Share

05. Hanum Menolak Bercerai

Sebulan sudah Alvandra berada di Malaysia. Dan selama satu bulan itu ia berjuang untuk dapat melupakan Hanum tanpa harus kembali ke tempat yang akan membawa dirinya pada jurang yang menyesatkan.

Mona, gadis yang malam itu tak sengaja bertemu dan baik kepadanya, tak mampu menggetarkan hati dan jiwa Alvandra yang sudah tak perduli akan rasa pada lawan jenis. Setelah kesakitan yang di torehkan Hanum, calon mantan istri.

Alvandra hanya ingin fokus bekerja mencari nafkah demi membahagiakan sang Bunda juga dirinya. Ia ingin mengubah hidup agar tak selamanya menjadi hinaan dan cemoohan orang-orang yang selalu dengki kepadanya.

Beberapa hari yang lalu, sang bunda sudah memberikan kabar jika proses perceraian dirinya dengan Hanum sudah mulai berjalan. Alvandara pun berharap semuanya cepat selesai dengan baik tanpa ada kendala apa pun yang dibuat oleh Hanum beserta keluarganya.

"Al, petang nanti you na kemane?" tanya seorang lelaki yang menjadi sahabat Alvandra di negara itu.

"Awak tak kemane-mane lah, Lex, kepale awak pening," jawab Alvandra seraya memijat kepalanya yang terasa nyeri.

"You sakit?" Panik Alex bertanya.

Dengan cepat Alvandra menggelengkan kepala. Entah kenapa sejak semalam Alvandra merasa gundah, dan itu membuat tidurnya tidak nyenyak. Setiap satu jam sekali dia terbangun dengan hati gelisah.

"Ada apa sebetulnya ini ya Allah? Kenapa perasaan gue nggak enak gini." Alvandra bergumam sembari membereskan berkas-berkas yang harus ia serahkan ke atasan-nya esok hari.

Alex pun berlalu keluar dari ruangan Alvandra dan menunggu sahabatnya itu di kedai biasa. Di mana mereka kerap makan dan nongkrong bersama. Seperti halnya dengan Alvandra, Alex juga berasal dari negara yang sama, Indonesia. Tetapi karena Alex lebih lama bekerja di sana. Maka, bahasa Alex sudah kental dengan logat bahasa negara tersebut.

Setelah menyelesaikan semua tugasnya, calon mantan suami Hanum itu beranjak dari tempat duduknya dan berlalu keluar. Tak lupa ia kunci ruangan pribadinya karena ada banyak dokumen penting yang harus ia amankan.

Alvan takut ada orang yang sengaja mengacaukan pekerjaannya. Pasalnya lelaki itu tahu ada yang tak suka dengan dirinya ketika ia di angkat menjadi karyawan kantor, bukan di lapangan seperti rekan-rekan yang seangkatan dengan dirinya.

"Bang, mau balik?" tanya salah satu staf perempuan yang bernama Zahwa.

"Eh Iya, masa mau nginap di sini, Zah?" gurau Alvan terkikik.

Alvandra sedikit merasa kikuk ketika melihat gadis itu berjongkok di depan dirinya sambil mengambil kertas selebaran yang berserakan di lantai karena tak sengaja tersenggol tangannya. Bagian atas baju gadis itu terbuka dan memperlihatkan dua bukit kembar yang nampak begitu besar. Berusaha mengalihkan pandangan, Alvandra menelan saliva dengan susah payah.

Sebagai lelaki normal, ketika melihat itu tentu saja kelelakiannya langsung bereaksi. Tak ingin menyiksa diri, Alvandra segera beranjak pergi tanpa memperdulikan gadis bernama Zahwa itu memanggil namanya.

"Haiii ... !! Kamu sombong, Alvandra," pekik Zahwa. Ia kesal dengan lelaki tersebut.

Zahwa yang diam-diam menyukai Alvandra sedang berusaha mendekati. Tetapi Alvandra memang sama sekali tak tertarik dengan gadis itu sehingga usaha Zahwa selalu berakhir pilu.

Cinta bertepuk sebelah tangan memang terasa menyakitkan. Kita berusaha perhatian, tetapi yang diperhatikan tak pernah mau tahu apa lagi berbalik pengertian juga perhatian, kurang apa coba? Jangan-jangan si Alvan belok! Pikir Zahwa dengan raut wajah kecewa.

Gadis itu pun berlari mengejar Alvandra yang langkah kakinya teramat sangat lebar bagi Zahwa yang jalan-nya pelan. Tetapi ia berusaha agar bisa sampai kepada lelaki yang dikejarnya.

"Alvandra, tunggu!" seru Zahwa.

Alvandra yang baru menyadari Zahwa mengejar dirinya pun menoleh dan menunggu gadis itu.

"Eh! Iya, ada apa, Zah?" Mengerutkan kening, Alvandra bertanya apa keperluan gadis itu sehingga harus capek-capek mengejar dirinya.

"You na kemane, Al?" tanya Zahwa dengan napas tersengal-sengal.

"Mau pulanglah. Kan sudah jam pulang kerja, kenapa emang?" Heran Alvandra.

"Kita makan di kedai dekat tempat kost awak, yuk, Al!" ajak Zahwa. Gadis itu tak putus asa untuk terus mencoba mengambil hati Alvandra, lelaki yang banyak digilai kaum hawa.

Alvandra terdiam. Ia teringat sudah memiliki janji dengan Alex tadi. Sahabatnya itu menunggu dirinya di kedai selepas pulang kerja.

"Sorry ya, Zah! Saya ada janji sama Alex. Jadi nggak bisa," tolak Avandra halus. Kemudian ia berlalu meninggalkan Zahwa seorang diri.

