Di Kediaman Setiawan.Dokter datang memeriksa memastikan kondisi Amara baik-baik saja. Hanya saja, dokter berpesan agar pasien tidak diberi pukulan terlalu besar. Bagaimanapun, usianya sudah tua, tidak sanggup menerima pukulan lagi.Setelah mengatur semuanya, Clara menjaga di dalam kamar dan Yuna baru berpamitan. Bagaimanapun, Yuna sedang mengandung, dia tidak boleh kelelahan.Di dalam ruang tamu, Brandon sedang menekan-nekan keningnya dengan salah satu tangannya. Kemudian, tangannya yang satu lagi menekan-nekan keyboard laptop.Mendengar adanya gerak-gerik, Brandon mengangkat kepalanya, lalu meletakkan laptop ke sebelah. Dia berdiri untuk memapah Yuna, lalu bertanya, “Kamu capek? Aku suruh pembantu masakin sup sarang burung walet untuk kamu. Nanti selesai makan, kamu istirahat di kamar atas, ya. Aku sudah suruh mereka untuk beresin kamarnya. Malam ini kita tidur di sini.”“Om Steve masih belum pulang?” Dari tadi sepertinya Steve masih belum kembali. Saat meneleponnya, ponselnya malah
“Om Davin meninggal di usia 18 tahun. Kabar kematiannya juga sangat mendadak. Rem mobilnya blong, mengakibatkan mobil jatuh ke jurang.” Masalah yang begitu mengejutkan malah diceritakan dengan tenang oleh Brandon.“Kemudian, Om ketigaku, Om Jack, meninggal di usia 15 tahun. Tabung oksigennya mengalami kebocoran, dia pun tenggelam di saat menyelam. Kemudian, om aku yang paling kecil ….” Brandon memalingkan kepalanya untuk melihat Yuna dan tidak melanjutkan ucapannya.Beberapa saat kemudian, Brandon memalingkan kepalanya, lalu berkata, “Om aku yang paling kecil seharusnya meninggal tak lama setelah dia dilahirkan. Dia meninggal karena penyakit bawaan. Waktu itu, dia meninggal di dalam pelukan Kakek.”Ketika mendengar sampai di sini, Yuna pun mengerti. “Jadi, Steve ditukar oleh kakekmu?”Brandon mengangguk. “Kematian Om Davin dan Om Jack telah membuat Nenek terasa terpukul. Papaku memang masih hidup, tapi kondisi tubuhnya tidaklah bagus. Jadi, meski Nenek tidak menyukai mamaku, dia juga t
Brandon bisa menstabilkan kedudukannya di perusahaan selama bertahun-tahun, bukan hanya mengandalkan rasa sayang dan surat wasiat kakeknya saja. Namun setelah mendengar cerita panjang lebar Brandon, Yuna pun kepikiran hal lain. “Kematian Om Davin dan Om Jack sangat menjanggal.”Padahal usia mereka masih sangat muda, satunya malah kecelakaan jatuh ke jurang dan satu lagi tenggelam di saat menyelam. Sementara, om paling kecil yang meninggal di saat baru melahirkan. Selain itu, ayah Brandon juga terus berpenyakitan. Jika hanya satu saja yang sakit-sakitan atau meninggal, sepertinya masih wajar. Namun jika semuanya … sepertinya semua ini terlalu kebetulan.“Ada yang janggal.” Brandon mengangguk. Dapat terlihat tatapan sinis dari kedua matanya. “Mana mungkin ada kebetulan seperti ini? Kekuasaan Keluarga Setiawan sangatlah besar, wajar kalau banyak yang iri dan benci.”Ketika mengucapkan kalimat terakhir, Brandon tidak berbicara lagi. Dia hanya menunjukkan muka muramnya, seakan-akan teringa
