“Aku ada di mana sekarang?” tanya Rena, ia membuka sepasang kelopak matanya perlahan, dengan rasa pusing yang langsung menyergap kepalanya. Namun, beberapa menit kemudian, rasa pusing itu terasa hilang begitu saja dan dia bisa mengumpulkan semua kesadaran jiwanya, dengan meluruskan pandangan matanya ke depan sana.
Satu hal yang bisa dilihat langsung oleh Rena saat itu. Yakni, sebuah atap ruangan berwarna putih tulang, dengan lampu berukuran cukup besar yang berada di tengah-tengah atap itu.
“Kamu sudah bangun, Nona?”
Sontak, Rena pun langsung mendongakan kepalanya dan meluruskan pandangan matanya ke arah pintu. Saat pintu sudah terbuka lebar, wanita itu bisa melihat kehadiran sosok laki-laki dengan penampilan formal, dan dengan kaca mata yang terpasang pada hidungnya.
Sosok laki-laki itu terlihat berjalan cepat ke arah Rena, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat panik.
Mendengar pertanyaan itu, Rena pun menganggukan kepalanya.
“Sebentar, aku akan panggilkan dokter untuk datang ke sini,” uajr laki-laki asing itu langsung.
Beberapa menit kemudian, pemeriksaan pun selesai dan dokter mengatakan kalau keadaan Rena sudah membaik sekarang.
Setelah itu, Rena memberanikan diri untuk memanggil laki-laki berkaca mata, yang ada di dekatnya sekarang ini.
“Tuan?”
“Kamu mengalami koma selama kurang lebih tiga minggu pasca operasi, karena keadaanmu yang sangat memburuk, Nona. Saat itu, mobil Tuanku tidak sengaja menabrakmu, dan kami langsung membawamu ke sini, dan ternyata kamu memiliki luka parah lain.
Dan jika kamu ingin menanyakan banyak hal, kamu bisa menanyakannya langsung kepada Tuan Reykana nanti. Sebentar lagi, dia akan datang dan akan menemuimu ke sini.”
“Tuan Reykana?” tanya Rena, bingung.
Laki-laki itu menganggukan kepalanya.
“Ya, Tuan Reykana. Dia yang membawamu ke sini dan langsung meminta dokter menyembuhkanmu.”
Sosok laki-laki berkaca mata itu langsung menjelaskan keadaan yang dialami oleh Rena kemarin, bahkan sebelum wanita itu menanyakannya lebih dulu.
Rena terlihat mengernyitkan dahinya perlahan, dengan perasaan bingung yang semakin menjadi-jadi, setelah mendengar semua penjelasan yang telinganya dengar itu.
Namun, saat Rena hendak mengajukan pertanyaan lagi, tiba-tiba terdengar suara pintu yang kembali dibuka.
Saat itu, Rena dan laki-laki yang ada di dalam ruangan itu pun langsung mengarahkan pandangan mata mereka ke arah yang sama.
“Selamat datang, Tuan Rey.”
Laki-laki asing itu langsung membungkukan tubuhnya sopan, saat menyadari kedatangan atasannya itu.
Yah, Tuan Rey, Reykana.
Sementara Rena, dia terdiam, dengan jantungnya yang berdegup kencang, saat melihat keberadaan laki-laki asing lain yang sedang berjalan ke arahnya sekarang ini. Wanita itu sendiri tidak tahu, tentang alasan apa yang membuat jantungnya berdegup kencang, padahal dia sama sekali tidak mengenali laki-laki itu.
Laki-laki bernama ‘Reykana’ itu terlihat melepaskan kaca mata hitam yang semula dia kenakan, tepatnya setelah dia berdiri tepat di samping ranjang yang digunakan oleh Rena.
“Kamu bisa keluar, Deva,” ucap Reykana. Dengan pandangan sepasang manik matanya yang masih terarah lurus ke arah Rena.
“Baik, Tuan.”
Deva adalah asisten pribadi dari Reykana. Lalu, dia pun terlihat menganggukan kepalanya patuh, kemudian segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
Beberapa saat kemudian, hanya keheningan yang mengelilingi suasana antara Rey dan Rena.
Sebenarnya, Rena ingin sekali mengajak laki-laki asing yang ada di depannya itu untuk berbicara, tetapi dia merasa cukup takut dan hanya bisa menundukan kepalanya dalam-dalam.
