Istri Cacat CEO
Bab 8
Via membuka matanya di pagi hari yang cerah. Setelah menyelesaikan ritual di kamar mandi, ia segera menuju ke ruang tengah untuk membersihkan tempat itu.
Kening Via berkerut saat melihat beberapa alat makan di meja nampak sedikit berserakan.
"Apakah Tuan Christian yang makan semalam," Via membatin.
Via segera membereskannya lalu membawanya ke belakang. Detik selanjutnya Via segera membersihkan ruangan, menyapu dengan vacuum cleaner dan mengepel dengan hati-hati sampai semuanya terlihat rapi dan bersih.
"Selamat pagi, Via," sapa Bram ramah saat Via tengah mengelap meja dapur.
"Selamat pagi, Tuan Bram. Anda nampak tampan pagi ini," puji Via.
"Benarkah …?" Bram balik bertanya dengan wajah ceria. Via mengangguk lalu memberi dua jempol.
"Saya tidak bohong, Tuan."
Pernyataan Via entah mengapa membuat hati Bram bahagia. Meski sering dirinya mendapat pujian dari beberapa wanita di kantor tempatnya bekerja, tapi pujian yang datangnya dari Via terasa berbeda.
Tak lama kemudian terdengar panggilan dari arah kamar utama yang ditempati oleh Christian.
"Via, tolong siapkan bajuku, pagi ini aku harus berangkat cepat!" seru Christ.
"Sepertinya Bos Besar mulai bergantung padamu." sindiran Bram membuat Via mendelik ke arahnya.
"Hei, Via, cepat pergi kesana, kau tak akan bisa membayangkan bagaimana seramnya Christian saat marah," ujar Bram lagi.
Via hanya memutar malas bola matanya, kemudian segera pergi ke arah sumber suara.
"Siapkan kostum untuk golf!" perintah Christ sambil berjalan menuju ke kamar mandi. Sementara Via tertegun. Ia bingung, pakaian mana yang harus dikenakan oleh majikannya tersebut.
Via membuka lemari tinggi yang ada di depannya, yang nampak dipenuhi oleh ratusan baju berbeda milik Christian.
"Kostum untuk golf itu seperti apa," racau Via penuh kebingungan.
Via kemudian berjalan ke arah ruang tamu lalu bertanya pada Bram.
"Tuan, apakah anda tahu kostum golf seperti apa?" tanya via.
"Cari saja di lemari, Via," jawab Bram, yang tengah asik menatap gawainya.
Via ingin mengangguk namun begitu ia masih saja bingung.
Akhirnya Via bertanya kembali.
"Kostum seperti apa yang harus Tuan Christian gunakan sementara di sana ada ratusan baju yang aku tidak mengerti," kata Via.
Bram terkekeh mendengar perkataan polos Via.
"Aku akan membantumu," ujar Bram sambil melangkah menuju walk on closet.
"Sepertinya baju ini cocok untuk Christ," kata Bram setelah memilah beberapa baju.
"Oh, jadi seperti ini kostum golf, aku baru tahu," imbuh Via lagi.
"Kamu harus sering perhatikan penampilan bosmu itu Via," tegur Bram sambil terkekeh melihat Via mengamati baju bosnya.
Christ membuka pintu kamar mandi ketika mendengar suara kekehan dari mulut Bram yang ditujukan kepada Via. Hatinya mendadak sebal.
Dengan wajah dinginnya Christ mengusir Bram untuk pergi dari ruangannya.
"Kau tidak hendak pacaran di ruanganku bukan," sindir Christ dingin.
"Maaf, Bos, aku tidak berani," tukas Bram lalu mengangkat bahu cuek dan pergi meninggalkan keduanya.
"Apa pakaianku sudah siap?" tanya Christ pada Via yang menatapnya tanpa berkedip.
Pria itu melambaikan tangannya tepat di depan wajah Via yang membuat gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Sudah aku bilang agar kau jangan melamun," Christ berdecak sebal.
Via mengerjapkan matanya kembali, kemudian berpaling.
Dadanya berdebar lebih kencang saat melihat pemandangan di depannya. Christ berdiri tak jauh darinya hanya dengan memakai handuk di pinggangnya, hingga roti sobek berbaris 6 terlihat jelas dimata Via.
"Apakah otakmu itu sedang berpikiran kotor?" tunjuk Christ dengan satu jarinya ke arah kening Via.
"Apa maksud anda, Tuan?" tanya Via masih dengan berpaling dan enggan menatap langsung ke arah Christ.
"Apa baru kali ini kau melihat pria tanpa memakai pakaian?" tanya Christ saat melihat Via hanya berdiri menyamping.
