"Bagaimana, Ken, apa semua berjalan lancar?" tanya Tuan Albern. "Iya, Pa."Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah. Tuan Abimana sedang di lapangan meninjau lokasi ditemani oleh Gio dan Tuan Agatha. Biasanya Ken yang akan mengambil alih. Namun, kali ini Tuan Abimana meminta Ken untuk pulang lebih dulu bersama Shafira. "Kamu harus menjaga Shafira, Ken. Sepertinya keluarga Agatha tidak menyukai kehadirannya. Papa khawatir mereka akan melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan.""Iya, Pa. Ken mau istirahat dulu." Ken beranjak menuju ke lantai dua, kamarnya. Hari ini cukup melelahkan baginya. Beruntungnya kehadiran Shafira tidak membuatnya merasa malu. Apa yang dikatakan oleh Alice dan Sonia jelas tidak terbukti. Ken sudah mempersiapkan semuanya dan dia tidak ingin mempermalukan Shafira di acara penting itu. Senyumnya terukir saat mengingat bagaimana Shafira sepanjang jalan menuju kantor memikirkan nasibnya. Padahal dengan memakai pakaian biasa saja Shafira sudah terlihat manis
"Maafkan aku ...." Tangan Shafira spontan memeluk erat tubuh Kenward. Meskipun cinta belum hadir di dalam hati Ken, namun dia selalu berusaha melindungi Shafira. Pemandangan itu tertangkap jelas oleh Keluarga Agatha. Tentu saja hal itu membuat mereka semakin dikuasai amarah. "Apa yang terjadi?" tegur Tuan Abimana. Tuan Abimana, Tuan Agatha dan Gio baru saja tiba. Mereka berada di mobil yang terpisah. Namun, laporan dari kepala keamanan membuat Gio mempercepat laju mobil. Alice merapikan Ken masih sibuk menenangkan Shafira yang terus menangis tersedu. "Dia yang menyerangku lebih dulu, Kek!" ruduh Alice. Shafira menggeleng di dalam pelukan Ken. "Jangan berbohong, ada banyak saksi di sini," tegur Tuan Abimana. "Kakek lebih membela dia?" "Pa, baiknya kita duduk dulu. Kita bicarakan ini semua," ucap Tuan Albern. Mereka semua menuju ruang keluarga. Sangat terlihat kontraks di antara dua keluarga. Tuan Abimana seperti biasa memilih posisi duduk paling atas. Sebelah Kanan kelu
"Sudahlah, Ken, nyatanya sampai sekarang kamu belum menyentuh dia kan?"Deg. Semua pandangan mengarah pada Kenward saat ini. Apa yang dikatakan Alice sungguh di luar dugaannya."Ken, apa benar yang dikatakan Alice?" tanya Tuan Abimana. Ken terdiam begitupun dengan Shafira. Mereka sama-sama memilih bungkam. Hal itu justru dijadikan senjata oleh Alice. "Ada apa, Ken, kenapa diam?" pancing Alice. Shafira menoleh ke arah Ken yang masih memilih bungkam. Tuan Albern tidak bisa berbuat banyak untuk membantu putranya. Tuan Abimana masih memunggu jawaban. Keluarga Agatha tersenyum puas melihat bungkamnya dua orang yang ada di hadapan mereka. Kecuali Gio, dia tidak pernah sejalan dengam keluarganya. "Sudah hampir satu minggu kalian bersama. Apa yang kalian lakukan selama ini? Kalian menikah sah di mata agama dan hukum!" "Kakek tidak menyangka kamu terlalu kejam menghukum Shafira, Ken! Dia punya hak."Kenward masih memilih diam. Alice merasa menang telak saat ini. "Kek, aku menghargai ke
"Kalau begitu, kenapa kamu justru menerima perjodohan ini?"Kenward tersenyum tipis. Dia merasa enggan untuk membahas semua ini.Dia sudah merasa terlalu bosan untuk kembali menceritakan semuanya. Bagaimana pun, semua sudah terjadi. Hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana kisah perjalanan antara dia dan Shafira."Ken, pesanku, jangan membuat Shafira terlalu lama tersiksa. Satu hal yang harus kamu tahu, Shafira bukan gadis biasa. Ketika kamu melepaskannya, akan ada banyak sosok laki-laki yang siap menggantikan posisimu."Ken mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Termasuk kamu?"Gio memilih diam. Di dalam hatinya dia belum bisa memastikan. Hanya saja dia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya memiliki rasa yang berbeda saat bersama Shafira."Jadi, negara mana yang ingin kamu tuju untuk bulan madu?" tanya Gio mengalihkan pembicaraan.Ken memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kainnya. Dia pun sungguh berat memilih."Carikan saja tempat yang pas untuk kami berdua. Ingat, tidak pe
