Alana sedari tadi masih tenggelam dengan percakapan yang terjadi di coffee shop beberapa hari yang lalu bersama Alan.
"Woi, melamun mulu. Kenapa lu?" Tasya mengejutkan Alana yang tengah melamun dan tidak menyentuh makanannya sedikit pun.
"Gue kayaknya udah ngerusak pertemuan gue yang kedua kalinya dengan Alan deh." Ucap Alana murung.
"Hahaha kenapa lagi lu? Salah kostum?" Lily terkekeh.
"Nggak." Alana menceritakan perbincangan yang dia lakukan bersama Alan kepada teman-temannya dan pembahasan konyol yang membuat Alan menunjukkan ekspresi terkejut saat mendengar pertanyaan Alana.
"Lu kenapa sih? Kemaren pertama kali ketemu lo kusut banget. Terus yang kedua kalinya malah ngebahas zodiak. Hey sayang, cowo itu kebanyakan gak suka sama hal yang berbau zodiak. Eh malah lu bahas." Ucap Lily kesal.
"Iya gue tau. Gue tuh kehabisan pembahasan. Gue bingung mau nanya apa, jadi yaudah gue bahas zodiak aja. Soalnya tuh gue pernah deket sama cowok dan dia nanya zodiak gue gitu. Dia mau pair zodiak gue sama dia cocok apa nggak. Ya gue pikir Alan juga suka ngebahas zodiak." Ucap Alana polos.
"Ya nggak semua cowok suka ngebahas itu, Al. Lo kayak baru hidup, ya. Kek masih bocah. Cowok kaya Alan yang udah jadi manager tiba-tiba lu bahasnya zodiak? Gak nyambung sayang!" Celetuk Tasya.
"I-i-iya juga sih. Gue tuh gugup sebenarnya kalo tiba-tiba hening. Dan, gue salah natap mata dia. Gue gak kuat dan gue gugup. Jadinya gue bahas zodiak. Padahal gue gak maksud. Duh kira-kira dia bakal ngatain gue freak gak, ya?" Tanya Alana panik.
"Ya bodo amat aja sih dia mau ngatain lo freak atau apa pun itu. Emang kenapa sih pikiran dia itu penting banget buat elu? Lo mulai suka sama dia?" Tanya Tasya dengan tatapan interogasinya.
"Ya cowo kaya dia siapa sih yang gak suka." Jawab Alana padat dan jelas.
"Boleh aja, sih. Tapi inget, jangan sampe---
"Tenggelam. Iya gue inget." Alana menghela napas "Oh iya, ntar minggu ini gue mau ketemu lagi sama Alan. Duh ya Tuhan untuk pertemuan kali ini aja lancarkan. Dan kasi gue kekuatan untuk gak gugup natap dia." Ucap Alana frustrasi.
"Lo tau gak lagu yang pas buat lo apaan?" Sambung Tasya.
"Ha? Apaan emang?" Alana bertanya dengan penuh penasaran.
"Lily" Tasya mengedipkan matanya ke arah Lily
"Okay, one... two... three." Ucap Lily
Mohon Tuhan, untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan, 'Tuk menatap matanyaMohon Tuhan, untuk kali ini sajaLancarkanlah hariku... Hariku bersamanyaSemua karyawan yang ada di middle cafetaria melihat ke arah Alana, Tasya, dan Lily "Guys, please stop this. Orang-orang pada lihat ki--- Hell No!" Alana melihat Alan dan Harsono tengah menatap dia dan teman-temannya.
Alana menyenggol siku Tasya dan menginjak kaki Lily "Aw! Apa sih, Al?"
"Kalian sadar gak semua orang ngeliatin kita?" Alana membelalakkan mata ke arah Tasya dan Lily.
"Sadar dan bodo amat." Ucap Lily dan masih tetap bernyanyi bersama Tasya.
"Dan, kalian sadar gak Pak Harsono dan Alan ngeliatin kita juga di sudut balkon cafetaria ini?" Ucap Alana kesal.
