Share

Bab 4

Mikael sudah menenggak beberapa gelas alkohol yang ada di hadapannya. Sekarang laki-laki itu benar-benar ada di batas kesadaran, kepalanya sudah berat, rasa pahit dan pekat menyatu pada wine yang sekarang mengalir di tenggorokannya.

Masalah akhir-akhir ini selalu muncul, masalah di kantor dan belum lagi Eleana yang membuat amarahnya meledak malam ini.

Mikael berjalan sempoyongan menuju pintu keluar klub. Langkahnya terhenti oleh sosok wanita dengan dress super ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping. Rambut pirangnya membuat Mikael mengira jika itu adalah Eleana.

“Jalang kecil, kenapa kau ada di sini?”

“El, sudah lama kita tidak bertemu.”

Wanita itu tersenyum, lalu bergelayut manja pada lengan kekar Mikael. Mikael sendiri hanya terkekeh sambil mengusap rambut panjang bergelombang milik wanita yang ada di hadapannya.

“Kau merindukanku El?” tanya wanita itu.

Mikael terkekeh. “Kau agresif sekali, Baby.”

Wanita itu menaikkan sebelah alisnya karena tidak biasanya Mikael memanggilnya dengan sebutan ‘Baby’.

“Aku akan memberikan yang terbaik malam ini, El.”

“Harusnya seperti itu, Baby.”

Mikael mendaratkan kecupan di pipi wanita itu dan selanjutnya yang terjadi, Mikael tidak akan menyadari apa yang telah ia lakukan.

***

Mikael mengerjapkan kedua matanya saat cahaya matahari mulai masuk ke dalam kamar hotel. Tunggu, kamar hotel?

Ini terlihat begitu sangat asing, bukankah semalam ia ada di sebuah klub?

Lelaki itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar, rasa pening yang masih terasa di kepalanya membuat Mikael tidak bisa berpikir jernih. Apalagi sekarang seorang wanita datang dengan membawa secangkir kopi yang masih mengepulkan asap.

“Kathrine?”

“Selamat pagi, El. Kau sudah bangun, Baby?” tanya Kathrine dengan suara lembut.

Mikael segera turun dari ranjang, menyambar jas yang tergeletak di sofa sudut ruangan.

“Bagaimana, kau menikmati pelayananku semalam?”

“Kau mau ke mana?” tanya Kathrine, meraih kemeja Mikael yang entah sejak kapan kancing bajunya sudah lepas, memperlihatkan dada bidangnya yang tumbuh bulu-bulu halus.

“Lepaskan!”

Mikael menghempaskan tangan nakal Kathrine yang mulai bermain pada dada lelaki itu, sampai wanita cantik berambut pirang bergelombang itu mundur tiga langkah.

Kathrine mencebik, “Semalam kau bersikap manis kepadaku, sekarang? Bahkan menatapku saja kau terlihat jijik.”

“Memang kau menjijikkan,” ucap Mikael dan menohok perasaan seorang Kathrine.

Tanpa pikir panjang Mikael segera keluar dari kamar hotel. Meninggalkan Kathrine seorang diri dengan kekecewaan dan rasa kesal di hatinya.

***

Eleana terbangun dengan mata yang sembab, ia menangis semalaman dan sekarang ia baru merasakan tubuhnya seperti remuk. Dingin sekali hari ini, meski matahari sudah muncul memancarkan cahaya terang yang menerobos celah korden. Wanita dengan rambut pirang lurus itu mengeratkan selimut, meraba sisi ranjang yang masih kosong dan terasa dingin, sejak semalam Mikael tidak pulang.

“Bodoh, untuk apa berharap lebih. Kehadiranmu hanya untuk menjadi penikmat nafsunya saja,” kesalnya pada diri sendiri.

Mengingat kejadian semalam membuat hati Eleana benar-benar tercabik.

Dering ponsel membuat Eleana terduduk dari posisi berbaring. Kepalanya terasa pening dan berat, pandangannya juga mengabur, tetapi ia mencoba mengusir itu dengan menggelengkan kepala pelan. Dengan langkah gontai Eleana mengambil ponsel yang tergeletak di meja rias.

“Halo?”

“Selamat pagi, Lea.”

Eleana membulatkan mata. “Kau? Mau apa lagi kau menghubungiku?”

“Aku hanya ingin memperbaiki semua dari awal, Lea.”

Eleana meremas sisi meja riasnya, ia sudah sangat muak. “Sudah sangat terlambat, aku sudah—“

“Aku tahu, kau sudah mempunyai seorang suami sekarang. Aku minta maaf untuk kejadian tadi malam.”

Eleana mengusap kasar air matanya.

