Wijaya Grup Arumi terkejut, karena mulai hari ini dia akan satu ruangan dengan Dewa. Membuat ia merasa tidak nyaman karena tidak memiliki privasi atau pun waktu untuk sendiri. Melihat Arumi yang masih mematung di depannya, membuat Dewa tak sungkan untuk menegurnya. "Arumi! kenapa kamu malah diam duduk dan aku ingin kamu menunjukkan kemampuan mu. Aku belum melihat jelas kinerja mu tunjukkan pada ku, apa kamu memang layak jadi seorang sekertaris?" Ledek Dewa yang sengaja ingin menguji. Seketika Arumi tersulut emosi, saat mendengar perkataan Dewa yang membuatnya kesal. Tapi tentu saja ia merasa lebih tertantang untuk menunjukan tentang kemampuan nya karena tidak ingin di remehkan. Dengan helaan nafas yang panjang, Arumi pun tentu berusaha menunjukkan kemampuannya. "Baiklah, memangnya tuan ingin aku melakukan apa?" tanya Arumi dengan penuh kepercayaan diri. Dewa melempar pelan, satu dokumen pendapatan dan pengeluaran keuangan perusahaan lalu meminta Arumi untuk memperbarui
Arumi menyergitkan dahi, dia terkejut saat sang ayah mengirimkan pesan tentang Daniel yang meminta kompensasi yang sangat mengejutkan atas batalnya pernikahan mereka. "Mas Daniel keterlaluan, bisa-bisanya dia memanfaatkan situasi seperti ini," geram Arumi tak terima dengan kedua tangan yang terkepal menahan emosi yang saat ini menyelimuti dirinya saat ini. Dewa yang baru saja membuka laptopnya, ia tak sengaja melihat ekspresi Arumi yang terlihat sangat marah membuatnya sedikit cemas dan khawatir mengingat Arumi saat ini sedang mengandung darah dagingnya. Meskipun ragu, Dewa melontarkan satu pertanyaan pada Arumi dengan nada dinginnya. "Arumi! ada apa? kenapa kamu malah bengong bukankah aku meminta mu untuk menyalin semua data-data baru," peringat Dewa dengan nada sindiran. Arumi terbuyar dari lamunannya, lalu melirik ke arah Dewa dengan perasaan tidak enak hati. Lalu spontan menjawab. "Ti-tidak ada apa-apa," jawab Arumi dengan nada lirih dengan kedua bola mata yang berkaca
Disebuah Bandara Kota M. Terlihat wanita yang berpenampilan seksi belahan dada rendah, dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Dia berjalan dengan sangat menggoda di iringi asisten pribadinya di belakang. "Nona Laura, apa tuan Dewa akan menjemput kita?" tanya Rini melihat sekitar bandara sembari menderet koper majikannya. "Tentu saja tidak, karena aku sengaja pulang lebih awal karena ingin memberi kejutan untuk pacar ku," jawab Laura tersenyum penuh semangat setelah kembali dari Paris. Rasanya Laura sudah tak sabar ingin menemui Dewa, kekasih yang sangat dia cintai. Berharap kepulangannya membuat Dewa senang dan tidak marah lagi padanya. Melihat jarum jam yang berjalan sangat cepat, kini Laura dan asistennya pun di jemput oleh supir pribadinya. Kepulangannya dari paris sengaja ia rahasiakan dari Dewa. Mengingat beberapa hari lagi adalah ulang tahun hubungannya dengan Dewa yang sudah genap tiga tahun ini. Laura memberikan perintah pada para asisten da
