Aarav nyaris tertidur setelah makan malam di kamar yang sudah disiapkan oleh Serena. Ia hampir masuk ke alam mimpi ketika mendengar suara ketukan pintu yang langsung membuatnya terjaga. Dan alangkah kagetnya Aarav ketika melihat Serena sudah berdiri di depan pintu kamarnya. "Ada apa?" tanya Aarav sesaat setelah membuka pintu. Serena menyodorkan dua lipat baju yang rapi. Sebuah kaos dan celana yang diminta untuk diberikan kepada pria itu. "Ini, Ayah meminta saya untuk memberikan baju ini. Anda tidak mungkin tidur dengan jas mahal itu, kan?" tanya Serena. Aarav mengangguk. Dalam hati ia bersyukur karena Adam nyatanya lebih peka terhadapnya. Ia memang risih jika harus tidur dengan jas yang sudah ia pakai seharian. Meskipun tidak bau dan kotor, tapi tetap saja Aarav tidak terbiasa. Tadinya ia memang berniat meminjam baju apa saja pada Adam. Tapi niatnya entah mengapa urung juga. Ia tidak suka merepotkan orang lain. "Kalau begitu, saya permisi!" seru Serena ketika Aarav sudah menerima
Aarav melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar hotel nyaris pagi hari. Ia masuk dengan keadaan mabuk berat. Ia bahkan harus dibantu Pak Ian, sopirnya yang tadi ia telepon untuk menjemputnya. Aarav berjalan gontai. "Sudah, kau pulang saja!" seru Aarav ketika ia sampai di depan pintu kamarnya. Pak Ian mengangguk paham. "Baik, Tuan!" katanya patuh tanpa banyak bertanya. Meskipun dalam hati, Aarav tahu pria itu juga bertanya-tanya kenapa ia malah pergi dimalam yang seharusnya ia habiskan bersama Serena. Ketika Pak Ian sudah membalikkan badan dan masuk ke dalam lift, Aarav mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Sial! Ia sudah begitu pusing. Ke mana Serena? Apa wanita itu tuli?Aarav meraih ponselnya, untuk menelepon wanita itu. Hanya dalam sekali nada dering, Serena sudah mengangkat teleponnya. Belum sempat wanita itu mengatakan sesuatu, Aarav sudah bersuara. "Hei, kau tuli? Aku mengetuk pintu berulang kali tapi kau tidak dengar!" katanya. Serena yang tadinya setengah tertidur, kini lang
Serena mengelap wajah Aarav dengan air hangat. Ia tadi menelepon Pak Ian dan meminta pria itu untuk mengganti baju Aarav sementara Serena menunggu di luar. Aneh memang. Pak Ian bahkan bingung luar biasa ketika Serena memintanya melakukan hal tersebut. Mungkin pria itu bertanya-tanya kenapa Serena tidak mau melihat tubuh Aarav padahal ia adalah istrinya yang sah. Dan Serena hanya beralasan jika ia kesulitan mengganti baju Aarav. Meskipun bingung, Pak Ian menurutinya. Serena menatap wajah Aarav yang kini terlihat lebih segar. Saat tidur, Aarav terlihat begitu tenang. Pria itu bahkan tidak terlihat menakutkan dan dingin seperti seharian ini. Serena menitikan air mata. Setidaknya ia berani melakukannya ketika Aarav memejamkan mata. Ketika Aarav bangun, Serena akan menjadi wanita kuat yang tidak akan menangis tidak peduli berapa banyak pria itu menghina dan menyakitinya. Serena hanya akan melakukannya ketika Aarav tertidur lelap. Sehingga ia tidak akan terlihat lemah... Sehingga ia tidak
Serena menyentuh kalung yang ia pakai. Apa kata wanita itu tadi? Serena tidak salah dengar? Aarav menatap lekat-lekat Serena. Ia menatapnya dengan tatapan yang sama. Tajam dan dalam. Serena bahkan merasa jika tatapan pria itu sangat menakutkan. "Serena... Berikan kalungnya padaku..." pinta pria itu. Meskipun dengan nada yang rendah, tapi suara pria itu tajam. Serena menggeleng. "Ini kalungku!" jawabnya. Sentuhan pada kalungnya kini berubah menjadi pegangan penuh perlindungan. "Ini adalah kalung yang diberikan Ibu Tania padaku!" serunya. Aarav mengangguk. "Benar, tapi sekarang aku meminta kalungnya untuk kau berikan padaku..." balas Aarav. Pria itu kini mengulurkan tangannya di depan wajah Serena. "Berikan. Kalungnya. Padaku!" Serena menggeleng. Kali ini lebih kuat. Apa yang akan ia katakan pada ibu mertuanya jika kalung ini tidak ada lagi padanya? Terlebih ketika Serena tahu jika kalung ini memiliki arti yang sangat penting bagi Tania. Wanita itu pasti akan sangat kecewa pada Sere
