Awas Typo:)
Happy Reading ....
***
Raymond sungguh tidak tahu suntikan racun macam apa yang Jefri masukan ke dalam otak sinting Regina. Tapi detik ini, saat mereka sedang berada di jalan mau pulang, senyum Regina tak luntur sama sekali.
Wanita itu mempertahankan senyum yang sangat mencurigakan bagi Raymond, bentuk tarikan sudut bibirnya begitu berbeda. Oke, katakan Raymond terlalu parnoan, tapi itu memang benar, tidak salah sama sekali, dia memang parnoan.
Regina tak diracuni saja sudah gila, apalagi jika diracuni. Lebih baik kisah ini bubar karena berapa pun bayaran untuk Raymond, dia sungguh tidak kuat.
"Kita dinner apa, Handsome?"
"Tidak tahu," menjawab singkat nan datar. Raymond fokus menyetir, akhirnya dia selalu mengalah dengan Regina. Gadis itu mau ini, dia berikan, mau itu, ya dia berikan.
"Di kulkas kamu masih ada bahan masakan bukan?"
"Ada."
Demi apapun punggung Raymond lelah, tolong jangan ditambah-tambah. Biarkan dia tenang dengan hening.
"Oke, nanti aku masakin makan malam kamu." Dan Regina memberikan itu. Namun, sebelum diberikan si gadis meminta tangan Raymond agar jatuh ke atas telapak tangannya yang mengadah. "Siniin tangannya."
Raymond memberikan, malas berdebat. Karena itu senyum Regina terpasang lebar, kepalanya menunduk. Ia letakan punggung tangan kanan Raymond ke atas pahanya, lalu kedua tangan Regina memijat jari-jari besar si pria yang auto melirik.
Tidak ada suara, sudah dibilang Regina memberikan hening kepada Raymond. Gadis itu paham betul, memang pekerjaan pria ini tidak menguras tenaga, namun, otaknya lah yang dikuras, apalagi saat ada pasien konsul.
Cup.
Regina memberikan kecupan di punggung tangan Raymond yang memijak rem pelan saat matanya mendapati ada lampu merah.
"Sini-sini yang satunya, sebelum lampu hijau," heboh Regina menarik tangan kiri Raymond secepat mungkin.
Si pria diam, menatap Regina intens. Kira-kira, sampai kapan gadis ini terus berusaha? Kapan?
*****
Sampai selesai. Jika Raymond bertanya kepada Regina langsung tentang sampai kapan gadis itu akan berusaha, jawabannya hanya dua kata satu kalimat. Sampai selesai.
Ya, sampai Regina mendapatkan Raymond dan kisah ini selesai.
Tit, tit, tit.
Cklek.
Mau itu satu atau dua tahun, pasti Regina jabani, pokoknya sampai ia dinikahi titik.
"Langsung mandi ya, Handsome," ucap Regina melepas sepatu yang ia pakai.
Mereka baru saja sampai di apartemen Raymond, pria itu berdiri tepat di belakang Regina. Tas kerja si kaum adam pun ada di tangan si gadis yang agaknya mau berperan sebagai istri. Aduh Raymond bisa apa selain membiarkan? Tidak ada. Jadi, nikmati saja nyaman dan tidak nyaman ini.
"Aku siapin dinner kamu," ucap Regina memasuki kamar apartemen Raymond lebih dalam.
Oke, ini sih besar, ini sih mewah, lebih-lebih dari apartemen milik Regina.
Mengambil langkah menuju sofa panjang yang ada di tengah kamar, Regina meletakan tas kerja Raymond ke atas sana. Ia tahu sofa ini untuk menonton televisi jika tidak mau menonton dari ranjang, dan dapat ia tebak seberapa empuk si sofa.
Satu menuju kichen satu menuju sisi ranjang sambil menggulung lengan kemejanya, melepas jam tangan super mahal yang ia pakai ke atas nakas sisi ranjang.
Sibuk dengan kegiatan masing-masing, Raymond memasuki kamar mandi dan Regina sudah membuka kulkas melihat bahan apa saja yang ada di dalam sana.
Jangan ragukan keahlian Regina dalam memasak, bisa dibilang dia perantauan, jadi harus bisa semuanya. Mulai dari hal besar hingga hal terkecil sekali pun.
Semenit, dua menit, melompat menuju sepuluh, memasuki zona lima belas.
Cklek.
Pintu kamar mandi terbuka, Raymond selesai bersama rambut basahnya. Pria itu sudah sangat siap untuk langsung tidur saja daripada makan.
