“Aku benar-benar kaget mengetahui kamu pewaris Radiant, Riv.” Dania tersenyum.Mereka berdua sedang duduk berhadapan di kantin gedung utama Nexus yang luas dan nyaman.Rivan membalas dengan senyum yang sama sebelum dia menjawab, “Aku sebenarnya tidak begitu suka mengumbar mengenai itu. Tapi karena tadi aku ingin memberikan jaminan kredibilitasku atas kerja sama kita, maka aku harus mengungkapnya.”Dania tak menyalahkan Rivan. Bagaimana pun, seseorang harus jelas latar belakangnya ketika hendak mengajukan kerja sama dengan pihak lain.“Oke, nggak apa, kok!” Dania mengaduk spagetinya.Ada sedikit kekacauan di hatinya saat ini. Meski terjawab sudah teka-teki di hatinya mengenai perubahan penampilan Rivan yang sangat drastis, tapi dia berkaca pada dirinya sendiri.‘Mungkin dia juga menemui kisah kelam seperti aku, makanya akhirnya ketika dia menemukan kekuatannya, dia pun berubah.’ Dania memiliki asumsi ini di hatinya.“Dania, semoga kerja sama Nexus dan Radiant bisa lancar dan membuka ba
Melody yang terus memantau pergerakan pasar melaporkan, “Kencana Buana sudah mendapatkan peringatan dari beberapa investor besar mereka. Mereka akan kesulitan melanjutkan proyek tanpa dukungan Zenith.”Sebastian juga memberikan laporan. “Saham Zenith sudah jatuh lima persen. Ini pukulan besar untuk mereka.”Silverline Properties yang awalnya bertahan, akhirnya menyerah pada tekanan. Melihat Kencana Buana terancam dan saham Zenith terus merosot, Silverline mulai meninjau kembali kerja sama mereka dengan Zenith. Beberapa investor mereka bahkan sudah mulai menarik dukungan.Semua mata sekarang tertuju pada Zenith, perusahaan yang mulai terguncang di pasar."Dalam waktu singkat, mitra-mitra bisnis mereka mulai meninggalkan proyek yang dirasa tidak stabil. Hihi... dengan begitu, Hizam makin terpojok dengan tekanan datang dari berbagai arah."Dania tersenyum penuh kepuasan. Dia telah berhasil menjalankan rencananya tanpa harus terlibat langsung dalam konflik terbuka.Zenith berada di ambang
“Pergi ke suatu tempat?” tanya Dania begitu mendengar permintaan Rivan.Rivan mengangguk. Mereka sudah menyelesaikan santap malam mereka."Bagaimana kalau kita ke galeri seni? Ada pameran lukisan yang sedang berlangsung tidak jauh dari sini."Dania tersenyum, mengingat pesan ayahnya sebelum pergi. Levi, ayahnya, sempat mengatakan agar dia bersenang-senang menikmati malam ini dengan Rivan.Meski biasanya Levi bersikap protektif, kali ini Dania bisa merasakan bahwa ayahnya tidak keberatan dengan Rivan, bahkan mungkin menyukai pria itu.Dengan perasaan ringan, Dania mengangguk. "Tentu, kedengarannya menyenangkan."Mereka berdua meninggalkan restoran dan menuju galeri seni di pusat kota. Saat tiba di sana, suasana galeri terasa tenang dengan sentuhan elegan. Lukisan-lukisan dari berbagai aliran seni tergantung di dinding, diterangi cahaya yang lembut. Beberapa pengunjung lainnya tampak sedang berkeliling, menikmati karya-karya seni itu dengan penuh minat.Namun, setelah beberapa waktu ber
Di rumah Levi, Dania termenung di balkon kamarnya. Dia baru saja diantar pulang oleh Rivan.“Hah~ astaga~” Dia masih saja tersenyum jika teringat akan kata-kata manis Rivan saat menyatakan cintanya.Apalagi ketika pria itu menangkap tubuhnya yang hendak jatuh ketika terpeleset usai keluar dari gondola.“Ya ampun~” Dania memandang langit sembari kedua tangan menopang pipinya.Senyum tak lepas dari wajah cantiknya ketika mengingat momen tersebut.Teringat olehnya adegan itu dengan jelas.Saat itu, Rivan dengan cekatan menangkap tubuhnya dan memeluk tanpa ragu.“Dania, aku harap kamu bisa menerimaku dan percaya padaku.” Rivan menatap penuh harap.Ketika itu terjadi, Dania sempat termangu menatap mata Rivan. Hingga kemudian, lalu lalang orang di dekat mereka menjadi penyadar Dania bahwa posisi mereka cukup absurd.Rivan membantu Dania menegakkan kembali tubuhnya dan Dania cukup gugup menanggapi sang pria. Padahal Dania sudah terlatih selalu tegar dan kuat dalam menghadapi apa pun, termasu
