak.

Suri mengingat perangai Pram dulu yang punya kecenderungan posesif. Sehingga ia tidak terlalu kaget melihat reaksi mantan suaminya yang meledak-ledak itu. Jika Suri yang berada di posisi Pram, kemungkinan besar ia juga akan bereaksi demikian. Namun, hal itu sekaligus menyadarkan Suri kalau kebohongan yang ia dan Adnan ciptakan hanya akan menimbulkan drama baru. Tidak hanya dengan Pram, tetapi juga dengan keluarga besar Danuarta.

Wanita itu mengepalkan tangan kuat-kuat. Itulah sebabnya dulu ia pernah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak berurusan lagi dengan orang-orang dengan nama belakang Danuarta saat meninggalkan Jakarta. Ia tidak ingin terlibat dalam masalah yang akan kembali mengusik ketenangan hidupnya.

Hanya saja, takdir malah membawanya bertemu Adnan. Dan kebersamaannya dengan Adnan selama bertahun-tahun belakangan membawanya pada hari ini.

"Lo nggak usah berlagak menjadi superhero buat istri gue, Nan," geram Pram yang menarik Suri dari lamunan singkatnya. "Dia milik gue." Pram menunjuk Suri dengan penuh emosi hingga urat-urat bertonjolan di lehernya. Namun, tatapannya sendiri tidak lepas dari Adnan. "Selamanya, cuma gue yang berhak memiliki dia."

Suri mengernyit karena tidak tahu apa yang dikatakan Adnan sebelumnya hingga membuat Pram mengucapkan kalimat itu. 

"Lalu bagaimana dengan Melisa?" cetus Adnan seraya mengelus punggung Andaru. Bocah kecil itu memeluk leher Adnan erat sejak mendengar Pram bicara dengan volume keras. "Kamu mau menduakannya?"

Pram seketika mematung kala mendengar nama istrinya disebut. Sorot matanya berubah, menunjukkan kepanikan yang gagal disembunyikan.

Memperhatikan setiap gesture tak nyaman yang ditunjukkan sang mantan suami membuat Suri hanya bisa tersenyum pahit. Teringat bahwa Pram masih pribadi yang sama dengan sosok yang ia kenal dulu.

Bertahun-tahun lamanya mereka berpisah, Pram belum berubah. Hidup pria itu masih berada di bawah kendali orang lain meski saat ini telah menjabat menjadi CEO Danuarta Group--yang mulai melebarkan bisnisnya di negara-negara Asia.

"Mas Pram!"

Panggilan nyaring nan merdu itu sukses mencuri perhatian. Ketiga orang dewasa yang bersitegang itu menoleh bersamaan ke sumber suara.

Suri terpegun. Ia tak bisa mengalihkan tatapan dari sesosok wanita cantik berambut panjang dengan balutan midi dress mewah berwarna merah marun yang berjalan mendekat dengan langkah anggun.

"Katanya mau cari Adnan, tapi aku susul kamu ke ruangannya udah nggak ada siapa--Eh, Adnan!"

Melisa Tanureja, istri kedua Pram yang baru saja datang itu mengernyit setelah melepaskan kacamata hitam yang menutupi mata indahnya. Beberapa detik kemudian, matanya berkilat begitu menyadari ada dua orang asing di sana. Wanita itu kembali menatap Adnan yang masih setia mengelus punggung bocah kecil di pelukannya. Kernyitan di keningnya bertambah banyak.

"Adnan, sejak kapan selera kamu berubah dari menyukai wanita single menjadi menyukai janda?"

naftalenee

Nongol-nongol langsung bikin emosi aja nih Mbak Melisa. Omongannya pedes banget😠

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status