“Aku hanya ingin menyelesaikan kesalahanku di masa lalu dengan meminta maaf secara langsung padamu. Setidaknya kau dengarkan penjelasanku dulu, setelah itu terserah, kau boleh terus membenciku."

Wanita itu tampak berpikir sembari mengusap kasar air mata yang terus mengalir tanpa diminta. “Baik, hanya sekali ini saja,” putusnya.

Leo terdengar menghela napas di seberang sana. “Aku menunggu kabar baik darimu.”

Eleana memutuskan panggilan telefon, lalu menaruh ponselnya setengah membanting.

“Sedang berhubungan dengan selingkuhanmu?” 

Sekali lagi, ia dikejutkan dengan kehadiran Mikael yang tiba-tiba. Suaminya itu dengan penampilan kacau berjalan gontai menuju ranjang dan langsung menjatuhkan tubuh tegapnya di kasur.

“Sejak kapan kau datang?” tanya Eleana.

“Memangnya kau peduli?” Mikael terkekeh menyebalkan pada akhir kalimatnya.

“Bahkan jika aku tidak pulang selama beberapa hari, kurasa kau tidak akan pernah mencariku.”

“Bu—bukan seperti itu,” cicit Eleana, memainkan jemari lentiknya.

“Ya, terserah kau saja.”

Eleana dengan langkah pelan menyusul Mikael yang sudah beranjak dari ranjang dan pergi ke tempat handuk. Lalu ia menarik pelan tubuh Mikael agar berbalik dan bersitatap dengannya, wanita itu menelisik penampilan Mikael yang sudah berantakan dari atas sampai bawah.

“Kenapa? Kau berpikir aku pergi bermalam dengan seorang jalang semalam?” tanya Mikael.

Eleana membelalakkan mata. “Bicaramu selalu kasar.”

“Aku memang seperti itu.”

“Kau mabuk?”

“Masih peduli,” kekeh Mikael.

Eleana berdecak. “Berhenti mengatakan kalimat menyebalkan itu.”

Mikael mencondongkan kepalanya ke depan, menaruhnya di ceruk leher Eleana yang terasa hangat. “Tunggu, kau demam?” Mikael mulai mengulurkan punggung tangan ke dahi wanita itu.

Namun, Eleana berusaha menghindari sentuhan Mikael dengan memundurkan tubuh.

“Mulai sekarang aku tidak suka penolakan,” geram Mikael saat Eleana menepis tangannya.

Eleana mendengkus. “Aku benci kau yang seenaknya.”

Selanjutnya, Mikael menggendong tubuh Eleana dengan gaya bridal style dalam diam. Eleana yang belum siap diperlakukan seperti itu memekik terkejut, ia segera mengalungkan kedua tangannya di leher Mikael.

"Kau gila?”

“Iya, tergila-gila padamu.”

***

“Minumlah,” ujar Mikael.

Ia menyodorkan sebuah pil dan segelas air putih pada Eleana yang sekarang tengah memejamkan mata. Wanita itu mengerjap, merasakan kepalanya yang masih berdenyut dan tenggorokan yang pahit.

“Aku tidak ingin minum obat,” tolak Eleana, ia menaikkan selimutnya sampai menutupi seluruh tubuh.

Mikael mendengkus. "Kau memang keras kepala.”

“Sama sepertimu.”

Susah sekali membujuk Eleana untuk minum obat. “Jadi, kau ingin minum obat atau kubawa ke rumah sakit lagi?”

“Kau suka sekali memaksaku dengan hal-hal yang tidak aku sukai.” Eleana melempar guling ke arah Mikael, kesal.

Tanpa pikir panjang ia duduk, mengambil obat dan segelas air dari tangan Mikael. Sekali tenggak, Eleana sudah berhasil menelan obat dan kembali menidurkan tubuhnya.

“Bagus, kau sangat cantik jika menurut seperti ini.” Mikael terkekeh, membelai rambut panjang Eleana.

“Aku bukan anak kecil.”

Lagi-lagi Mikael terkekeh.

“Aku ada urusan sebentar, Baby. Kau jaga dirimu, aku akan segera kembali.”

Eleana memberengut kesal, “Baru saja kau kembali dan sekarang kau akan pergi lagi.”

“Sebentar.”

Eleana menggeleng lemas. “Terserah kau saja.” Wanita itu membalik tubuhnya membelakangi Mikael.

“Aku janji tidak akan lama, beristirahatlah. Aku harap kau segera membaik, Baby.”

Setelah mengecup puncak kepala Eleana cukup lama, lelaki itu benar-benar pergi meninggalkannya. Mikael memang seperti itu, tak peduli bagaimana kondisinya, dia akan tetap pergi untuk urusan bisnis.

Lalu, apakah Eleana tidak penting baginya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status