“Yakin, kok Pa. Jangan khawatir. Aku tau apa yang aku lakukan. Papa bisa tenang dan mengamati aja. Yah?” Dania menepuk lembut dada Levi. “Apalagi kan Pak Yohan sedang mengurusi proyek smart city, maka biarkan ini aku yang mengurus dengan dukungan Papa.”Kemudian Dania mulai menjelaskan rencananya ke Levi, berikut semua langkah yang hendak dia ambil.“Jadi, begitu, Pa.” Dania usai menjelaskan serinci mungkin pada ayahnya.Levi menatap putrinya dengan campuran kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Baginya, Dania selalu menjadi anak yang cerdas, penuh perhitungan, dan tak pernah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu.Namun kali ini, rencananya terasa lebih berani—bahkan agresif. Melawan Zenith secara terang-terangan melalui proyek di kawasan bisnis Ivory bisa jadi langkah yang besar, tapi juga berisiko.“Baiklah, sayang.”Levi akhirnya menyetujui rencana putrinya."Makasih, Pa," jawab Dania dengan senyum percaya diri dan memberikan pelukan ke Levi.Setelah mendapat restu dari ayahnya,
Sebastian, yang berdiri di dekatnya, tersenyum puas. “Dan ketika mereka jatuh, Nona akan berada di puncak.”Dania tersenyum, yakin bahwa semua yang telah dia lakukan sejauh ini hanya awal dari kehancuran total Zenith.***Dania berdiri di depan meja kerja besar di ruang kerjanya, menatap peta kawasan bisnis Ivory yang sudah mulai dipenuhi dengan tanda-tanda proyek baru milik Nexus.Dia merasa puas dengan perkembangan yang ada. Kontraktor dan penyedia bahan bangunan yang sebelumnya bekerja dengan Zenith telah beralih sepenuhnya ke Nexus, mengalihkan proyek-proyek besar mereka."Saya baru saja mendapat konfirmasi dari beberapa penyedia material besar. Mereka sudah memutus kontrak dengan Zenith dan menandatangani kontrak baru dengan kita, Nona," lapor Melody sambil memeriksa catatannya."Bagus sekali, Kak Mel," jawab Dania dengan tatapan puas. "Pastikan mereka tetap mendapat penawaran terbaik. Kita harus membuat mereka melihat bahwa
Dania menatap asistennya dengan tajam. "Kecelakaan kerja?" tanyanya, suaranya terdengar tenang, tapi ada ketegangan yang samar.Asisten itu mengangguk, tampak ragu-ragu sebelum menjawab. "Ya, Nona. Dari laporan awal, beberapa pekerja mengalami cedera, dan salah satu dari mereka dalam kondisi serius. Kami masih menunggu informasi lebih lanjut dari tim di lapangan."Ruangan yang semula dipenuhi perasaan kemenangan mendadak sunyi. Bahkan Melody dan Sebastian, yang biasanya sangat tenang, saling bertukar pandang dengan ekspresi serius.Ini adalah kejadian yang tidak terduga, dan Dania tahu betul bahwa satu kesalahan dalam menangani situasi ini bisa berakibat fatal, baik bagi reputasi Nexus maupun proyek mereka.Dania menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Siapa yang bertanggung jawab di lokasi saat ini?"Asisten itu segera menjawab, "Manajer proyek di lapangan sedang menyiapkan laporan lengkap. Dia juga sudah menghubungi pihak berwenang dan tim medis. Mereka sedang mena
“Hah? Ada korban jiwa?” Dania sampai bangun dari duduknya dengan wajah terkesiap karena terlalu terkejut.***Setelah kecelakaan kerja yang tragis di proyek milik Nexus, suasana di kantor pusat menjadi sangat tegang. Proyek yang sebelumnya berjalan lancar kini terhenti mendadak akibat insiden tersebut, dan semua mata tertuju pada Dania.“Sejumlah pekerja terluka, dan satu korban meninggal dunia, maka masalah ini lebih serius dari sekadar kecelakaan biasa.” Levi memberi masukan ke putrinya.Dania diam sambil berpikir keras mengenai permasalahan ini.“Sayang, Papa bisa menangani ini untukmu—““Jangan, Pa. Biarkan aku mencoba mencari jalan keluarnya sendiri.” Dania menolak karena ingin bertumbuh menjadi lebih kompatibel sebagai pewaris nantinya.Dengan tekanan dari media dan publik, Dania segera memerintahkan investigasi internal.Di ruang rapat Nexus yang luas dan modern, Dania duduk di ujung meja, memandangi layar yang menampilkan hasil awal penyelidikan.Melody dan Sebastian berdiri d
“Baiklah, Pa. Aku akan mencoba lagi.” Hizam mengangguk akan keinginan ayahnya.Hizam memutuskan untuk tidak menyerah. Dengan penuh tekad, dia menyusun strategi lain untuk meluluhkan hati Dania. Kali ini, dia memutuskan untuk muncul di apartemen mewah Dania tanpa pemberitahuan.Dania yang baru pulang kerja tampak terkejut melihat sosok Hizam berdiri di depan pintu liftnya dengan buket bunga mawar putih di tangan.“Hizam? Apa lagi sekarang?” tanya Dania dengan nada dingin.Kenapa lagi dan lagi mantan suaminya datang padanya? Apakah dia kurang menegaskan ke Hizam bahwa mereka sudah selesai?“Aku ingin bicara, Dania. Tolong,” kata Hizam memohon.Dania mendesah, melirik jam tangannya sejenak, lalu membuka lift dan mereka naik berdua bersama petugas keamanan. Dia bukannya ingin memberi kesempatan ke Hizam, melainkan ingin mendengar bujuk rayu Hizam demi memuaskan egonya sendiri.Sesampainya di penthouse, Dania meminta petugas tadi untuk tetap berjaga di depan pintu ruang transit penthouse.
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di