Wajah Via merona, untunglah cadarnya menutupi wajahnya jadi Christ tak bisa melihatnya. Via segera meletakkan pakaian Christ di atas tempat tidur lalu berlalu dari tempat itu.
Christian menggeleng pelan sambil bergumam.
"Gadis yang aneh."
"Via, ini adalah akhir pekan, apa kau tidak ada keinginan untuk berjalan-jalan keluar?" tanya Bram saat Via tengah melewatinya.
"Apakah boleh jika aku pergi keluar?" Via balik bertanya dengan antusias.
"Tentu saja. Christian membolehkan pekerjanya untuk libur di akhir pekan setelah pekerjaan rumah beres.''
"Baiklah kalau begitu aku akan pergi nanti siang," kata Via dengan semangat.
Detik berikutnya Via seperti kebingungan.
"Tapi kemana aku harus pergi, lagipula aku tidak punya teman di tempat ini, terus nanti kalau aku tersesat bagaimana," Via bermonolog.
Bram yang mendengarkan ucapan polos Via langsung tertawa terbahak-bahak, bahkan Christ yang baru keluar dari kamarnya ikut-ikutan tersenyum simpul.
"Bener-bener gadis yang bodoh!"
"Jika kamu ingin bepergian aku bisa mengantarmu, tapi nanti sore setelah aku dan Christian selesai bermain golf," ucap Bram menawarkan bantuan.
"Aku rasa itu ide yang cukup bagus. Baiklah, Tuan, aku akan ikut denganmu nanti sore." Bram mengacungkan jempolnya lalu berjalan mengikuti langkah Christ.
"Selamat bersenang-senang, Tuan …!" seru Via saat Bram dan Christ melangkah keluar dari unit.
****
"Siapa yang ingin pergi jalan-jalan dengan gadis yang wajahnya tertutup seperti itu, sungguh aneh," ledek Christ saat keduanya tengah memasuki lift.
"Hei, kawan, tidak usah berkata seperti itu, lagipula menurutku, gadis itu cukup cantik terlihat dari mata dan suaranya." Bram tersenyum saat membayangkan Via tadi.
Mendengar pernyataan dari Bram, entah mengapa ada rasa tidak suka di hati Christian. Ingatannya tertuju saat pagi itu dirinya melihat Via tengah menyisir rambut panjangnya.
"Dia bukan wanita yang bisa kau permainkan seenaknya."
"Aku tidak sedang mempermainkannya, lagi pula aku merasa tulus kali ini. Yah, Meskipun aku belum melihat wajahnya seperti apa, tapi sepertinya dia cantik. Bisa kau lihat dari kulit di tangannya yang berwarna putih bersih," Bram terkekeh kali ini.
"Awas, jangan macam-macam kau."
"Hai, Buddy, apa baru saja aku mendengar orang yang cemburu?"
Bram terkekeh saat mendapat tinjuan di lengan kirinya yang dilakukan oleh Christian.
"Sh*t up!"
Istri Cacat CEO Bab 9 Mentari tampak hampir tenggelam di arah barat saat Bram kembali ke unit meninggalkan Via dengan tergesa-gesa. "Apa yang terjadi?" Via bertanya heran namun Bram sama sekali tidak menjawabnya. Wajah Bram terlihat gusar setelah menjawab panggilan dari seseorang. Bram melangkah terlebih dahulu dan memasuki lift. Saat Via menyusulnya, pintu lift itu sudah tertutup. Via mematung disana. Ia bingung sekarang. Berada ditempat yang sama sekali tidak diketahuinya. Bodohnya Via, tidak memperhatikan Bram tadi saat memencet tombol. Saat ini dirinya sendirian, bingung dan sama sekali tak tahu apa yang harus dirinya lakukan.
