Share

Bab 2 "Pilihan di Tengah Keputusasaan"

Aisyah yang kebingungan, untuk menjawab pertanyaan dari ibunya kemudian berucap, "Ibu, bolehkah Aisyah bicara berdua dengannya?" ucap Aisyah mengalihkan matanya menatap Faiz.

Kemudian Umi Fatimah menjawab, "Boleh dong, Sayang. Silahkan," ucapnya tersenyum. "Aisyah, ibu harap kamu mengambil keputusan yang tepat ya? Dan ibu mohon pertimbangkan perjodohan ini."

"Nak, ibu yakin Nak Faiz yang terbaik untukmu. Ibu harap Aisyah menerima perjodohan ini, agar ketika ibu meninggalkanmu, ibu merasa tenang," ucap ibunya menatap serius Aisyah.

Aisyah merasa terjepit dalam sebuah pilihan yang sulit. Di satu sisi, dia merasa perlu untuk memenuhi keinginan ibunya, tetapi di sisi lain, dia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri.

"Faiz, Aisyah, Umi mengerti bahwa ini adalah keputusan besar yang harus dibuat. Tapi percayalah, kami hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian berdua," ucap Umi Fatimah dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di udara.

Faiz mengangguk, mencoba menyampaikan rasa pengertian dan kesediaannya. "Kami akan mencoba sebaik mungkin untuk menjalani pernikahan ini dengan baik, Umi."

"Aku belum bilang akan menerima kamu sebagai suamiku, dan aku tidak ada niat sama sekali menikah saat ini ataupun menikah denganmu," kata Aisyah dengan suara yang tegas, menatap Faiz dengan ekspresi serius.

Dinda mendengar pernyataan keras putrinya dan segera meraih tangannya dengan penuh harapan. "Sayang, cinta bisa tumbuh seiring waktu. Nanti kamu akan bisa jatuh cinta kepada Faiz. Lihatlah, dia begitu tampan. Apakah kamu tidak menyukainya?" ucap Dinda sedikit menggoda putrinya.

"Ibu, bukan dari segi ketampanannya, tapi kenyamanan ibu, bagaimana Aisyah bisa menikah dengan orang yang Aisyah tidak cinta? Apakah benar, setelah Aisyah menikah dengan Faiz Aisyah akan bahagia?" ucap Aisyah mengeluarkan keresahannya.

Aisyah terdiam, memikirkan segala kemungkinan dan konsekuensi dari pernikahan yang diaturkan ini. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya akan berubah setelah menikah dengan seseorang yang belum dia kenal dengan baik.

Melihat Aisyah yang begitu tertekan dengan situasi sekarang, Faiz membuka suara, "Ya udah Bu, umi, Aisyah dan Faiz keluar sebentar ya untuk ngobrol?" ucap Faiz lembut.

Di taman, Aisyah duduk merenung di kursi bawah pohon. Faiz berdiri tepat di hadapan Aisyah, dia berkata dengan lembut, "Aisyah, mengapa kamu tidak menerima perjodohan ini? Ini adalah permintaan ibumu. Aku ingin melihat umi dan ibumu bahagia karena kita menerima perjodohan ini. Meskipun ini begitu mendadak bagimu dan bagiku, aku ingin kita bisa melalui ini bersama."

Aisyah mendongak, menatap Faiz dengan tatapan penuh kebingungan. "Tapi bagaimana aku bisa tinggal bersama orang yang tidak aku cintai? Apakah kamu bisa menjamin aku akan bahagia bersamamu? Mengapa semua orang sibuk dengan perjodohan ini sedangkan ibuku..."

Faiz menyela, "Aku tidak hanya ingin tinggal bersamamu, Aisyah. Aku ingin hidup bersamamu, baik dalam suka maupun duka. Aku tidak bisa menjamin kebahagiaanmu, tapi aku akan berusaha keras untuk membuatmu bahagia. Tentang ibumu, ini adalah permintaannya. Biarkan kita memberinya ketenangan dengan mengabulkan permintaannya."

Aisyah memandang Faiz dengan mata yang masih penuh keraguan. "Jadi kamu ingin ibuku meninggalkanku?" tanyanya, suara penuh kekhawatiran.