Pesawat mendarat dengan sempurna di landasan Bandara Udara Internasional Adisutjipto, Jogjakarta. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam enam belas menit. Ken dan Shafira turun bersamaan. Sebenarnya mereka bisa saja menggunakan pesawat jet pribadi milik perusahaan, namun, Ken sejak dulu lebih memilih untuk tidak menggunakannya secara semena-mena. Berbeda demgan keluarga Agatha. Mereka lebih menikmati fasilitas mewah. "Butuh waktu kurang lebih dua puluh menit untuk tiba di resort. Kita bisa saja tiba dalam waktu lebih cepat, hanya saja aku ingin menikmati keindahan Kota Jogja," terang Ken dengan ekspresi datarnya. "Aku pun sama."Keduanya disambut hangat oleh dua orang yang berpakaian rapi dengan stelan jas berwarna hitam. Mereka adalah utusan dari Tuan Abimana. Di belakang mereka pun mengikut dua pengawal yang ditugaskan membawa barang bawaan. "Tuan, seharusnya kami bisa memberikan fasilitas mewah. Suatu kehormatan bagi kami Tuan Kenward memilih Abhayagiri - Sumberwatu Heri
"Shafira, ijinkan aku meminta hakku," bisiknya. Mata Shafira spontan terbuka.Deg. Jantung Shafira mulai berdetak tak berirama. Shafira merasakan embusan napas Ken begitu lembut menyapu wajahnya. Keduanya saling melempar pandangan satu sama lain. Shafira menelan paksa air liurnya. "Ken .... Aku ....""Belum siap?"Shafira bungkam. Dia bingung harus menjawab apa saat ini. Ken menarik tubuhnya. Dipandangi wajah Shafira yang memerah saat itu juga. "Buatkan aku kopi. Aku tidak suka kopi dingin."Shafira membuka matanya. Dia bergegas menuju pantri. Tangannya menyentuh dada. Dia merasakan dentuman jantungnya begitu kuat.Di sudut berbeda, Ken meremas rambutnya yang masih basah. Sungguh, dia belum siap untuk melakukannya. Perasaannya pada Shafira sedikitpun tidak ada. Dia hanya menganggap Shafira adalah suatu ketidaksengajaan. *"Berpakainlah yang rapi, malam ini aku ingin mengajakmu makan malam berdua di restoran."Shafira tersipu. Dia tidak menyangka Ken akan melakukan hal romantis i
"Pa, tolong lakukan sesuatu sebelum mereka kembali," desak Alice."Papa sedang sibuk, Alice. Apa kamu tidak lihat?"Alice memutar matanya. Dia sangat kesal saat ini. Alice merasa orangtuanya tidak melakukan apapun untuk menyingkirkan Shafira. Kakinya menyentak dengan kedua tangan terlipat di delan dada. "Kalau Papa dan Mama tidak melakukan apapun, biar Alice saja yang menyingkirkan wanita licik itu.""Jangan gegabah, Alice!" bentak Tuan Agatha. Tuan Agatha mendekati putrinya. Tatapannya tajam. Sonia yang menyadari itu segera mendekati keduanya agar tidak terjadi keributan. "Kamu pikir Papa tenang di sini? Papa juga sedang berpikir, Alice! Bagaimana cara kita menyingkirkan wanita licik itu.""Selalu saja itu alasan Papa. Saat menyingkirkan Clara sangat mudah, kenapa justru kalah dengan wanita kampung itu?""Kamu lupa, bukan hanya Kenward yang menjadi penghalang kita, tapi Kakekmu! Dia sangat melindungi wanita itu." Alice mendengus kasar. Sonia berusaha menenangkan suaminya saat
Semenjak malam di mana mereka pertama kali menyatukan diri, Kenward mulai melakukan kewajibannya untuk memberikan hak pada Shafira.Hari ini setelah satu minggu berlalu, mereka kembali ke Jakarta. Kenward tidak pernah mau melepaskan genggaman tangannya. Dia seolah ingin mengenalkan Shafira pada dunia. "Tidurlah, nanti aku bangunkan jika sudah tiba di Jakarta."Shafira mengangguk lantas membaringkan diri. Sepanjang perjalanan, Kenward sibuk memainkan ponselnya guna memantau perkembangan perusahaan selama dia tinggal. "Kerja yang bagus, Gio," pujinya saat menerima.laporan dari sepupunya. *Satu jam lebih telah berlalu. Saat ini mereka sudah tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta. "Bangun, Shafira, kita sudah tiba," bisiknya tepat di telinga istrinya. Shafira mengerjap kemudian mendapati teoat di depan matanya sebuah karya indah ciptaan Tuhan.Kenward tersenyum. Shafira kemudian mempersiapkan diri untuk segera turun dari pesawat. Mereka berjalan melewati banyaknya penumpang d