Mengenai masalah Steve, biarkan Amara menenangkan dirinya, lalu memutuskan apa yang ingin dia lakukan.…Steve sedang mengendarai mobil tanpa arah tujuan. Saat mobilnya hampir kehabisan bensin, dia baru berhenti di pinggir jalan.Sekarang sudah larut malam. Langit di luar sana sangatlah gelap. Di pinggir jalan masih tampak beberapa kios sedang berjualan makanan. Aroma wangi makanan tercium Steve membuat perutnya keroncongan.Steve menuruni mobil, lalu mencari bangku kosong. “Bos, aku pesan 15 tusuk sate dan 1 lusin bir.”Pemilik kios mengiakan, lalu pergi mempersiapkan pesanannya. Tak lama kemudian, pesanan diantar di hadapan Steve. Dia makan dan minum sendirian berusaha melupakan kenyataan dan penghinaan untuk sementara waktu.Kios di pinggir jalan dipenuhi oleh orang-orang, tidak ada yang memperhatikannya dan tidak ada yang mengenalinya. Dia terus meneguk birnya ingin memabukkan dirinya.Seiring dengan berjalannya waktu, rasa penat di hatinya semakin penuh saja. Padahal Steve sudah k
Awalnya kekuatan Steve dan Andrew hampir imbang, mereka berdua saling memukul satu sama lain. Hanya saja, tak lama kemudian, teman-teman Andrew datang mencarinya, mereka lalu mencari sekelompok teman lainnya. Mereka semua mengerumuni Steve, menendang dan memukulinya.Dulu Steve adalah tuan muda dari Keluarga Setiawan. Dia adalah anak kesayangan dari Amara. Siapa pun tidak berani untuk menyentuhnya. Jadi, dia baru bisa bersikap begitu arogan di Kota Kanita. Namun berbeda dengan sekarang, kabar Keluarga Setiawan sudah tersebar luas. Semua orang yakin Steve akan diusir dari Keluarga Setiawan. Jadi, mereka juga tidak bersikap sungkan terhadapnya. Steve tidak sanggup mengalahkan mereka semua. Dia hanya berbaring di lantai sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangannya. Saat ini tubuhnya terasa sangat sakit lantaran ditendang dan juga dipukul.Setelah Andrew merasa capek, dia baru menghentikan aksinya. Dia menghela napas panjang, lalu menatap Steve berbaring di lantai dan tidak bergerak s
Entah sudah berapa lama, sopir pun membangunkan Steve. Perjalanan menuju Apartemen Brimstone agak jauh, sebab lokasinya di pinggiran kota. Sebenarnya Steve juga tidak tahu di mana apartemennya. Hanya saja, lokasi ini bukanlah lokasi mewah.“Di mana ini?” Steve melihat sekeliling dengan terkejut.“Apartemen Brimstone! Bukannya tadi kamu bilang sendiri? Di sini sangatlah gelap, tidak banyak lampu jalan di sini. Mungkin kamu tidak bisa melihat dengan jelas.” Sopir menekan tombol meteran, lalu berkata, “Terima kasih, totalnya 246 ribu.”Steve mengorek kantongnya, dia menyadari hanya tersisa beberapa puluh ribu saja. Melihat sosok Steve, sopir pun mengeluarkan kode QR-nya. “Scan QR juga bisa.”Kemudian, Steve menemukan kartu kredit. “Apa bisa pakai kartu kredit?”Biasanya Steve jarang mengambil uang tunai atau kartu kredit, dia lebih sering menggunakan pembayaran dari ponselnya. Pokoknya, Steve sudah terbiasa untuk hidup tenang. Tadi Steve keluar dengan buru-buru, dia pun tidak sempat menga
Setelah tiba di depan pintu rumah, Steve sempat ragu sesaat. Dia memegang kunci tidak berani untuk membukanya. Jika Steve membuka pintu, apa mungkin akan ada yang meledak secara tiba-tiba. Apa Monica akan meledakkannya hingga mati? Atau di dalam sana ada anjing rabies yang akan menggigit Steve hingga mati? Apa mungkin Monica akan mencelakainya?Seketika terlintas pemikiran menakutkan di benaknya. Steve pun ingin segera melarikan diri.Hanya saja, kaki Steve malah terasa bagai ditahan saja. Meskipun Steve pergi, dia juga tidak memiliki tempat lain lagi. Dia menggenggam erat kunci di tangan sambil memikirkan kondisinya sekarang. Pada akhirnya, Steve langsung membuka pintu kamarnya.Semuanya di luar dugaan Steve, ruangan di dalam sana sangatlah hening dan gelap gulita. Steve tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dia mulai meraba-raba dinding untuk menekan saklar. Lampu di dalam rumah seketika menyala. Di dalamnya tidak semengerikan yang dibayangkan Steve. Rumah ini hanyalah sebuah rumah bia
