Sesuai anjuran mertua yang sudah tidak dapat diganggu gugat. Pada akhirnya dengan sangat terpaksa dua hari ini aku harus berakhir di vila keluarga yang berada dalam area istana bunga yang bernuansa hijau dan menenangkan. Sayangnya, keindahan alam ini harus terusik akibat kabar mantanku yang ternyata mengambil honeymoon di tempat yang sama.Alamak! Ini sih namanya sudah jatuh tertimpa tangga ditambah ketiban Hulk juga. Berat, benar-benar berat. Aneh, entah ini kebetulan atau salah satu dari ketiga orang itu telah merencanakannya. Namun, kurasa ini ide yang buruk karena baru saja kemarin merasakan kebebasan berjauhan dari Vio eh, hari ini aku malah bertemu dengan 'si pelit' di taman sekitar vila--tempat di mana aku sedang melakukan joging. Payahnya, aku sendirian lagi tanpa Pak Ravi karena dia memang selalu sibuk dengan dunianya.Aku memelankan ritme lariku saat jarak kami kian menipis. Dari ekor mata ini, kudapati bayangan sang mantan yang tengah melakukan peregangan sambil memamerk
POV RaviSara itu tipe cewek yang suka memendam segala sesuatu sendiri. Bisa termasuk langka, karena sikapnya yang ceroboh dan ceplas-ceplos kadang dapat mengundang tanya.Sempat aku berpikir dari pada aku jadikan dia istri lebih baik aku museumkan biar terawat keunikannya tapi jika begitu nanti bagaimana dia akan membantuku membalas dendam? Selama ini, kurasa kehadiran Sara cukup membantu dalam hal membuat ibu kandungku menderita.Maka dengan sedikit menyesal kuurungkan niat itu apalagi setelah melihatnya menangis dan dihina pagi ini.Kasian. Itu alasan pertama aku membantunya tapi sekarang ... entah. Kupikir otakku mendadak gila hanya dengan memikirkan Sara.Sepertinya aku harus segera mengakhiri ini sebelum terlambat karena semakin hari aku semakin tak bisa mengendalikan diri. Aku tidak mau dia yang seharusnya menjadi kekuatanku sebaliknya akan menjadi kelemahanku.Bukankah begitulah cara seorang lelaki bertahan? Itulah kenapa di beberapa negara, seorang pasukan khusus sangat menja
Benci. Benci. Benci.Tiga kata yang wajib aku lontarkan pada makhluk posesif yang mengekangku layaknya piaraan. Ke mana-mana aku merasa dibuntuti, dekat dikit sama orang udah dicurigai.Heran. Kenapa hidupku semengenaskan ini? Sebelumnya suamiku melarang aku dekat dengan Kevin, terus Kenzi, sekarang ...? Guruh dong. Padahal Guruh itu mahasiswa terbaik yang diidamkan, maka satu kelompok dengannya jadi anugrah karena aku bisa berpeluang besar dapat hibah.Heran aku tuh sama nasib, kenapa bisa terjebak dalam lingkaran seorang Ravi? Seingatku artis Dind* HW belum bisa masak mie instan dapatnya Rey Mb*yang, terus Nia R*madhani belum bisa buka salak eh dapatnya Ardhi Bakri. Pada keren semua itu mana perhatian lagi.Lah, aku? Bisa masak indomie komplit pakai telor,kornet dan sosis kenapa harus dapat Pak Ravi? Kenapa harus dia yang jadi suamiku?Udah jutek, dingin, nyebelin dan posesif lagi!Ya Allah! Aku boleh meminta jodoh ditukar aja nggak, sih?"Udah manyunnya?"Aku bisa melihat Pak Ravi
Mataku melotot melihat beberapa potongan rak dinding yang berserakan di lantai kamar Pak Ravi.Jadi, ini biang keroknya yang membuat tidurku terganggu?"Pak Ravi?!" panggilku kaget.Ini pertama kalinya aku masuk ke kamar suamiku selama pernikahan kami, karena sesuai kesepakatan satu sama lain tidak boleh melewati batas masing-masing. Namun, tak kusangka aku akan masuk dengan cara seperti ini.Kukira dia sakit eh, ternyata dia hanya gemar berbuat kegaduhan. Pantas saja kudengar ada barang jatuh sejak tadi."Sara? Kamu bangun?" tanyanya tanpa melihatku.Kutebak sepertinya dia punya mata ketiga di belakang kepalanya sehingga tanpa menatap pun dia tahu itu aku."Iya Pak. Tadi saya ....""Maaf, saya tidak bisa tidur dan ada yang harus saya lakukan," katanya memutus ucapanku. Posisinya masih sama berjongkok sambil membelakangiku."Oh, iya Pak."Aku mengangguk memahami karena bingung mau merespon apa lagi. Kali ini dia kumaafkan karena Pak Ravi baru patah hati oleh ibu sendiri.Eh, bentar. A