"Ha? Alan ada disini?" Lily terkejut dan melihat di sekeliling middle cafeteria.
"Lihat aja sendiri." Alana meninggalkan Tasya dan Lily dengan wajah kesal sembari melewati Harsono dan Alan tanpa menoleh ke arah mereka sedikit pun.
"Ow... Ow... Sorry, Al." Teriak Tasya terkekeh.
***
(WazzApp Notification)
"Al, jadi kita ketemu hari ini?" -Alan
"Jadi. Aku siap-siap dulu, ya." -Alana
"Okay" -Alan
"By the way, aku kirain kamu ilfeel sama aku." -Alana
"ilfeel kenapa?" -Alan
"Karna lihat temen-temen aku nyanyi di cafeteria waktu itu." -Alana
"Oh itu. Yeah, I remember. Nggak, kok. Aku maklum sih. Namanya juga kamu masih fresh graduate jadi wajar suasana kampus masih kebawa-bawa. I understand, it's okay." -Alan
Alana menghela napas dan sangat lega sekali mengetahui perasaan Alan kepadanya. Alan memang terbukti sangat dewasa menyikapi segala sesuatu termasuk kelakuan teman-teman Alana.
Alana bergegas menuju coffee shop tempat mereka sering bertemu. Mereka kemudian mulai terbuka satu sama lain. Sepertinya takdir memang mempertemukan dua jiwa yang hilang agar kemudian mereka merasa utuh kembali.
Lalu, apakah takdir memang mempertemukan Alana dan Alan untuk selamanya atau hanya sementara saja?
***
Tidak terasa sudah satu bulan Alan dan Alana mengenal satu sama lain. Dari hari kehari mereka mulai terbiasa mengenal kebiasaan dan perbedaan karakter yang mereka miliki.
Alan sudah terbiasa dengan sikap manja dan kenakak-kanakan Alana. Bahkan Alan pun terbiasa dengan kegugupan Alana jika mereka tidak memiliki topik untuk dibahas. Sementara Alana sudah terbiasa dengan Alan yang memiliki hidup teratur.
Memang, Alan mampu membuat Alana beranjak dari masa lalunya. Namun sepertinya Alana sampai sekarang belum mampu membuat Fina hilang dari ingatan Alan.
Awalnya Alana tidak yakin harus melanjutkan hubungan ini bersama Alan. Namun, rasa yang sedang dia alami ternyata begitu kuat sehingga mengalahkan ketidakyakinan yang dirasakannya bersama Alan.
Hal itu memang wajar dirasakan oleh Alana ketika dia sedang mengalami jatuh cinta. Bahkan salah satu teori Psikologi pun pernah menyatakan bahwa seseorang yang jatuh cinta sama halnya seperti orang yang dirasuki tanpa memandang cintanya bertepuk sebelah tangan atau tidak.
Ketika sedang jatuh cinta, seluruh tubuh dibaluti oleh berbagai hormon kimia seperti dopamine--menyebabkan candu, norepinefrin--denyut jantung meningkat, dan penurunan kadar serotonin--menyebabkan insomnia.
Dan Hal itu lah yang di rasakan oleh Alana baru-baru ini. Terkadang sangking candunya dengan Alan, Alana tenggelam dengan dunianya bersama Alan sampai dia menghiraukan teman-temannya.
"Al, abis ngantor kita live music, yuk. Udah lama banget gak kesana. Terakhir kita kesana sebelum lo kenal Alan, gak, sih?" Tanya Tasya memastikan.
Alana masih fokus dengan ponselnya dan tidak menghiraukan pernyataan dan pertanyaan Tasya "Woi!" Tasya lagi-lagi mengejutkan Alana dengan sikap bar-bar nya.
"Apa, sih?" Celetuk Alana.
"Gue tadi ngajak live music habis pulang kantor. Lo gak jawab!" Seru Tasya.
"Oh sorry. Gue gak bisa." Ucap Alana singkat.
"Pasti mau pergi sama Alan?"