Steve tidak bersemangat seperti sebelumnya. Steve yang sekarang boleh dikatakan telah kehilangan semangat hidup, bagai ayam jago yang kalah dalam beradu. Dia tidak lagi terlihat berwibawa seperti sebelumnya. Steve sangatlah tidak berdaya bagai sudah ditelantarkan oleh semua orang di dunia.Jika dulu Steve bisa memberi kebahagiaan untuknya, sekarang Hanny malah bisa melihat bayangan Hanny di diri Steve. Jelas-jelas mereka berasal dari keluarga kaya raya, tetapi mereka malah ditelantarkan.Hanny merasa sedih dan juga sakit hati. Dia menepuk punggung tangan Steve dengan perlahan, lalu berkata, “Nggak usah takut. Semuanya akan berlalu. Kamu masih ada aku!”Steve terdiam. Melihat tangan putih di atas tangannya, tetiba Steve merasa ada yang aneh. Dia langsung menggenggam tangan Monica.Reaksi Steve terlalu mendadak, membuat Hanny terkejut. Hanya saja, dia tidak menyingkirkan tangannya membiarkan Steve untuk menggenggamnya.Setelah menggenggam dan melihat dengan saksama, Steve teringat dengan
Di antara mereka justru Nathan yang begitu tidak berisik. Dia tidak menangis atau merengek, dan dengan patuhnya dituntun menuju meja operasi.Yuna merasa sakit dan sedih melihat Nathan yang masih sangat muda harus melalui semua ini. Dia hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang akan dia hadapi, dan tidak sadar bahwa selama ini dia hanya dianggap sebagai bahan percobaan oleh orang dewasa yang tidak bertanggung jawab.Tanpa alasan yang jelas dia dirampas dari kedua orang tuanya untuk waktu yang lama. Bukan hanya tidak bisa pulang lagi ke rumahnya, dia bahkan harus menerima kematian dengan cara yang tragis.“Ratu, jangan!” kata Yuna kepada Ratu dengan suara lantang. “Kamu tahu seberapa besar risiko eksperimen ini. Mana mungkin kita biarkan eksperimennya tetap dijalankan. Cepat hentikan eksperimen ini sekarang juga!”Fred yang sudah berada di atas meja operasi juga mengangguk. Baru kali ini dia memiliki pendapat yang sama dengan Yuna. Dia berkata, “Benar! Benar! Eksperim
Mana mungkin Fred mau mati begitu saja sebagai bahan percobaan dari eksperimen yang bahkan belum sepenuhnya rampung ini? Ya, dia tahu jelas kalau eksperimen ini masih belum sempurna dan persentase keberhasilannya juga sangat rendah. Sebelumnya dia begitu berani dan ngotot karena yang menjadi subjek percobaannya bukan dia. Tetapi kalau posisinya ditukar dia yang menjadi subjeknya, jelas dia tidak berani.“Sudahlah, nggak perlu juga aku bertanya,” ujar sang Ratu tersenyum. “Ayo mulai!”Seiring dengan seruan perintahnya yang datar itu, anak buahnya langsung maju mengamankan Fred dan membawanya ke meja operasi.“Nggak! Jangan—” Fred menjerit. “Yang Mulia nggak bisa begini! Aku masih dibutuhkan untuk menjalankan eksperimen ini. Kamu juga masih membutuhkanku. Yang Mulia nggak bisa melakukan ini padaku!”“Tadi kamu nggak bilang begini,” kata sang Ratu tersenyum sinis. “Memangnya ada apa? Apa eksperimennya terlalu menakutkan? Bukannya kamu tadi dengan yakinnya bilang kalau persentase keberhasi