“Di mana alamat rumahmu?”
Saat membuka mulutnya, Reykana langsung mengajukan pertanyaan itu kepada Rena.
Mendengar pertanyaan itu, Rena pun memberanikan diri untuk mendongakan kepalanya dan menatap wajah Reykana.
“A—aku tidak punya rumah,” jawabnya kemudian.
Reykana terlihat menghela napasnya perlahan, saat mendengar jawaban itu.
“Baiklah, kalau begitu, apakah kamu punya keluarga yang bisa dihubungi? Aku tidak mungkin membiarkanmu tinggal di rumah sakit ini terus-terusan, tanpa tahu identitasmu, bukan?” tanya laki-laki itu lagi.
“Nggak perlu repot-repot, Tuan. Jika diizinkan, aku pamit keluar dari sini saja sekarang. Aku bisa pulang sendiri nanti,” jawab Rena akhirnya.
Namun, perkataan Rena adalah kebohongan belaka. Karena dia sendiri bingung, harus pergi ke tempat mana, setelah keluar dari ruangan yang baru dia ketahui adalah rumah sakit itu.
“Bagaimana mungkin aku membiarkanmu pergi begitu saja?”
Rena terdiam.
“Aku telah melakukan suatu kesalahan, karena menabrakmu di tepi jalanan beberapa minggu yang lalu. Tapi aku tidak menyangka, kalau kamu memiliki luka pada punggungmu yang cukup parah. Dan saat itu punggungmu harus melakukan operasi besar secepatnya.
Aku berpikir, tagihan perawatanmu sangat besar, padahal aku hanya menabrakmu dengan kecepatan sedang. Jadi, kalau seperti ini, berarti kamu berhutang padaku ‘kan?”
Reykana melontarkan kalimat panjang itu kepada Rena.
Sebuah perkataan, yang berhasil membuat Rena kebingungan. Karena jelas, dia tidak memiliki satu pun keluarga yang bisa dia mintai bantuan dan lagi, laki-laki yang sedang bersama dengannya sekarang ini mengajukan ‘ganti rugi’ atas uang yang telah dia keluarkan untuk dirinya.
“Maaf, Tuan. A—ku nggak punya keluarga atau rumah dan mungkin, aku nggak bisa mengganti uang yang telah kamu keluarkan untukku, sekarang juga. Sungguh, aku nggak punya apa-apa sekarang, Tuan,” jawab Rena kemudian, jujur.
Pandangan sepasang manik mata Reykana terlihat menyipit, setelah mendengar jawaban yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya kepadanya. Namun, beberapa saat kemudian, laki-laki itu terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
“Jika saat itu kamu tidak memiliki luka pada punggungmu, mungkin aku hanya akan membayar biaya perawatan kecil karena luka lecet. Tapi karena aku sudah mengeluarkan banyak biaya untuk operasimu, maka aku tidak mau mendapatkan kerugian atas itu,” ujar Reykana, semakin menyudutkan Rena lagi.
Sebenarnya, Rena merasa bingung. Dia tidak sekali pun meminta batuan pada orang lain, tapi ketika ada orang yang membantunya, ternyata orang itu malah meminta balas budi dari dirinya yang tidak memiliki apa-apa.
“Tapi jika kamu memang tidak memiliki uang untuk membayarnya, aku bisa menawarkan kesepakatan lain. Dan jika kamu menyutujui kesepakatan itu, kamu tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Jadi, apakah kamu mau menerima tawaranku? Karena kamu tidak memiliki pilihan lain sekarang.”
Reykana tiba-tiba menekan perasaan Rena dengan kalimatnya. Dan hal itu jelas membuat Rena dalam suasana yang benar-benar rumit,
Namun, pada akhirnya, Rena hanya bisa menganggukan kepalanya, menerima tawaran yang akan diajukan oleh Reykana kepadanya, agar dia terbebas dari hutang ‘balas budinya’ itu.
“Baiklah. Tapi sebelum aku menerima tawaranmu, aku ingin bertanya dulu. Sebenarnya tawaran kesepakatan apa yang kamu maksudkan, Tuan?”