Dalam sekian tanggal horor yang ada di muka bumi, aku rasa hari ini adalah hari paling horor sedunia. Bukan masalahnya bakal terjadi apa tapi siapa yang datang ke rumah Pak Ravi dan disinyalir akan berbuat keonaran.Bu Gea dan Wita. Dua nama wanita yang paling aku ingin hindari kedatangannya. Aku melirik jam dinding yang sudah menunjukan waktu jam 12.00 pagi, itu berarti kedua wanita itu akan datang sebentar lagi.Astaga! Kenapa sih mereka harus datang saat besok aku mau wawancara beasiswa? Bikin kebebasanku sebagai gadis perawan yang merdeka terenggut paksa.Apesnya nasibku.Semula aku menyangka Bu Gea itu tipe mertua yang baik, ayu dan tidak sombong. Tapi, setelah tahu dari Wita kalau dia berbuat begitu demi menyenangkan anak angkatnya ketakutanku mendadak naik ke level dewa.Tadinya, aku berpikir kalau hanya Wita sih gampang-lah, sesama bocah bisa diatur. Tapi, ini emak-emak ... alamak! Mending pingsan aja deh.Duk! Duk!Berkali-kali kubenturkan kepalaku ke meja dapur hingga menim
"Sudahlah Wit, lagian masih untung ada yang mau sama anak angkat itu. Ibu sih gak masalah sama Sara karena yang penting Ravi tetep ngasih uang balas budinya, cuman kalau si Sara udah coba ngalangin awas aja!""Ya, Wita tahu Bu, tapi ...."Terdengar hening sejenak."Tapi apa?""Wita suka Bu sama Mas Ravi. Kenapa sih Ayah gak mau jodohin Wita aja?""Wita! Syut! Nanti ada yang dengar!""Iya, gue dengar Bu, nih dari tadi udah kayak cicak. Nemplok di pintu," gumamku pelan menyahut dari luar kamar.Aku menghela napas mendengar percakapan Bu Gea dan Wita. Hari ini aku diminta membuat bubur oleh Ibu. Namun, ketika aku mau memberikannya, telingaku malah menangkap pembicaraan aneh ini dan kuputuskan untuk diam di balik pintu. Menguping.Sebenarnya, aku tahu pernikahan memang mewajibkan seorang perempuan untuk beradaptasi dengan keluarga suaminya. Sudah semestinya aku harus mencoba akrab dengan Wita dan Bu Gea, tapi setelah kejadian hari ini aku sangsi sikapku akan tetap sama. Rasa hormatku pada
Aku menghembuskan napas berat. Akhirnya, Bu Gea dan Wita kembali ke habitatnya juga dan saat ini kami sedang berada dalam perjalanan pulang menuju rumah usai mengantar mereka. Diam-diam aku merasa bersalah juga menyesal.Sumpah demi apa pun aku tak pernah menyangka kalau yang memakan bubur itu bakalan Bu Gea. Ini di luar dugaanku. Alhasil, akibat tingkah isengku itu Bu Gea memutuskan pulang, katanya apa yang kubuat keterlaluan.Fiuh! Semakin sulit deh langkahku menjadi menantu yang direstui. Padahal aku tadi sudah meminta maaf berulang kali tapi Bu Gea tetap marah.Namun, meski ibu mertuaku kasar dan nyebelin. Sebagai menantu aku tetap bersyukur untungnya Bu Gea tak kenapa-napa, setelah dikasih obat diarenya mereda. Hanya ... kurasa dia akan semakin membenciku setelah ini.Aku yakin itu. Bodoh! Sara Bodoh!"Sudah sedihnya?" Aku menggerakan kepala ke samping saat Pak Ravi bertanya. Aneh sekali, lelaki itu seakan tak peduli meski ibu angkatnya marah kepada kami. "Belum," jawabku pend
Jika saja pintu doraemon itu ada, maka aku ingin pergi dari kampus terus menuju ke Korea untuk operasi plastik.Buat apa? Buat operasi muka, sebelum satu kampus tahu kalau aku seorang pendusta. Masih terngiang di benakku, dulu di depan kelas KIM-A aku bilang kalau aku belum menikah tapi semenjak kejadian di rumah makan padang, aku jadi khawatir lambat-laun si Kenzi bakal menyebarkan kabar pernikahanku dengan Pak Ravi. Namun, perasaan sejauh mata memandang aku belum menemukan keanehan. Semua orang masih memandangku sama, terutama mahasiswa yang diajar Pak Ravi. Mereka tampak masih ramah dan sumringah ketika berpapasan denganku. Mungkinkah Kenzi belum mengumumkannya? Kalau begitu rasa-rasanya kedudukanku masih aman. Howaah!Aku menguap sambil menunggu dengan sabar di koperasi. Hari ini tugasku adalah meng-copy bahan ajar Pak Ravi dan bahan referensi untuk ujian beasiswa S-2-ku. Sayang, lagi asyik-asyiknya mengantuk sambil melamun seseorang menepuk pundakku. "Teh Sara! Teh!""Kenzi