Aisyah yang kebingungan, untuk menjawab pertanyaan dari ibunya kemudian berucap, "Ibu, bolehkah Aisyah bicara berdua dengannya?" ucap Aisyah mengalihkan matanya menatap Faiz.
Kemudian Umi Fatimah menjawab, "Boleh dong, Sayang. Silahkan," ucapnya tersenyum. "Aisyah, ibu harap kamu mengambil keputusan yang tepat ya? Dan ibu mohon pertimbangkan perjodohan ini.""Nak, ibu yakin Nak Faiz yang terbaik untukmu. Ibu harap Aisyah menerima perjodohan ini, agar ketika ibu meninggalkanmu, ibu merasa tenang," ucap ibunya menatap serius Aisyah.Aisyah merasa terjepit dalam sebuah pilihan yang sulit. Di satu sisi, dia merasa perlu untuk memenuhi keinginan ibunya, tetapi di sisi lain, dia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri."Faiz, Aisyah, Umi mengerti bahwa ini adalah keputusan besar yang harus dibuat. Tapi percayalah, kami hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian berdua," ucap Umi Fatimah dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di udara.Faiz mengangguk, mencoba menyampaikan rasa pengertian dan kesediaannya. "Kami akan mencoba sebaik mungkin untuk menjalani pernikahan ini dengan baik, Umi.""Aku belum bilang akan menerima kamu sebagai suamiku, dan aku tidak ada niat sama sekali menikah saat ini ataupun menikah denganmu," kata Aisyah dengan suara yang tegas, menatap Faiz dengan ekspresi serius.Dinda mendengar pernyataan keras putrinya dan segera meraih tangannya dengan penuh harapan. "Sayang, cinta bisa tumbuh seiring waktu. Nanti kamu akan bisa jatuh cinta kepada Faiz. Lihatlah, dia begitu tampan. Apakah kamu tidak menyukainya?" ucap Dinda sedikit menggoda putrinya."Ibu, bukan dari segi ketampanannya, tapi kenyamanan ibu, bagaimana Aisyah bisa menikah dengan orang yang Aisyah tidak cinta? Apakah benar, setelah Aisyah menikah dengan Faiz Aisyah akan bahagia?" ucap Aisyah mengeluarkan keresahannya.Aisyah terdiam, memikirkan segala kemungkinan dan konsekuensi dari pernikahan yang diaturkan ini. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya akan berubah setelah menikah dengan seseorang yang belum dia kenal dengan baik.Melihat Aisyah yang begitu tertekan dengan situasi sekarang, Faiz membuka suara, "Ya udah Bu, umi, Aisyah dan Faiz keluar sebentar ya untuk ngobrol?" ucap Faiz lembut.Di taman, Aisyah duduk merenung di kursi bawah pohon. Faiz berdiri tepat di hadapan Aisyah, dia berkata dengan lembut, "Aisyah, mengapa kamu tidak menerima perjodohan ini? Ini adalah permintaan ibumu. Aku ingin melihat umi dan ibumu bahagia karena kita menerima perjodohan ini. Meskipun ini begitu mendadak bagimu dan bagiku, aku ingin kita bisa melalui ini bersama."Aisyah mendongak, menatap Faiz dengan tatapan penuh kebingungan. "Tapi bagaimana aku bisa tinggal bersama orang yang tidak aku cintai? Apakah kamu bisa menjamin aku akan bahagia bersamamu? Mengapa semua orang sibuk dengan perjodohan ini sedangkan ibuku..."Faiz menyela, "Aku tidak hanya ingin tinggal bersamamu, Aisyah. Aku ingin hidup bersamamu, baik dalam suka maupun duka. Aku tidak bisa menjamin kebahagiaanmu, tapi aku akan berusaha keras untuk membuatmu bahagia. Tentang ibumu, ini adalah permintaannya. Biarkan kita memberinya ketenangan dengan mengabulkan permintaannya."Aisyah memandang Faiz dengan mata yang masih penuh keraguan. "Jadi kamu ingin ibuku meninggalkanku?" tanyanya, suara penuh kekhawatiran.Faiz menggeleng pelan. "Bukan begitu maksudku, Aisyah. Aku tidak ingin ibumu meninggalkanmu. Tetapi apakah kamu memperhitungkan bahwa dengan menikah, mungkin akan memberinya ketenangan? Barangkali ada keajaiban, dan ibumu bisa sembuh setelah melihatmu