“Wah … besar sekali.” Rena menggumamkan kalimat itu kepada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah Rena dipastikan sudah pulih sepenuhnya oleh dokter, Reykana pun segera mengajak wanita itu untuk keluar dari rumah sakit. Dan sekarang ini, mereka sedang dalam perjalanan menuju ke kediaman rumah Reykana. Rena menuruti ucapan Reykana, sesuai kesepakatan awal yang telah dia setujui sebelumnya. Sebenarnya, Rena belum mengerti secara pasti tentang kesepakatan yang disampaikan oleh Reykana kepadanya beberapa hari yang lalu. Hanya saja, wanita itu juga tidak punya pilihan lain selain menurut dan menerima ajakan laki-laki itu untuk membawanya pergi. Reykana dan Deva yang berada di dalam mobil pun bisa mendengar gumaman yang keluar dari mulut Rena itu. Namun, keduanya memilih untuk pura-pura tidak mendengarnya. Hingga akhirnya, Deva pun menghentikan laju mobilnya, tepat di depan teras dari pintu utama dalam rumah besar milik Reykana itu. “Kamu kembali ke kantor saja, Deva. Kamu bisa bawa
Dari siang sampai malam itu, Rena menuruti semua perintah yang dikatakan oleh Reykana kepadanya. Bahkan, saat dia merasa lapar, dia pun tetap berada dalam kamarnya dan tidak berani untuk keluar dari tempat itu. Karena wanita itu berpikir, kalau sekarang dia seperti sedang menumpang hidup di dalam rumah besar milik laki-laki yang katanya telah membantunya, untuk menyelamatkan hidupnya itu. Hingga paginya ….Tok! Tok! Tok!Rena sudah bangun dari tidurnya, dan sedang mendudukan dirinya di tepian ranjang. Dan perhatiannya langsung teralihkan, saat mendengar suara ketukan pada pintu. “Sebentar!” Ternyata sosok Reykana-lah yang berdiri di depan pintu, dengan penampilan laki-laki itu yang terlihat begitu segar pagi ini.Namun, ekspresi wajah dan pandangan manik matanya tetap terlihat begitu datar, sama sekali tidak mendukung penampilannya yang begitu maskulin.“Kamu sudah mandi?” tanya Reykana kemudian. “Sudah, Tuan.”“Kenapa kamu tidak mengganti pakaianmu?” tanya Reykana lagi. Rena ter
“Apakah ini tempat mereka berlibur sekarang?”Rena menanyakan hal itu, sembari melongokan kepalanya ke luar dari jendela mobil yang sedang dia naiki sekarang ini. Melihat pemandangan hotel besar yang terlihat begitu mewah, dengan pantai yang berada tidak jauh dari hotel itu. Reykana yang sedang duduk di atas kursi, tepat di samping Rena pun terlihat menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Selama kami menikah, dia nggak pernah ngajak aku pergi jalan-jalan seperti ini, tapi sekarang dia melakukannya bersama dengan selingkuhannya, yang sudah menjadi istri barunya,” gumam Rena lirih, yang masih terdengar jelas dalam indera pendengaran Reykana. Mendengar gumaman itu, Reykana hanya diam saja. Namun, pandangan sepasang manik matanya jelas terarah lurus pada wajah wanita yang sedang berada di sampingnya sekarang ini. “Ingin turun sekarang, Tuan?” tanya Deva, asisten Reykana, yang sedari tadi mengemudikan mobil.“Iya,” jawab Reykana. Setelah itu, Reykana meminta untuk Rena turun dari mob
“Tuan?”Rena merasa begitu terkejut, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh Reykana kepada mantan suaminya. Mendengar panggilan dari Rena, Reykana pun menolehkan kepalanya ke arah wanita itu, kemudian melayangkan senyuman manis pada wajahnya. “Dia mantan suamimu, bukan? Biarkan aku berkenalan dengan dia, sayang. Memperkenalkan diri sebagai calon suamimu,” ujar laki-laki itu kemudian. “Rena? Benar dia calon suami kamu, hah?” tanya Tia kepada Rena. Akhirnya istri baru dari Dimas itu membuka mulutnya, setelah terdiam sejak tadi. Rena tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya bisa menyembunyian dirinya di samping Reykana. Dimas memicingkan pandangan matanya ke arah Rena, kemudian memegang pergelangan tangan wanita itu dengan kasar.“Jawab pertanyaan madumu itu, Rena. Benar, laki-laki ini calon suamimu?” tanya laki-laki itu, sembari menatap wajah Rena dengan tajam. “S—sakit, Mas, tolong lepas,” rintih Rena. Berusaha untuk melepaskan cekalan Dimas pada pergelangan tangannya. Mel