Dewa gelagapan saat Laura menghubunginya, melalui video call, lelaki tampan itu tampak bingung dengan sikapnya saat bertatapan dengan kekasih yang belum tahu tentang statusnya saat ini. "Mas Dewa! ko bengong? senang tidak aku banyak waktu luang menghubungi mu?" Laura tersenyum senang seraya melambaikan tangannya. Dewa berusaha tetap tenang, mungkin setelah nanti mereka bertemu secara langsung dia akan menceritakan semua yang telah terjadi padanya.. "Tentu saja aku senang, apa pekerjaan mu sudah selesai di sana?" sahut Dewa yang sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Jauh dalam lubuk hati Dewa terlihat sangat panik dan cemas. "Iya mas, semua pekerjaan ku sudah beres. Setelah ini aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama mu," Ungkap Laura dengan perasaan tak sabarnya ingin segera bertemu untuk melepas rindu yang selalu menyiksa diri beberapa bulan ini. Ketika mereka tengah asyik mengobrol tiba-tiba saja Dewa mendapatkan satu pesan masuk dari neneknya. Membuat ia terpaksa
"Berani sekali kau berbicara seperti itu pada Arumi!" Dewa mengeram, ia meraih leher Daniel dan mencekiknya sampai wajah pria itu membiru. Arumi terkejut saat melihat sorot mata elang Dewa, yang seakan ingin membunuh. Mengingat nenek Rima yang begitu menjaga image cucunya membuat Arumi pun segera menghentikan. "Mas Dewa! hentikan, jangan kotori tangan mu untuk melukai dia," kata Arumi mengingatkan dan menahan lengan Dewa. Seketika Dewa melepaskan tangannya, Jika bukan karena Arumi dia begitu enggan. Daniel tersungkur ke bawah lantai. Sampai sudut bibirnya mengeluarkan darah karena satu kepalan tangan yang di layangkan oleh Dewa. "Mas Daniel, apa kamu tidak apa-apa ?" Rania segera menghampiri dan membantu untuk membangunkan kekasihnya itu. "Sakit, tidak papa apanya," Daniel menatap tajam pada Dewa. Dan tanpa ragu Dewa mengingatkan pria itu agar tidak berbicara sembarang lagi pada Arumi. "Jika bukan Arumi yang meminta, aku tidak akan melepaskan mu! sekali lagi kau berani
Disebuah Elite Kafe. Laura berjalan ke arah meja VIP no 23, dia begitu antusias saat menemui sahabat kekasihnya. Radit yang sudah menunggu cukup lama di sana. Lelaki itu terlihat sedikit cemas dan tidak enak hati. Tapi karena Laura terus memohon agar dia membantu, membuat ia tidak bisa menolak. "Radit! apa aku sudah lama menunggu?" tanya Laura menghampiri lalu duduk di di depan sahabat baik Dewa. Pertanyaan Laura membuyarkan fokus Radit, lalu pria itu berusaha untuk tetap tenang dan segera menjawab. "Tid-aak terlalu juga, mungkin baru sekitar tiga puluh menitan," jawab Radit dengan nada yang terbata-bata. Laura bernafas lega, karena akhirnya dia hanya terlambat sebentar. Mereka berdua duduk saling berhadapan. Radit yang merasa tidak enak hati karena sampai janjian dengan Laura tanpa sepengetahuan Dewa. Tapi dia berusaha untuk tenang dan setelah mempersilahkan Laura duduk. Suasana di antara mereka cukup akrab, tapi membuat Laura sudah tidak sungkan lagi meminta bantuan pad
"Iya kau tidak usah sungkan katakan saja jika ada yang perlu di bantu." Dewa membenarkan semua perkataan Arumi. Arumi perlahan mengangkat wajahnya lalu menatap dalam kembali lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. "Sebelumnya aku ingin berterima kasih pada tuan Dewa atas tawarannya, tapi sampai saat ini aku masih memikirkan kesehatan ayah," Balas Arumi tersenyum getir, dengan jemarinya yang meremas erat dressnya. Hati Arumi terasa sedikit sesak saat mendengar perkataan Dewa yang hanya mengatakan sebagai balas budi, wanita cantik itu baru menyadari jika selama ini Dewa hanya memikirkan tanggung jawabnya pada calon bayi mereka. Tanpa memikirkan hati dan perasaan dirinya. "Arumi, kenapa kamu harus sedih. Bukankah dari awal pernikahan ini untuk meredam skandal dan image tuan Dewa apa yang kamu harapkan," batin Arumi merutuki diri sendiri. Ketika keduanya tengah berbicara serius, tiba-tiba saja Hera yang baru saja datang menghampiri Arumi. Wanita paruh baya itu pun selalu tak p