"Shit, sial! Ade saje alasan die orang," desis Zahwa dengan umpatan lirihnya. Wanita itu tak mau Alvandra tahu dirinya mengumpat terhadap lelaki tersebut. Bisa rusak reputasi dia sebagai wanita baik-baik.

***

Alvandra memilih pulang cepat ke tempat tinggal yang tak jauh dari kantornya. Begitu tiba, Alvandra lekas membuka baju dan menuju kamar mandi. Tetapi sebelumnya, ia melihat ada sebuah pesan masuk dari nomer milik Hanum. Ia lupa menghapus kontak wanita pengkhianat itu di ponsel miliknya.

[ Mas, kamu gila ya? Aku nggak mau kita cerai! ]

"Ck, betina jalang tak tahu diri. Sudahlah menginjak harga diriku, digugat cerai kagak terima, emang sinting lo, Num!" cibir Alvandra seraya berdecak sebal.

Lekas.Alvandra membalas pesan dari Hanum agar wanita itu paham jika permintaan-nya di tolak juga oleh Alvandra. Dia pikir dia doang yang bisa ngambil keputudan sepihak, pikir Alvandra.

[ Seharusnya kamu mikir, kesalahan kamu itu apa, Num. Kenapa bisa saya menggugat cerai kamu? ]

[ Tapi aku nggak terima, Mas. Aku mau naik banding dan kita mediasi dulu. Kalau nggak ... ?? ]

Kembali Hanum membalas pesan singkat itu. Andai saja Alvandra saat itu melihat wajah Hanum yang tersenyum mengejek, sudah pasti lelaki itu tak sudi melayani pesan-pesan tak penting itu.

[ Kalau nggak? Apa maksud kamu, Num? Jangan macam-cama kamu! ]

[ Kamu akan menyesal, Mas. ]

Alvandra terkejut membaca ancaman dari wanita pengkhianat tersebut.

"Apaan dia pake ngancem segala. Dia pikir gue mau apa, lubang bekas orang lain. Oke dulu gue mau, karena dia sebelumnya bukan bini gue," gumam Alvan.

Tapi tunggu! Ngapain dia pakai ngancem segala? Apa sebuah gertakan doang atau bagaimana ini? Pikir Alvandra. Seketika ia teringat ibunya yang tinggal sendiri. Alvandra mendadak gusar, khawatir akan keselamatan ibunya.

Berniat untuk menelepon sang Bunda, tetapi lelaki itu sadar harus mandi lebih dahulu. oleh karena itu, ia lekas berlalu memasuki kamar mandi setelah melempar baju kotor ke atas keranjang yang terletak tak jauh dari pintu.

15 menit Alvandra berada di dalam sana dengan aktivitas membersihkan tubuhnya agar terasa lebih fresh, sebelum ia pergi menemui Alex di tempat janji bertemu.

Sementara di luar, ponselnya terus berdering menandakan ada panggilan masuk. Alvandra yang sedang mandi, tentu saja tak mendengar. Karena tak kunjung diangkat, panggilan pun berhenti. Berganti pesan yang bermunculan di layar ponsel.

Alvandra yang sudah selesai mandi pun keluar dengan rambutnya yang basah. Sekilas matanya menangkap layar ponsel yang menggelap, lantas ia mengambil alat komunikasi tersebut yang tergeletak di atas nakas samping sofa.

"Siapa yang telepon?" gumamnya saat melihat ada notifikasi panggilan tidak terjawab.

"Om Danu!" lirihnya bergumam lagi.

Lekas Alvandra melakukan panggilan video call ke Om-nya itu. Takut ada hal penting yang harus ia segera ketahui. Tetapi Danu tak menerima panggilan video dari keponakan-nya itu sehingga membuat Alvandra bertanya-tanya dalam hati.

"Kok Om Danu nggak mau angkat, sih! padahal isi pesannya suruh telepon balik," keluh Alvandra dengan berusaha kembali untuk menghubungi Danu, tetapi hasilnya tetap saja nihil.

Entah ada apa dengan Om-nya Alvandra tersebut. Sampai beberapa kali Alvandra menelepon juga berkirim pesan singkat, namun tetap tak ada balasan atau menerima panggilannya.

"Apa mungkin Om Danu salah tekan nomer, ya? Aneh," gumam Alvaran yang meletakan kembali ponsel tersebut di tempat semula.

Tak dapat dipungkiri, hati Alvandra masih tetap bertanya-tanya juga merasa cemas, mengingat ia meninggalkan sang bunda seorang diri di kampung halaman. Ditambah lagi Hanum ternyata tak terima dirinya digugat cerai sang suami sehingga Hanum mengajukan keberatan dan harus mediasi lebih dahulu. Membuat Alvan merasa kesal dengan apa yang Hanum lakukan.

"Semoga bukan pertanda buruk tentang mimpi semalam. Semoga juga Bunda baik-baik saja," gumam Alvandra penuh harap.

Laki itu lantas masuk ke kamar untuk memakai baju dan bersiap menepati janjinya bertemu Alex sahabatnya. Hanya Alex lah yang selalu ada untuknya. Alex yang sama-sama hidup diperantauan itu cukup baik dan perduli dengan Alvadra.

Setelah berganti baju. Alvandra pun keluar dengan memesan taxi lebih dulu. Ia ingin bercerita banyak kepada Alex prihal penolakan Hanum yang sudah digugat cerai olehnya. Tak ada niat secuil pun dalam hati Alvandra untuk kembali bersama Hanum. Bagi Alvandra, sekali pengkhinat, maka akan selamanya menjadi pengkhinat.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status