Istri Cacat CEO Bab 10 Pagi yang cerah saat mentari bersinar seperti biasanya dari ufuk timur, membangkitkan kembali jiwa-jiwa yang terlelap di alam mimpi untuk segera berjibaku dengan rutinitas kehidupan mereka. Chiara tengah berada di kantor Sang Ayah. Pak Hadi memberikan laporan tentang keadaan perusahaan yang tengah berada diambang kebangkrutan. "Kita harus secepatnya mendapatkan investor, kalau tidak perusahaan mengalami hal yang buruk." Chiara memijat keningnya. Mengurus perusahaan bukan keahliannya. Selain membutuhkan dana yang besar, perusahaan juga membutuhkan orang yang kuat untuk mengembangkan perusahaan. Selama ini, Pak Hadi yang mengambil alih perusahaa
Istri Cacat CEO Bab 11 Christian baru saja menutup panggilan. Beberapa saat yang lalu, ayahnya mengabarkan bahwa dirinya baru saja datang bersama istri barunya ke Dubai untuk urusan bisnis sekalian berbulan madu dan merayakan pesta disana. 'Haruskan kau merusak pagiku, Dad?' Christian kesal hingga tak sengaja melemparkan ponselnya ke sudut kasur. Pagi-pagi mood-nya sudah turun hanya karena mendengar suara ayahnya. Christian keluar dari kamarnya. Indera penciumannya langsung menghirup aroma harum dari kopi yang sudah terhidang di meja. "Selam
Bab 12Hari yang cerah, saat seorang pemuda tampan menggenggam tangan seorang gadis kecil di sebuah taman yang indah, keduanya tampak bahagia sekali.Mereka saling melirik dan tersenyum penuh dengan kebahagiaan.Pemuda itu mengucapkan sebuah nama dan berikrar suci serta berjanji akan mendampinginya selamanya.Namun tiba-tiba, tempat itu dipenuhi dengan api yang berkobar. Tak lama kemudian, terdengar sebuah dentuman yang keras, sehingga membuat semua orang berhamburan menyelamatkan diri. Gadis itu begitu ketakutan hingga berteriak kesana-kemari memanggil orang-orang yang dia sayangi. Hingga beberapa saat tubuhnya terguncang hebat.Rosaline yang heran langsung mendekat ke arah ranjang. Ia melihat
Bab 13Hari sudah beranjak pagi, saat Via membuka matanya pelan. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia berada di ruangan serba putih dengan aroma obat-obatan.Setelah melihat tangannya terpasang infus dan kepalanya yang dibalut perban. Barulah Via mengingat kejadian yang menimpa dirinya.Tak lama kemudian, seorang Suster memasuki ruangan."Anda sudah sadar, Nona?" tanyanya seraya mengecek infusnya. Via mengangguk.Melihat wajah Via yang cacat, Suster itu tidak tahan untuk bertanya."Apa yang menyebabkan wajahmu seperti itu? Kenapa kamu tidak segera mengobatinya?"Seakan tersadar, Via langsung meraba wajah bagian kirinya. Saat ini dia sangat malu kar
Bab 14Jalanan sore ini tidak terlalu ramai, mungkin karena hujan baru saja reda. Kabut tipis menjadi pemandangan yang indah dan menenangkan. Sebuah mobil mewah membawa Via kembali ke Unit Apartemen tempatnya bekerja setelah beberapa hari dirinya dirawat di Rumah Sakit.Suasana Unit sangat sepi, seolah tidak ada penghuninya.Via berpikir Bosnya sedang bekerja, karena ini masih jam kantor.Via memasuki kamarnya lalu teringat pada ponsel yang beberapa hari tidak disentuhnya.Ponsel itu mati. Ketika Via mengaktifkannya, dia tidak menemukan satu panggilan pun dari Chiara, padahal waktu itu dia berkali-kali mendengar panggilan dari wanita bermulut pedas itu.Via menarik napas panjang, lalu berba
Bab 15'Sialan, kemana gadis cacat itu pergi?' Chiara menahan kekesalan di hatinya. Dia tidak bisa menemukan Via dimanapun. Akhirnya ia pergi dengan tergesa sebelum ada orang lain yang mengetahui keberadaannya.Di hotel, Aleandro marah karena tidak menemukan Chiara di sampingnya. Lelaki itu mendengkus kesal dan akan memberi Chiara pelajaran.'Berani-beraninya dia pergi tanpa seijinku!'*****Di kantor saat istirahat tiba. Christian memesan makanan serupa yang Via masakkan di Unit. Christian mencicipi rasanya dengan perlahan. Baru satu suapan, lidahnya langsung menolak makanan itu.Christi
Bab 16Untuk menghilangkan kekesalannya, Christian pergi ke sebuah klub malam, ia menghabiskan waktu dengan meminum minuman beralkohol hingga pagi hampir menjelang. Kemudian pulang bersama para bodyguardnya.Sepanjang jalan mulutnya tidak berhenti mengoceh, bahkan tangannya pun ikut bergerak-gerak memukul ke arah para bodyguard, tapi orang-orang yang menjaganya itu hanya diam saja seperti patung.Christian bangun hampir menjelang sore hari.Ia menghubungi Bram dan memintanya untuk datang ke Unit."Ck, tidak bisakah kau berhenti menggangguku di akhir pekan?" protes Bram dari seberang telepon."Turuti saja perintahku atau kepotong gajimu bulan ini," ancam Christian sambil mematikan panggilan.Mesk