Arav dan Evelyn makan di sebuah restoran ternama. Ia kemudian bertanya pada Arav soal kalung tersebut. "Kenapa kau membiarkan aku tidak memiliki kalung itu?""Maksudmu kalung yang dipakai Serena?""Ya, itu kalung yang sangat bagus..."Aarav yang sedang menyantap makanannya balas menatap Evelyn. "Kenapa kau merisaukan soal kalung itu padahal aku bisa memberinya yang lebih bagus dan mahal daripada kalung dua peninggalan ayahku? Lagipula itu adalah kalung yang kuno... Aku bahkan heran kenapa ibuku masih menyimpannya."Evelyn yang memiliki ribuan cara langsung menatap Aarav. "Aku sudah sejak lama ingin memiliki kalung itu. Dan aku kecewa ketika kau malah membiarkan Serena memakai kalung yang kutaksir itu. Aku sudah lama mengincar kalung mahal itu saat dipakai ibumu. Kupikir Tante Tania akan memberikannya padaku ketika aku menjadi menantunya tapi ia malah memberikannya pada Serena yang bodoh itu," gusar Evelyn pada Aarav. Mau bagaimana lagi, ia sangat kesal sekali. Arab mendengus. "Yah me
Serena masuk ke dalam rumah berpagar putih bergaya minimalis Italia. Rumah itu adalah kado dari Tania terhadap menantu dan putranya. Serena tidak pernah menduga bahwa ia akan langsung tinggal berdua saja dengan Aarav. Ia berpikir jika dirinya akan tinggal bersama ibu Tania dalam rumah utamanya. Namun nyatanya, kado tersebut memang sudah dipersiapkan dari beberapa hari yang lalu. Serena bahkan bertanya-tanya apakah dirinya bisa tinggal berdua saja dengan Aarav? Bukankah tinggal berdua akan semakin memberikan keleluasaan pria itu untuk bersikap semena-mena padanya?Serena tersenyum lalu menatap Tania dengan penuh sayang. "Terima kasih untuk kado yang paling indah ini, Ibu. Ibu sudah melakukan banyak hal padaku dan aku tidak bisa lmenemukan mertua yang lain sebaik Ibu..." Tania mengulurkan tangannya yang diterima oleh Serena dengan polosnya mereka berdua lantas berpelukan dengan kasih."Aku yang harusnya berterima kasih karena kau sudah menjadi menantu dan istri dari putraku. Jadi anggap
Sarana tidak menyangka jika malam itu Aarav akan langsung berangkat bekerja. Sebenarnya Aarav juga tidak ingin langsung bekerja. Ia begitu lelah dan menjadikan perbikahan sebagai alasan yang membuatnya beristirahat lebih lama di rumah. Namun Aarav tidak bisa menghabiskan waktu sehariannya bersama Serena saja karena itu akan membuatnya bosan. Wanita itu tidak pernah memiliki obrolan yang bagus seperti yang biasa ia bicarakan dengan Evelyn. Lagipula ia tidak mau menghabiskan waktunya hanya untuk berdiam diri di rumah saja. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kantor.Aarav bahkan tidak peduli pada anggapan pegawai-pegawainya yang bertanya-tanya kenapa bosnya datang ke kantor lebih awal dari jadwal yang sudah ditentukan. Terserah saja. Aarav tidak pernah menganggap omongan orang lain sebagai beban. Ia tidak peduli Setelah mengangkat koper koper berat itu ke lantai dua, Serena menata baju-baju Arav ke dalam lemari utamanya. Seperti yang suaminya itu perintahkan, Serena mengambil jas p
Aarav melangkahkan kakinya masuk ke dalam lobi perusahaan besar yang telah membesarkan nama menjadi nama belakangnya. Ia cukup mencolok daripada pegawai dan direksi yang lain. Karena selain tampan, Aarav juga termasuk atasan yang sangat rapi dan elegan. Seolah wajah dan penampilannya menunjukkan betapa tinggi posisinya di perusahaan ini.Berapa orang yang bertemu dengannya langsung membungkukkan badan sebagai tanda bahwa mereka menghormati Aarav sebagai atasannya. Dan sama seperti biasa, pria itu hanya membalas dengan anggukan singkat. Ia langsung masuk ke dalam lift yang membawanya ke lantai utama tempat di mana ruangannya berada. Sebuah ruangan mewah dengan desain interior yang menampilkan sisi elegan itu adalah ruangannya. Aarav duduk di kursi kerjanya, lantas letakkan kotak makan beserta dengan air mineral itu ke atas meja. Setelah sekian lama Aarav memandangi kotak makan tersebut. Bau manis dan gurih menguar, membuat perutnya keroncongan.Aarav menekan intercom yang langsung men