"Arumi kesal dengan ibu dan saudara tirinya," jawab Dewa dengan singkat. Mendengar jawaban cucunya, nyonya Rima terlihat sangat kecewa. Karena bagaimana bisa Dewa begitu enteng menjawabnya. Padahal dia sudah mewanti-wanti agar Arumi tidak terlalu banyak lagi bergaul dengan ibu dan saudari tirinya yang tidak baik. "Dewa, seharusnya masalah istri mu kamu selesaikan sendiri, dia sedang mengandung calon pewaris keluarga kita, nenek tidak ingin terjadi sesuatu padanya," tuntut Nyonya Rima dengan penuh penekanan. Dewa tidak ingin membuat neneknya nya marah, apa lagi jika serangan jantungnya kembali kambuh, hingga membuatnya terpaksa mengalah. "Baik nek, maafkan Aku, Ku akan melarang Arum," sesal Dewa lalu pamit lalu berjalan menaiki tangga menuju ke arah kamarnya yang berada di lantai dua. Nyonya Rima menggelengkan kepala, dia begitu berharap jika Dewa dan Arumi bisa saling mencintai satu sama lain layaknya pasangan suami istri pada umumnya. Mendengar kabar Laura yang sudah ke
"Arumi kamu yang sabar ya, perkataan Dewa tidak usah kamu masukin hati," Clarisa berusaha menghibur Arumi. Dia sangat sedih dan ikut sedih saat melihat sikap Dewa yang sangat keterlauan lebih mementingkan Laura di bandingkan istrinya sendiri. Arumi menarik nafas dalam-dalam dia tidak suka orang lain melihat dirinya lemah, sampai berusaha keras terlihat tegar. "Clarisa! terima kasih karena kamu sudah menghibur ku, tapi seperti aku sedikit pusing dan ingin cepat pulang," keluh Arumi seraya memijat kening. Clarisa yang sangat cemas, kini ia menawarkan diri untuk mengantar Arumi. Awalnya Arumi menolak tapi karena ingin tahu lebih jauh tentang masa lalu Dewa dan Laura membuatnya menerima tawaran wanita itu lalu memberi perintah pada supirnya pribadi Dewa agar tidak menunggunya. Sebagai seorang karyawan pak Hendra hanya bisa mematuhi perintah istri tuanya, Arumi dan Clarisa pun segera bergegas pergi dari pesta mengingat Dewa yang pergi begitu saja tanpa bicara apa pun. Suasana di
Disaat Arumi tengah larut dalam pemikirannya, Dewa yang masih banyak mendiskusikan beberapa project baru bersama rekannya, dia mengingatkan Arumi agar menunggunya sebentar. Arumi tertunduk patuh, bahkan Dewa juga tak lupa mengingatkan agar tidak meminum wine Mengingat kondisi wanita yang bergelar istrinya itu tengah hamil muda. Setelah mengingatkan, Dewa yang di ikuti asistennya kini mulai bergabung dengan beberapa rekannya termasuk Adrian yang juga ikut dalam project itu. Melihat beberapa menu makanan yang tersedia di meja dengan berbagai jenis menu membuat Arumi menelan saliva beberapa kali karena membuatnya tergoda. "Wah makanan di sini sepertinya sangat enak-enak aku jadi ingin mencicipinya," Gumam Arumi yang perlahan mencoba mencicipi beberapa cake mini buah-buahan. Laura yang melihat Arumi sendirian membuatnya segera menghampiri, lalu sengaja memulai topik pembicaraan untuk membuat Arumi sadar akan posisinya di hati Dewa. "Hmm, sepertinya ada orang kampung yang baru