menikah." "T-tapi aku benar-benar tidak siap untuk menikah. A-aku tidak tahu cara mengurus suami, dan aku tidak terlalu pandai dalam mengurus rumah tangga," ucap AisyahFaiz tersenyum lembut. "Aisyah, aku ingin menikahimu bukan sebagai pembantuku, tetapi sebagai istriku. Kita bisa berbagi pekerjaan dan mengerjakannya bersama-sama."Aisyah mendongak, matanya mencari kepastian. "A-aku tidak mencintaimu," ucapnya ragu.Faiz menjawab dengan tenang, "Maka kamu dan aku akan membangun cinta karena Allah.""A-aku belum bisa berhijab. Aku tidak cocok denganmu yang sangat mengerti soal agama," kata Aisyah, mencoba menyampaikan ketidaknyamanannya.Faiz tersenyum lagi. "Aisyah, kelak aku menjadi suamimu, aku akan menjadikanmu versi terbaik dari dirimu sendiri. Aku tidak akan langsung memaksa kamu untuk mengenakan hijab, tetapi aku akan membuatmu merasa risih jika kamu tidak memakainya. Kita akan belajar bersama, dan aku akan selalu mendukungmu dalam perjalananmu untuk menjadi lebih baik."Aisyah terdiam, terpana dengan kebijaksanaan Faiz. Dia merasa dihargai dan dipahami, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Faiz dengan sabar menunggu reaksi Aisyah, memberinya waktu untuk meresapi kata-katanya.Kedua mereka terdiam sejenak, atmosfer yang tegang masih terasa di antara mereka. Faiz mencoba memberi Aisyah ruang untuk memikirkan kata-katanya, sementara Aisyah masih berjuang dengan kebingungan dan kecemasannya sendiri."Apakah kamu benar-benar yakin bahwa aku adalah orang yang tepat untuk mendampingimu?" ucap Aisyah, sedikit khawatir."Aku yakin, Aisyah. Aku sangat yakin 100%," ucap Faiz menatap Aisyah penuh keyakinan."Tapi aku benar-benar merasa tidak pantas untukmu. Lihatlah, aku bahkan jauh dari kata sempurna, sedangkan kamu? Kamu sudah tampak begitu sempurna.""Maka akan kupantaskan kamu bersamaku, Aisyah. Aku yakin dengan perjodohan ini, kamu dan aku bisa menjadi pasangan yang sakinah, mawadah, warahmah. Insyaallah, aku akan membiarkanmu, Aisyah," ucap Faiz tulus."Tapi jika kelak ada seorang wanita yang lebih baik dariku, apa yang akan kamu lakukan?""Tidak, Aisyah. Kelak, ketika kamu menjadi istriku, cukup kamu di hatiku. Insyaallah, walaupun beribu-ribu Aisyah di dunia ini, tetaplah kamu, Aisyahku."Betul, pipi Aisyah kini merona dan reflek memukul lengan Faiz, "Ihh apasih, kamu ngegombal ya? Orang serius juga!" ucap Aisyah.Namun, Faiz hanya tersenyum dan mengusap pelan lengannya yang dipukul Aisyah. "Tidak, Aisyah. Aku tidak menggombal, aku serius dengan ucapan ku. Kalau kamu tidak percaya, ayo terima perjodohan ini dan menikahlah bersamaku.""Ihh apasih, Faiz ini bikin aku baper aja!" ucap Aisyah dalam hatinya, "Masa iya aku menerimanya sekarang? Gengsi banget!"Melihat Aisyah yang melamun, Faiz membuka suara, "Aisyah? Jadi bagaimana, maukah kamu menikah denganku?""Emm, a-aku akan menerima perjodohan ini," putus Aisyah."Hah? Beneran, Aisyah? Kamu terima?" ucap Faiz bertanya dengan penuh antusias."Iyaa, aku terima," ucap Aisyah sedikit tersenyum."Terimakasih, Aisyah. Terimakasih sudah mau menerima perjodohan ini," ucap Faiz, nampak begitu senang.Aisyah juga senang, namun karena gengsinya, ia berbalik meninggalkan Faiz. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum, dan hatinya berdebar-debar sangat kencang."Aduuh, apa ini? Namanya baper ya?" ucap Aisyah karena untuk pertama kalinya dia merasakan hal semacam ini.Melihat kepergian Aisyah, Faiz berteriak, "Calon istriku mau kemana?" teriak Faiz sedikit menggoda Aisyah.Aisyah berbalik, "Ihhh, Faizz! Apasiih!" ucap Aisyah mengulum senyumnya malu tauu!! Pipinya merona mendengar ucapan Faiz.Melihat tingkah Aisyah, Faiz bergumam, "Aku tidak menyangka bahwa takdirku akan menikahi gadis kecil seperti Aisyah. Aku tidak sabar menantikan melewati hari-hari bersamanya," gumamnya sambil tersenyum.Melihat Faiz tersenyum sendiri, Aisyah berkata, "Kamu kenapa senyum-s