Mendudukan diri ke sisi ranjang, Ray menggosok rambut basahnya menggunakan handuk. Setelah itu membaringkan tubuh. Sumpah punggung dan pinggangnya sangat terasa sebab duduk saja seharian, pagi ketemu malam, begitu setiap hari.
"Ray, rambutnya masih basah itu." Suara Regina terdengar, si gadis sudah berdiri di depan kaki Raymond. Tiba-tiba kedua lengannya ditarik, sudah pasti ulah Regina. Mau tak mau kedua mata Raymond yang tadi tertutup perlahan terbuka.
Regina memajukan tubuhnya, menjangkau handuk kecil si pria yang tertinggal di atas ranjang.
"Kenapa keramas, hm? Pakai acara mau langsung tidur lagi. Bukan hanya kamu yang bisa sakit tapi bantal kamu pun bisa sakit, jamuran ih seram." Regina antara mengomel dan menakut-nakutin. Gadis itu memperlakukan Raymond yang tidak tahu aturan hidup seperti balita.
Keturunan William itu pun diam saja, kembali memejamkan mata. Sialnya dia sudah sangat mengantuk, entah kenapa hari ini sangat lelah. Ah ..., efek kemarin begadang nih pasti.
"Jangan tidur dulu, Ray," ucap Regina merangkum wajah Raymond yang memejamkan mata.
"Aku mengantuk." Raymond ingin menepis tangan Regina, ia benar-benar tidak kuat. Mau berbaring saja selagi kerjaannya sudah ia babat habis kemarin malam dan seharian ini.
"Kacian banget calon cuami aku," bisik Regina menahan tubuh Raymond dengan kedua tangannya agar pria itu tak main menghempaskan tubuh.
Mengusap rambut Raymond sekali lagi dengan handuk yang tadi dikalungkan ke leher si pria, Regina sekarang meletakan handuk itu ke kaki ranjang.
Setelahnya membaringkan tubuh Raymond pelan-pelan, ah lihat mister William, benar-benar kelelahan. Inilah bukti ingin sukses itu butuh perjuangan, keringat dan segala yang dipunya dalam diri.
"Hah ...." Menghembuskan napas, Regina yakin kalau tidak ada dirinya pasti Raymond langsung berbaring asal saja, seperti tadi. Lagian kenapa sih pria ini tinggal sendirian? Dari yang Regina cari tahu orangtua Raymond sangat posesif, lebih tepatnya sang mama.
Baik, malam ini Regina akan sedikit memanjakan tubuh si pria dengan pijatan-pijatan ala dirinya.
Pertama yang Regina lakukan adalah berdiri dari duduk untuk menyimpan masakan yang sudah jadi ke dalam penghangat makanan, untung ada. Sudah pasti itu mama Raymond yang menyediakan.
Selesai dengan itu, kedua yang Regina lakukan berjalan menuju kamar mandi. Ia juga butuh bersih-bersih.
Nah, ketiga barulah Regina menaiki ranjang, ambil posisi di samping Raymond yang sudah sangat terlelap.
Huh, mana mungkin Regina berani mengganggu dengan pijatannya. Sudahlah besok saja, ia pastikan besok Raymond mendapatkan pijatan dulu sebelum berangkat mencari nafkah kehidupan.
Detik ini yang gadis itu lakukan membaringkan tubuh, menjatuhkan kepala ke atas bantal lantas satu tangan bergerak naik ke atas kepala Ray yang ada di posisi telentang. Pria itu tidur dengan sangat rapih, beda sekali dengan Regina. Mana mungkin dia tahan tidur begitu terus, sudah pasti miring kanan miring kiri lah.
"Sweet dreams, Handsome," bisik Regina memainkan rambut lebat Raymond dengan kepala yang bergerak mendekati wajah si pria, menjatuhkan dahi ke rahang tegas itu.
Malam ini, Regina Adinda Putri merasakan satu ranjang dengan Raymond Arthur William. Kira-kira besok ..., apalagi ya?
.
.