Faiz menggeleng pelan. "Bukan begitu maksudku, Aisyah. Aku tidak ingin ibumu meninggalkanmu. Tetapi apakah kamu memperhitungkan bahwa dengan menikah, mungkin akan memberinya ketenangan? Barangkali ada keajaiban, dan ibumu bisa sembuh setelah melihatmu menikah."

"T-tapi aku benar-benar tidak siap untuk menikah. A-aku tidak tahu cara mengurus suami, dan aku tidak terlalu pandai dalam mengurus rumah tangga," ucap Aisyah

Faiz tersenyum lembut. "Aisyah, aku ingin menikahimu bukan sebagai pembantuku, tetapi sebagai istriku. Kita bisa berbagi pekerjaan dan mengerjakannya bersama-sama."

Aisyah mendongak, matanya mencari kepastian. "A-aku tidak mencintaimu," ucapnya ragu.

Faiz menjawab dengan tenang, "Maka kamu dan aku akan membangun cinta karena Allah."

"A-aku belum bisa berhijab. Aku tidak cocok denganmu yang sangat mengerti soal agama," kata Aisyah, mencoba menyampaikan ketidaknyamanannya.

Faiz tersenyum lagi. "Aisyah, kelak aku menjadi suamimu, aku akan menjadikanmu versi terbaik dari dirimu sendiri. Aku tidak akan langsung memaksa kamu untuk mengenakan hijab, tetapi aku akan membuatmu merasa risih jika kamu tidak memakainya. Kita akan belajar bersama, dan aku akan selalu mendukungmu dalam perjalananmu untuk menjadi lebih baik."

Aisyah terdiam, terpana dengan kebijaksanaan Faiz. Dia merasa dihargai dan dipahami, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Faiz dengan sabar menunggu reaksi Aisyah, memberinya waktu untuk meresapi kata-katanya.

Kedua mereka terdiam sejenak, atmosfer yang tegang masih terasa di antara mereka. Faiz mencoba memberi Aisyah ruang untuk memikirkan kata-katanya, sementara Aisyah masih berjuang dengan kebingungan dan kecemasannya sendiri.

"Apakah kamu benar-benar yakin bahwa aku adalah orang yang tepat untuk mendampingimu?" ucap Aisyah, sedikit khawatir.

"Aku yakin, Aisyah. Aku sangat yakin 100%," ucap Faiz menatap Aisyah penuh keyakinan.

"Tapi aku benar-benar merasa tidak pantas untukmu. Lihatlah, aku bahkan jauh dari kata sempurna, sedangkan kamu? Kamu sudah tampak begitu sempurna."

"Maka akan kupantaskan kamu bersamaku, Aisyah. Aku yakin dengan perjodohan ini, kamu dan aku bisa menjadi pasangan yang sakinah, mawadah, warahmah. Insyaallah, aku akan membiarkanmu, Aisyah," ucap Faiz tulus.

"Tapi jika kelak ada seorang wanita yang lebih baik dariku, apa yang akan kamu lakukan?"

"Tidak, Aisyah. Kelak, ketika kamu menjadi istriku, cukup kamu di hatiku. Insyaallah, walaupun beribu-ribu Aisyah di dunia ini, tetaplah kamu, Aisyahku."

Betul, pipi Aisyah kini merona dan reflek memukul lengan Faiz, "Ihh apasih, kamu ngegombal ya? Orang serius juga!" ucap Aisyah.

Namun, Faiz hanya tersenyum dan mengusap pelan lengannya yang dipukul Aisyah. "Tidak, Aisyah. Aku tidak menggombal, aku serius dengan ucapan ku. Kalau kamu tidak percaya, ayo terima perjodohan ini dan menikahlah bersamaku."

"Ihh apasih, Faiz ini bikin aku baper aja!" ucap Aisyah dalam hatinya, "Masa iya aku menerimanya sekarang? Gengsi banget!"

Melihat Aisyah yang melamun, Faiz membuka suara, "Aisyah? Jadi bagaimana, maukah kamu menikah denganku?"

"Emm, a-aku akan menerima perjodohan ini," putus Aisyah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status