Hari pernikahan mereka pun tiba. Aisyah duduk tengah di kursi make up, didampingi oleh ibunya. Di hari pernikahannya, Aisyah mengenakan hijab.“Waah, Aisyah, kamu cantik sekali. Kamu adalah klien tercantik yang pernah aku make up,” ucap MUA itu kepada Aisyah.“Terimakasih ya,” ucap Aisyah tersipu. “Memang betul, anak ibu ini sangatlah cantik,” ucap ibunya bangga.Aisyah berdiri di depan cermin, hatinya berdebar kencang, merasakan campuran gugup dan kebahagiaan. Kemudian, ibunya memanggilnya untuk duduk di hadapannya. Aisyah tersenyum sambil menatap mata ibunya dengan penuh kasih.Ibu memperhatikan wajah Aisyah dengan cermat. “Nak, ibu sangat bahagia bisa melihatmu menikah hari ini,” ucap ibunya sambil berkaca-kaca.Aisyah mengangguk menahan tangisannya. “Aisyah juga senang, ibu. Ibu bisa melihat Aisyah menikah,” ucap Aisyah dengan suara bergetar.Sementara di luar, Faiz merasa agak tegang. Penghulu telah tiba dengan para tamu undangan.Kini Faiz dan penghulu sudah duduk berhadapan, sa
"Ibu, bangunlah," ucap Aisyah sambil mengguncang tubuh ibunya. "Kak Faiz, ayo kita bawa ibu ke rumah sakit," tambahnya, air mata mengalir dari matanya.Faiz mengecek denyut nadi ibunya, lalu berkata, "Innalillahi wa inna ilahi raji'un, wa inna ila rabbina lamunqalibun. Allahummaktubhu indaka fil muhsinin, waj'al kitabahu fi'illiyyin, wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin, wa la tahrimnaa ajrahu wala taftinna ba'dahu."Aisyah, ibu sudah tiada," ucap Faiz sambil memeluk Aisyah, turut menangis melihat keadaan istri dan anaknya yang terpukul. Faiz kemudian mengusap lembut kepala Aisyah, mencoba memberinya kekuatan.Fatimah melangkah gontai mendekati Dinda, "Mengapa kamu pergi begitu cepat? Kamu udah janji akan sembuh dan sehat, tapi mengapa kamu meninggalkan kita semua?" Tangis Fatimah pecah, memeluk erat tubuh Dinda."Umi, tenanglah," ucap Abi Faizal menenangkan Fatimah, lalu menatap Aisyah, "Nak, seperti yang dikatakan ibumu, Allah lebih menyayangi beliau sehingga mengambilnya. Kita harus be
"Assalamualaikum warahmatullah, Assalamualaikum warahmatullah"Setelah salam selesai, Faiz berbalik, dan Aisyah segera mencium punggung tangan Faiz, sementara Faiz mencium pipi Aisyah berkali-kali, mengelus rambutnya, dan memeluknya. "Humairaku, mungkin akan banyak masalah yang menghampiri kita, namun kita akan melaluinya bersama. Mungkin juga banyak kebahagiaan yang akan kita rasakan bersama," ucap Faiz dengan penuh kasih.Faiz melanjutkan, "Humairaku, mungkin di luar sana ada banyak pria yang lebih sholeh dariku, dengan iman yang lebih kuat, dan ketampanan yang lebih. Namun aku merasa sangat beruntung, bisa mendapatkan kasih sayangmu. Percayalah, aku tidak akan pernah meninggalkanmu saat kau jatuh atau sedang terbang tinggi."Aisyah tersenyum bahagia mendengar ucapan Faiz. "Kak Faiz, dipertemukan denganmu adalah hal paling bahagia bagiku. Terima kasih telah menjadikanku istrimu, dan terima kasih karena telah membuatku percaya bahwa kehilangan bukanlah ak