To Be Continued
Terbit: -05/Februari-2k21
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina membuka matanya pelan-pelan, rasa di kepala lumayan pusing. Dapat dipastikan itu karena jam tidurnya berlebihan, pasti. Maka meregangkan tubuh dan bersiap memeriksa jam adalah incaran Regina. Well, ia membawa tubuh duduk terlebih dulu, wait, kenapa apartemennya mendadak berbeda? Perasaan tidak begini. Satu ..., dua, dahi Regina mengerut, otak berputar dan indera penciuman menangkap aroma masakan. Tik, tok. Regina masih berusaha memutar otaknya. Sampai. "Raymond!" Dia ingat ini apartemen dan ranjang Raymond Arthur William. Di mana pria itu? Segera menuruni ranjang, Regina dengan rambut khas singa betina berlari kecil menuju kichen. "Ray!" panggilnya menemukan punggung mister William yang sedang mengambil sesuatu di lemari piring. Pria itu tidak terkejut, tidak juga menyahut. Ya dia tetap melakukan kegiatannya, sampai tiba-tiba Regina menarik satu tangannya, menarik tubuh besar yang pasrah menjauh dari lemari piring. "Kamu ngapain? Ya a
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu nungguin aku? Ih, baik banget." Regina menatap tidak percaya saat Raymond belum menyentuh makanannya.c"Tapi udah dingin, pasti kurang enak deh," melanjutkan, Regina ambil duduk di kursi yang tersisa. Sedang Raymond hanya diam, tidak menyahuti namun tangan kanan dan kirinya bergerak menjangkau pisau juga garpu untuk memulai sarapan.c"Ck, kalau orang ngomong ya disahutin gitu, Ray, dasar," ucap Regina menjulurkan tangan kirinya, mencubit pipi kanan Raymond yang auto melirik. "Apa-apa? Apa lihat-lihat?" tantang Regina beralih mengusap yang ia cubit dengan punggung tangan. Raymond memutar bola mata malas, tingkah laku perawan satu ini memang tidak kenal takut. Syukur ketemu dengan Raymond yang malas adu mulut. "Makan," kata pria itu agar Regina segera makan dan tidak bisa bicara karena mulutnya dipenuhi makanan. "Iya-iya, Abang, eh tahu Abang nggak?" Raymond hela napas, ia masih lagi baru mulai memotong daging, tapi dengar? Regina justru melon
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Brak. Pintu apartemen baru saja tertutup menelan sang ibu negara alias nyonya besar Willam, menyisakan Regina bersama si tuan muda Raymond Arthur William. Hening, belum ada suara dan detik ini kedua netra bening Regina yang sempat menghipnotis Raymond masih menatap ke arah pintu, belum dan tidak akan berani menatap si pria yang duduk di sisinya. Perfect, agaknya Regina harus kabur dari sini sebelum mendapatkan amukan seorang mister William. Apalagi aura Raymond sudah sangat siap menelan seseorang, ah Regina memang kudu bergerak cepat. Menarik napas, gadis nakal yang otaknya sangat cerdas dalam menyiksa Raymond itu berdiri dari duduk. "Duduk." Namun suara datar nan dingin terdengar memerintah tegas agar Regina kembali duduk. Ya karena takut, Regina kembali duduk, daripada dibunuh dan mati sebelum menikah lebih baik manut pada komandan. Tapi tetap, tidak berani menatap. Hening lagi, Regina tutup mulut menunggu Raymond yang memang betah membisu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu kenapa gila banget sih, Bang! Ya ampun aku mau dapat uang dari mana coba? Daftar kerja di sana saja pesaingnya banyak, syukur ini wajah cantik jadi diterima. Tapi seenak jidat kamu, arghhh kesal! Tanggung jawab ya kamu kalau aku beneran dipecat, biayain hidup aku titik!" Mantap. Hanya Regina yang sanggup berbicara kalimat sepanjang itu dengan sangat cepat, dan hanya Raymond yang tahan diam saja padahal sudah seperti dibacai pasal-pasal kehidupan. Sungguh mereka saling melengkapi bukan? "Ini kita mau ke mana pula?" tanya Regina saat sadar ini bukan jalan ke apartemen Raymond atau apartemennya. Si pria diam, tetap diam maksudnya. "Huh! Susah punya calon suami yang hobby bisu," kesal Regina bete luar biasa. Lihat dia, masih menggunakan seragam kerja. Hening. Mustahil Raymond buka suara, pria itu menyiapkan beberapa kalimat singkat yang cocok ia lontarkan untuk Regina nanti. Well, semenit dua menit sudah pasti terlalui, dan sekarang Regina