Beberapa jam kemudian di sebuah gedung hotel bintang lima, beberapa tamu sudah berlalu lalang mulai memasuki gedung mewah dan besar itu dengan penampilan mereka yang terlihat modis, membuat Arumi yang baru pertama kali ikut mendampingi Dewangga tertegun sampai membuat langkah kakinya terhenti. Kedua alis tebal Dewa terangkat, saat melihat Arumi yang malah mematung sembari menatap kagum ke arah pintu utama hotel termewah di kota itu. "Arumi! kenapa malah bengong? ayo cepat masuk, ingat jaga sikap mu jangan membuat ku malu di dalam nanti, karena banyak tamu-tamu penting," tegur Dewa dengan mode wajah datar yang serius. Arumi tersadar dari lamunannya, lalu kembali fokus menyahut Dewa jika dia akan mematuhi perintahnya. Dewa yang sudah di tunggu oleh beberapa rekan bisnisnya kini dia kembali menyodorkan lengannya dan menatap Arumi, Arumi yang sudah mengerti tatapan sebagai kode. Setelah Arumi melingkarkan tangan di lengan Dewa, mereka berdua kembali melanjutkan langkahnya lagi
"Oma! Arumi aku pul..." Panggil Dewa sembari melonggarkan dasi dengan raut wajah tampannya yang terlihat sangat kelelahan bantuan dia terkejut saat melihat penampilan Arumi yang sangat cantik membuatnya hampir tak percaya. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, ia terlihat sangat gugup bahkan sampai tak berani mengangkat wajahnya di depan Dewangga. Kedua bola mata Dewa membulat saat melihat Arumi yang terlihat sangat cantik dan berbeda tidak seperti biasanya. "A-Arumi ini benarkah ini kamu?" Celetuk Dewa yang masih mematung terkesima. Melihat ekspresi wajah Dewa yang menatap tanpa berkedip membuatnya Oma Rima tersenyum bahagia, karena dia yakin jika cucu kesayangannya terlihat sudah mulai memperhatikan dan menyukai Arumi. Hingga membuatnya spontan sengaja menggoda. "Lihatlah Dewa, istri mu sangat cantik malam ini, oma yakin dia Arumi akan menjadi pusat perhatian di pesta nanti," seloroh Oma Rima. Seketika suasana terasa hening dan canggung, wajah cantik Arumi seketika te
Laura terkejut setelah membaca pesan dari Adrian yang marah-marah, karena tidak mengatakan jika saat ini ternyata Arumi tengah hamil. "Astaga! aku lupa kemarin tidak mengatakan hal itu," Laura menggelengkan kepala, lalu dia menjelaskan dalam pesan itu jika dirinya juga baru tahu. Berharap Adrian tidak akan marah lagi padanya dan pria itu tetap masih dengan komitmennya masih akan tetap bekerja sama. Laura bahkan membujuk Adrian agar tenang, karena menurutnya kehamilan Arumi masih bisa dia atasi dengan cara mengugurkan kandungannya. Agar tidak ada alasan lagi antara Dewa dan Arumi untuk mempertahankan kontrak pernikahan mereka. Karena rasa cinta Adrian yang sudah sangat besar pada Arumi saat mereka masih duduk di kampus membuat lelaki itu pun terdiam, dan terpaksa mempercayai perkataan Laura. "Oke, aku akan melihat kemampuan mu untuk bisa memisahkan mereka nona Laura," kata Adrian dalam pesannya. Tanpa banyak berpikir lagi kini Laura menyanggupi janjinya untuk mengugurkan kan
Dewa semakin geram saat mendengar perkataan Adrian, yang menyulut emosinya di depan semua orang. Tapi dia berusaha tetap tenang agar tidak terpancing karena dia tidak mau jika sampai image-nya tercoreng. "Apa yang anda katakan benar tuan Adrian, tapi istri ku sedang hamil!" Dewa memberi penjelasan singkat dengan nada santai. Membuat Adrian terkejut dengan kening yang berkerut bibirnya bahkan seolah terkunci. Semua orang di sana berbisik, mereka yang baru saja bergabung di proyek itu baru tahu jika Dewa ternyata sudah menikah. "Wah, ternyata sekertaris cantik yang kemarin istrinya tuan Dewa tidak di sangka, beliau sudah menikah," bisik salah seorang wanita di sana. "Hsut! pelankan suara mu jangan sampai tuan Dewa mendengarnya, kalau tidak ini punya masa lah dengannya," sambung pria paruh baya mengingatkan. Melihat lawan bicara seolah kehabisan kata-kata membuat Dewa merasa puas, karena seolah telah memberi sebuah tamparan keras untuk Adrian. "Bagaimana sekarang anda sudah