Hampir semua orang yang hadir di sana syok ketika sepasang orang dewasa dan anak kecil itu masuk.“Nathan!” seru Yuna histeris. Betapa kagetnya dia akhirnya menemukan Nathan yang selama ini dia cari-cari di tempat iin. Sudah lama sekali Yuna mencari dan ingin menolongnya, tetapi usahanya selama ini tidak ada hasil. Yuna bahkan sampai kehabisan akal harus bagaimana lagi dia bisa menyelamatkan Nathan, tetapi tak disangka-sangka ternyata malah bertemu di situasi yang aneh ini.Ketika mendengar suara Yuna dan bertemu secara langsung, Nathan sangat bahagia dan tersenyum, dan dengan gayanya yang santun dia menyapa, “Tante Yuna!”“Kamu masih kenalin Tante!” Dengan penuh semangat Yuna ingin berlari memeluknya, tetapi dia lupa kalau tubuhnya masih terikat ke kursi.“Iya!” jawab Nathan mengangguk, tetapi dia dia berjalan menghampiri Yuna. Yuna juga menyadari, meski bisa bebas berjalan, tangan Nathan sedang digenggam oleh seseorang sehingga dia tidak bisa berkeliaran.Dengan ekspresi terheran-her
Hanya saja sedetik kemudian, bagai air yang menyiram habis percikan harapan yang tersisa, sang Ratu berkata, “Kalau kamu memang masih setia padaku, kamu pasti nggak keberatan untuk melakukan satu hal lagi, bukan?”“.…”Fred merasakan firasat buruk menghantuinya, tetapi dia tetap memberanikan diri untuk bertanya, “Apa … apa itu?”“Gimana kalau kamu yang gantikan aku jadi percobaan R10 ini? Kita lihat apa benar-benar berhasil seperti yang kamu bilang atau nggak.”“Yang Mulia … aku ….”Bahkan Yuna juga kaget mendengarnya dan secara spontan melirik ke arah sang Ratu. Dia melihat wajah sang Ratu menyunggingkan seulas senyum tipis.“Haha, nggak berani? Bukannya kamu bilang kamu setia padaku dan rela melakukan apa saja? Kenapa sekarang malah takut?”“Bukan itu!” bantah Fred seraya menggertakkan giginya. “Bukannya nggak berani, tapi Yang Mulia tahu sendiri eksperimen ini membutuhkan kontrol yang ketat. Waktu itu aku sampai lari ke sana kemari demi mencari tubuh pengganti untuk Yang Mulia. Aku
Rainie segera menghentikan langkahnya dan berpikir apa mungkin Yuna menyadari niatnya untuk melarikan diri? Namun di situ Yuna haya menatapnya dingin dan kembali berfokus kepada Fred.“Kamu sudah dari awal menemukan tubuh penggantimu dan mempersiapkan jalan keluar untuk kamu sendiri. Fred, kamu sudah merencanakan semuanya dengan sangat matang, luar biasa! Kamu bahkan sudah membuat rencana jangka panjang mencari pengganti yang kecil supaya kamu punya banyak waktu untuk bersiap-siap. Benar, ‘kan?” kata Yuna.Rona wajah Fred memucat, tetapi dia masih tetap mati-matian menyangkal, “Omong kosong! Terserah kamu mau bilang apa. Ratu sudah nggak percaya padaku lagi. Dia cuma percaya apa yang keluar dari mulut kamu!”“Aku omong kosong atau memang tepat sasaran, kamu sendiri yang paling tahu!” balas Yuna.Mendengar itu, Rainie mulai menyadari sesuatu. Kata-kata Yuna terdengar agak aneh, tetapi anehnya Rainie dapat memahami apa yang dia sampaikan. Lantas dengan keterkejutan di wajah dia menatap Y
Jelas-jelas dia sudah menguasai segala. Jelas-jelas sebentar lagi dia akan berhasil. Tinggal satu langkah terakhir saja untuk mewujudkan impiannya, tetapi tiba-tiba semua itu hancur berkeping-keping dan tak bersisa!“Oke, sandiwaranya cukup sampai di sini. Sekarang waktunya penutupan! Padahal aku sudah kasih kamu kesempatan, tapi sayang kamu nggak menghargainya dengan baik. Kamu pasti mau mengkhianatiku! Fred, aku benar-benar kecewa sama kamu,” ucap sang Ratu dengan penuh rasa penyesalan. Sang Ratu masih merasa kasihan pada Fred dan ingin memaafkannya. Mau bagaimanapun, Fred sudah melayaninya selama bertahun-tahun dan melakukan tugasnya dengan baik sebagaimana sebilah pedang tajam yang dapat menebas apa pun dengan efisien. Sayangnya, pedang ini memiliki pemikirannya sendiri, bahkan sampai tega untuk menyerang pemiliknya dan berniat untuk menggantikannya. Mau setajam apa pun pedang itu, pada akhirnya tetap harus dihancurkan.“Yang Mulia salah paham. Aku selalu bilang eksperimen ini untu