Malamnya ….Sekarang ini, Rena dan Reykana sedang berada di meja makan. Keduanya baru saja menghabiskan makanan yang ada di dalam piring masing-masing.Dalam keheningan itu, Rena berulang kali mengedarkan pandangan matanya pada ke seluruh penjuru ruangan yang ada di sekitarnya.Sedangkan Reykana, laki-laki itu terlihat sibuk dengan ponsel yang ada di dalam telapak tangannya sekarang ini. Hingga beberapa saat kemudian, dia terlihat mendongakan kepalanya, kemudian meluruskan pandangan matanya ke arah wanita yang ada di depannya.“Ada apa?” tanya Reykana tiba-tiba.“Hah?”Reykana menghela napasnya singkat, saat Rena tidak memahami pertanyaannya.“Ada apa? Kenapa kamu melihat tempat ini seperti itu? Apakah ada sesuatu yang mengganggumu di sini?” tanyanya lagi. Memp
“Tu—Tuan?”Rena refleks langsung beranjak dari duduknya, saat telinganya tiba-tiba mendengar suara Reykana di dekatnya. Dan benar saja, sosok Reykana berdiri tidak jauh darinya. Dengan ekspresi wajah laki-laki itu yang tetap terlihat datar, dan juga dengan pandangan mata yang dingin. “Aku sedang bertanya kepadamu, kenapa kamu ada di sini?” tanya Reykana lagi. “A—anu, aku belum ngantuk, Tuan, terus duduk di sini sambil nunggu ngantuk datang,” jawab Rena kemudian, dengan nada suaranya yang terbata. Sepertinya, dia masih terkejut dengan keberadaan Reykana, yang datang tiba-tiba itu. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat mendudukan dirinya di atas kursi, yang semula diduduki oleh Rena. “Apakah kamu akan terus berdiri seperti itu?” tegur Reykana, saat Rena hanya berdiri di samping kursi dan menatapnya. “I—iya, Tuan.” Setelah itu, Rena pun mendudukan dirinya di samping Reykana. Tentunya dengan perasaan yang ca
“Aku baik-baik saja, hanya mimpi buruk tadi, Tuan.”Rena mencoba untuk mengendalikan dirinya, kemudian memperbaiki posisi duduknya. “Kamu yakin?” tanya Reykana lagi. Dan Rena langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Iya, Tuan. Aku pikir, tadi Mas Dimas yang ada di sini, bukan Tuan.”Mendengar jawaban itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat menegakan posisi duduknya, sembari memperbaiki posisi jubah tidur yang dia kenakan. “Sekarang kamu ada di rumahku, tidak ada yang bisa menyakitimu di sini. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.”Rena kembali menganggukan kepalanya, dengan senyuman tipis yang terlukis pada kedua sudut bibirnya. “Sekarang mandi dan turun untuk sarapan. Pakai pakaian yang aku belikan untukmu kemarin,” titah Reykana. “Baik, Tuan.”Setelah mengatakan kalimat itu, Reykana langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rena. -Saat sarapan berlangsung, tidak ada pembicaraan khusus yang terjadi antara Reykana da
Rena berjalan dengan langkah lambat, dengan kedua telapak tangannya yang terlihat memegangi banyak tali tote bag. Wajahnya terlihat lesu, dengan mulutnya yang berulang kali menghembuskan napas panjang. “Kenapa jalannya lambat sekali?”Reykana berdiri beberapa langkah di depan Rena. Laki-laki itu tidak membawa apa pun di kedua telapak tangannya. Sangat berbeda dengan Rena, yang membawa banyak tote bag berisi gaun, sepatu, tas dan perhiasan yang telah dibeli oleh Reykana sebelumnya. “Tuan, apakah kamu nggak mau bantu bawa barang-barang ini? Barangnya banyak, aku kesusahan untuk berjalan.”Hingga akhirnya, Rena berani mengatakan keluhannya itu kepada Reykana. Karena sedari keluar dari setiap store, laki-laki itu terlihat tidak berniat untuk membantunya membawa barang-barang yang telah dia beli itu. Reykana terlihat berbalik, kemudian berjalan ke arah Rena, setelah mendengar keluhan wanita itu. “Berikan kepadaku,” ujar laki-laki