Tubuh Arumi melemas bahkan wajahnya memucat, nafasnya seolah tercekat di tenggorokannya saat mendengar perkataan Dewa yang sangat menyesakkan hati, kedua bola matanya berkaca-kaca. Melihat ekspresi wajah Arumi yang terlihat pucat dan kecewa membuat Laura terlihat sangat puas. Bahkan dia semakin memprovokasi. "Bagaimana? sekarang kamu sudah tahu dan sudah harusnya sadarkan? jadi sebelum kamu di buang lebih baik mengambil inisiatif pergi sendiri," Sindir Laura seraya menatap remeh Arumi. Arumi tersenyum getir, dia berusaha menahan tangisnya. Lalu mengangkat wajah cantiknya dan menatap Laura. "Nona Laura kenapa begitu ketakutan saat tuan Dewa memiliki perjanjian dengan saya? bukankah jika cinta sejati tidak akan pernah berpaling jadi tenang saja aku tidak tertarik dengan tuan Dewa meskipun di antara kami sudah akan mempunyai seorang bayi," balas Arumi dengan tegas. Laura tersulut emosi saat mendengar perkataan Arumi, yang seolah tidak takut dengan gertakannya. "Kau! Berani bicara s
Beberapa jam kemudian, Laura telah sampai lebih dulu di tempat parkiran perusahan Dewa. Dia sengaja menunggu untuk memastikan kedatangan Arumi, yang sudah membuatnya sangat kesal. "Kemana dia kenapa belum kelihatan batang hidungnya juga," Laura sudah tak sabar, baru saja dia ingin mencoba mengirim chat pada Dewa untuk mengetahui keberadaan mereka. Tiba-tiba saja terlihat sebuah mobil Bentley mewah yang berwarna hitam terparkir tepat di depannya, membuat Laura pun mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan, lalu memastikan lebih dulu apakah itu mobil pria yang sangat dia cintai. Dan benar saja, terlihat sang asisten yang baru turun dari mobil lalu segera membukakan pintu mobil untuk Arumi. "Nona muda silahkan," Ujar Rudi sembari membungkukkan badannya sebagai rasa hormatnya. Arumi pun segera menginjakkan kaki lalu segera keluar, dia tak lupa mengucapkan terima kasih pada Rudi, tapi Rudi pun mengingatkan pada istri bosnya agar tidak sungkan padanya. Dewa yang masih duduk d
"Iya benar Oma apa yang di katakan oleh mas Dewa, kami tadi hanya sedang berdiskusi saja," sanggah Arumi yang berusaha mengikuti perintah suami kontraknya itu. Nyonya Rima menghela nafas kasar sembari menggelengkan kepala. Tak ingin memperdebatkan pemikiran negatif yang melintas di kepalanya. Wanita berusia enam puluh tahunan lebih itu pun kini segera mengajak cucu dan cucu mantu kesayangan agar segera sarapan bersama. Dia terlihat sangat bersemangat setelah menyiapkan beberapa menu untuk wanita hami. Arumi tidak tega saat melihat oma Rima yang begitu mengharapkan kehadiran cicitnya, dia berusaha bersikap seolah tidak ada apa-apa terhadap Dewa, padahal jauh dari lubuk hatinya dia merasa tidak nyaman. Tanpa membuang waktu lagi, Dewa mengenggam tangan Arumi dan mengajaknya ke meja makan bersama. Jantung Arumi berdegup sangat kencang saat merasakan tangan besar lelaki yang bergelar suaminya itu yang terasa sangat hangat. Sekilas Arumi sempat terpikat oleh ketampanan Dewa, akan