Mata Aisyah terbelalak di bawah selimut, ia segera bangkit, memandang Faiz tajam, dan seolah-olah menutup tubuhnya lalu berucap, "Ihh, kak Faiz, apasiih! Mesum bangett!" ucap Aisyah kesal, memukul lengan Faiz, lalu berlari menuju kamar mandi untuk wudhu.Faiz tertawa, "Hahah, dasar bocah," sambil geleng-geleng kepala, "Humairaku, kan kita udah sah, nggakpapa kali ngelakuinnya, dapat pahala loh," teriak Faiz. Kemudian dari kamar mandi, Aisyah berteriak, "NGGAKK!!"Merekapun melaksanakan sholat tahajjud. Setelah selesai, Aisyah buru-buru bangkit, ingin naik kekasur, namun Faiz menghentikannya, "Ehh, mau ngapain?" tanya Faiz, Aisyah heran dengan pertanyaan Faiz, lalu berucap, "Ya kan, aku mau lanjut tidur," ucap Aisyah, menguap. Kemudian Faiz berkata, "Ini udah mau sholat subuh, kita tunggu aja ya? Sambil tadarusan," ucap Faiz lembut."Tapi aku ngantuk, kak Faizz," ucap Aisyah sedikit manja. Lalu Faiz tersenyum lembut, "Bentar, nggak akan ngantuk lagi kok, yu
Suara pecahan piring terdengar nyaring, Aisyah segera memungut pecahan kaca itu, namun ditahan oleh Faiz. "Humaira, kamu tidak usah, biar aku saja. Nanti tanganmu terluka," ucapnya, menghentikan Aisyah.Aisyah beralih menatap Fatimah, "Umi, maafkan Aisyah. Bukannya Aisyah membantu, malah Aisyah banyak membuat masalah," ucapnya, merasa bersalah.Fatimah menghibur, "Tidak apa-apa, sayang. Yang penting kamu tidak apa-apa. Tapi lain kali, hati-hati ya?" ucapnya lembut, kemudian diangguki oleh Aisyah.Tidak lama kemudian, mereka pamit untuk menuju rumah mereka. "Maaf ya, nak. Umi dan Abi tidak bisa anterin kalian. Besok kami akan keluar kota dan belum menyiapkan barang," ucap Fatimah."Ampun, umi. Kami berangkat sekarang ya," ucapnya, lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya, diikuti oleh Aisyah."Iya, sayang. Hati-hati ya," ucap Abi dan umi serempak.Faiz membukakan pintu mobil untuk Aisyah sambil berkata, "Silahkan masuk, Humaira. Cintaku, sayangku," dengan senyum yang jelas terlih
Mata Aisyah berbinar-binar saat menatap balon yang tergantung bertuliskan "Selamat Datang di Rumah Kita, Humairaku," serta beberapa karangan bunga berbentuk love."Tentu saja untukmu, Humairaku. Kalau bukan kamu, untuk siapa lagi?" ucap Faiz sambil mencium lembut kepala Aisyah."Aaaa, kak Faiz, ternyata romantis banget!" ucap Aisyah sambil bergelayut manja di pelukan Faiz. Faiz membalas dengan mengeratkan pelukan mereka.Detik berikutnya, Aisyah merenggangkan pelukan mereka dan matanya tertuju pada sebuah kotak besar yang sangat indah. Aisyah menunjuk ke arah kotak itu lalu bertanya, "Kalau yang itu untuk Aisyah juga?" Faiz menjawab, "Yap, betul. Itu juga milikmu, Humairaku."Aisyah segera berlari kecil dengan antusias membuka kotak tersebut dan... sebuah boneka menyembul keluar dari kotak itu. Di tangan boneka itu bertuliskan, "Humairaku, bolehkah aku unboxing kamu hari ini? Heheh ( ◜‿◝ )♡"Aisyah terdiam, memeluk tubuhnya sambil menatap wajah Faiz, lalu berucap, "Ihhh, kak Fa
"Sial! Wanita sok jual mahal!" ucap sopir itu sambil menghentikan mobilnya. Dengan penuh amarah, ia memukul setir mobil dan segera turun. Ia melihat Aisyah bergelantungan di ranting pohon di tepi jurang."Haha! Aku pikir kamu mau mati, lalu kenapa kamu bergantungan di sana?" ucap sopir itu sambil tertawa sinis."Saya akan bertahan. Saya yakin suami saya dapat menemukanku," jawab Aisyah yang bergelantungan di tepi jurang."Oh, ternyata kamu sudah menikah? Saya akan menolongmu agar tidak jatuh ke jurang, asalkan kamu mau menghabiskan malam ini bersamaku," ucap sopir itu sambil mulai meraih tangan Aisyah."Tidak! Saya tidak mau disentuh oleh orang sepertimu! Lebih baik saya mati di sini daripada menghabiskan waktu bersamamu!" ucap Aisyah dengan penuh kemarahan.Ucapan Aisyah membuat sopir itu marah. "Aku tahu kamu cantik, tapi kamu terlalu jual mahal. Aku akan menarikmu keluar dari sana," ucapnya sambil mulai menarik keras tangan Aisyah."Lepaskan aku!! Lepas!" teriak Aisyah penuh amarah