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu yakin?" tanya Raymond menatap Regina serius. "Why not? Aku tidak sabar malam pertama kita." Raymond menghembuskan napas pelan, "Ikut aku." Lalu, lagi-lagi memerintah Regina agar ikut dengannya. Oh ya kali ini si gadis tidak kesal, yang ada sangat amat bersemangat. Ada kejutan apa lagi yang akan pria itu berikan kepadanya? Mereka keluar dari kamar, menuruni anak tangga menuju lantai satu. "Tunggu di meja makan," titah Ray berjalan berlawanan dari meja makan. Tanpa mau banyak tanya Regina ambil langkah menuju dapur rumah. Jujur ia masih terkagum-kagum, dan sekarang dia yakin. Ini rumah Raymond, pasti! Karena apa? Lantai dua jawabannya. Mendudukan diri ke atas kursi makan, Regina sungguh tidak menyangka Raymond sudah mempersiapkan semuanya. Thanks to God sebab sudah mempertemukan mereka berdua, thanks! Regina happy parah, happy pokoknya happy! Semoga kehappyan itu bertahan lama. Suara langkah tegas terdengar, Regina menatap ke arah san
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Drt, drt, drt. Ada suara getaran ponsel dipagi hari. Drt. Lagi dan terus, jelas dari getarannya tanda ada sebuah panggilan. "Egh ...." Satu manusia mulai terganggu, salah, keduanya terganggu namun yang satu tidak mengerang bersuara, dan benar Raymond adalah bagian yang tidak bersuara. Pria itu membuka mata pelan-pelan, merasakan tubuhnya semakin dipeluk erat. Benar lagi, pelaku pemelukan adalah Regina. Gadis itu menguselkan wajahnya ke dalam ceruk leher Raymond yang sedang menjulurkan tangan kiri guna menjangkau ponsel di atas nakas sisi ranjang. Mama calling .... Bagus, induk singa jantan mau apa pagi-pagi sekali begini sudah heboh? Semoga membawa kabar baik. "Iya, Ma?" ucap Ray serak khas bangun tidur saat ia menerima panggilan. 'Siap-siap, dua jam lagi kita berangkat ke Indonesia.' Bib. Sambungan terputus. Dahi Raymond mengerut, sebentar, apa tadi? Siap-siap, iya benar. Dua jam lagi kita berangkat ke Indonesia, what?! Mau apa pula ke
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Permisi, saya anaknya Bunda Hani. Boleh bertemu Bunda nggak?" "Regina!!!" "Hahaha!" Ibu Regina yang ia panggil bunda berteriak heboh detik memutar tubuh dan menatap Regina. Wanita paruh baya itu sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya dan mendadak suara sang anak terdengar, ya ibu mana yang bisa tidak heboh ketika anak rantaunya pulang tiba-tiba tanpa ada kabar. Grep. Dipeluk, Regina memasang senyum sangat lebar lantas membalas pelukan bunda. "I miss you, Bun, tomat alias so much hihi," bisik Regina cekikikan. "Kamu libur kuliah ya?" tanya bunda melepas pelukan, menatap anak bungsunya yang menggeleng. "Bunda nggak rindu aku, masa nggak dibalas i miss you too." Plak. Lengan kanan Regina ditampol pelan. "Ngapain ditanya, jelaslah Bunda rindu. Punya anak dua tapi dua-dua lebih milih pergi dari rumah, ya ampun sayang kamu gemukan. Pasti ngemil mulu deh." Kedua mata Regina terpejam dua detik, setelah itu terbuka lagi bersama senyum ya
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Masa iya Raymond berkata- halo kakaknya Regina, saya pria yang terpaksa menikahi adikmu karena dia berhasil membuat mama saya salah paham. Sungguh itu tidak lucu. "Judes amat, pantas masih jomblo." 'Diam kamu, tunggu. Kamu di rumah ya?' "Iya hahaha!" 'Libur kuliah? Perasaan minggu kemarin masih ngeluhin tugas dari dosen resek.' Namanya Julia Adinda Putri, dua puluh lima tahun, kakak satu-satunya yang Regina miliki, masih jomblo sebab ... hkm! Tidak tahu, Regina tidak tahu sama sekali kenapa kakaknya hobby menjomblo. "Cuti lebih tepatnya. Kak, ada yang mau aku sampaikan nih," menjawab lalu memulai kalimat pembuka, Regina memasang mimik tengil. 'Apaan? Jangan bilang kamu dilamar duda lagi, cukup-cukup mendengar kamu mengatakan terus dilamar dan dilamar.' "Lah memang kenyataan tahu. Kakak juga sering, tapi selalu nolak." Bye the way, mereka sedang vidio call bukan voice call. 'Karena aku belum minat menikah.' "Nah kalau aku karena tidak sel