“Salahmu itu kamu terlalu sombong!” kata sang Ratu. Dia lalu perlahan bangkit dengan kedua tangan bertopang ke pegangan yang ada di kedua sisinya. Auranya kini terlihat berbeda dari yang biasa. Fred kaget melihat perubahan aura sang Ratu. Dan di momen itu dia juga menyadari satu hal.“Badanmu sehat-sehat saja?! Jadi selama ini kamu cuma pura-pura sakit?! Jadi semua ini cuma tipuan. Kamu sebenarnya nggak sakit sama sekali!”“Benar. Kalau nggak begitu, kamu nggak mungkin mempercepat eksperimen ini?”Sang Ratu tersenyum begitu ramah dan hangat, tetapi di mata Fred senyuman itu lebih terasa seperti sindiran kepadanya yang menusuk dalam sampai ke tulang.“Mana mungkin! Ini mustahil bisa terjadi!” kata Fred. Dia masih tidak bisa menerima fakta kalau selama ini dialah yang dipermainkan. Dia sudah bertahun-tahun mencurahkan hatinya menyiapkan semua rencananya, tetapi di detik ini dia malah menyadari kalau itu semua hampa. Rencananya sudah sejak lama diketahui oleh sang Ratu. Fred tidak rela da
“Nggak cuma disini, bahkan di luar sana pun sudah banyak orang pemerintahan yang mendukung saya. Yang Mulia tenang saja, pokoknya semua urusan kenegaraan serahkan saja ke saya. Yang Mulia bisa menikmati hidup,” kata Fred seraya tersenyum membeberkan ambisinya, yang juga secara terang-terangan mengakui semua perbuatannya selama ini.“Oh ya? Coba kasih tahu aku ada siapa saja yang mendukung kamu?”“Ada apa, Yang Mulia? Apa Yang Mulia mau menghabisi semua pendukung saya? Sayang sekali, saya nggak akan kasih kesempatan ke Yang Mulia untuk itu. Lagi pula untuk apa? Padahal tadi semuanya lancar-lancar saja. Yang Mulia cukup terima operasi dan eksperimen ini dengan baik-baik, dan Yang Mulia bisa menikmati keberhasilan dari semua ini, bukan? Kenapa Yang Mulia harus melawan dan membuat keributan. Lihat … Yang Mulia coba lihat apa yang sudah Anda perbuat sampai mereka semua menertawakan Anda! Baiklah, kalian semua bawa mereka pergi, dan jangan kasih siapa pun masuk lagi ke tempat ini. Tanpa peri
Dengan penuh rasa percaya diri Fred menjawab, “Tentu saja! Yang Mulia jangan khawatir. Eksperimen kali ini ….”Sayangnya belum selesai Fred berbicara, tba-tiba sang Ratu tertawa dengan begitu aneh. “Baguslah! Kalau memang kamu seyakin itu, aku nggak perlu khawatir lagi!”“Tentu saja, Yang Mulia. Jangan takut!”Betapa kagetnya Fred ternyata semuanya berjalan dengan lancar. Mulanya dia berpikir Ratu pasti akan mati-matian menolak, tetapi ternyata dia malah setuju. Benar saja, sang Ratu masih sangat percaya kepadanya. Namun … sesaat kemudian Fred melihat ada sekumpulan orang yang masuk ke dalam.“Siapa yang kasih kalian masuk? Keluar sana!” serunya.Namun mereka hanya diam saja di tempat dan berdiri mengelilingi Fred.“Kalian nggak dengar perintahku? Anak buah siapa kalian! Kalian sudah nggak mau hidup lagi? Cepat keluar dari sini!”“Justru mereka masih ingin hidup, makanya mereka ada di sini,” kata sang Ratu.“Hah? Oh jadi mereka ini anak buah Yang Mulia?!”Sang Ratu tidak menjawab, teta