"Nggak. Cuma pengen istirahat aja, Sya. Gue hari ini lelah banget beneran." Lagi lagi, Alana memberikan berbagai alasan agar bisa menghabiskan waktu bersama Alan.
Tasya pun menghela napas dan sedikit tersenyum. Dia tahu persis temannya itu sedang berbohong "Oke deh."
Ketika teman-temannya mengajak pergi, Alana menolak dan justru lebih memilih untuk langsung kembali ke apartemen dan berbalas pesan dengan Alan.
Menjelang dua bulan, Alana dan Alan sudah mulai membuka diri satu sama lain walaupun masing-masing dari mereka belum ada yang mengungkapkan akan membawa hubungan mereka ke arah yang lebih serius. Disisi lain, Alana masih memahami Alan yang masih mencintai masa lalunya. Akan tetapi Alana membayangkan suatu hari nanti Alan pasti akan melupakan masa lalunya sama seperti Alana yang sudah melupakan Bagas semenjak bertemu dengan Alan. "Al, aku mau kita tinggal bareng." Ucap Alan spontan yang saat ini tengah menghampiri Alana di ruang kerjanya. Alana yang tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya terkejut melihat Alan yang sudah berada di hadapannya. Baru kali ini Alan nekat menghampiri Alana sampai ke ruang kerjanya. "Kamu bercanda? Kita gak ada ikatan, Alan." Alana berbisik agar tak terdengar oleh karyawan-karyawan yang sedang bekerja di ruangan yang sama dengannya. "Kita harus dekat dulu, Al." Alan menatap Alana sangat dalam dan menggengga
"Alan,showerkita kok gak nyala?" Teriak Alana yang tengah berada di kamar mandi. Alan pun terlihat menghampiri dan mendekat ke pintu kamar mandi "Tadi aku mandi masih bisa, Al. Coba buka dulu pintunya biar aku lihat." Alana pun bergegas memakai handuknya dan membuka pintu kamar mandi. Sedangkan Alan tampak langsung memperbaikishowerdenganAlana yang berdiri di sampingnya. "Udah bisa nih." Ucap Alan sembari mendongakkan wajahnya ke Alana. "Dih aneh! Masa aku tadi pencet itu gak bisa." Alana mengomel kecil dengan ekspresi wajah yang kesal. "Yaudah kamu lanjut lagi mandinya. Ntar lama-lama aku disini handuk kamu aku buka paksa." Bisik Alan di telinga Alana dengan menggoda. "Eh i-i-iyaaa. Yaudah kamu keluar." Ucap Alana panik sembari mendorong Alan keluar dari kamar mandi. Setelah Alana selesai mandi, tubuhnya merasa lelah karena sudah beraktivitas seharian. Alana pun memutuskan untuk
Alana dan Alan tampak tengah menikmati waktu mereka berdua dengan memasak bersama.Ketika Alana tengah memotong sayur-sayuran, Alan pun memeluk Alana dari belakang "Nih pake tepung dulu biar makin cantik Mbak-nya." Alan mengusap wajah Alana dengan tangannya yang menggenggam tepung. "Kayak gini ya ternyata kelakuanmanagerPT. Industri Jaya?" Alana mengucapkannya dengan sangat kesal "Hahaha, ih gak profesional ih bawa-bawa profesi." Ucap Alan dengan tertawa geli. Alana memberikan senyuman yang terlihat menyimpan dendam kepada Alan "Ya udah kamu duduk aja gih. Jangan ngeganggu." "Yee marah." Ucap Alan terkekeh lalu berjalan menuju meja makan, Alana tiba-tiba mengikutinya dari belakang dengan menggenggam tepung di tangannya. Karena Alana hanya setinggi dada Alan, Alana harus menjinjit untuk mengusap tepung di wajah Alan. Namun, Alana ketahuan dan Alan menggendong tubuh Alana kemudian meletakkan tubuhnya di atas meja makan
Alana memegang pelipisnya yang sedari tadi sangat lelah mengerjakan pekerjaan di kantor yang tak kunjung usai. Sesekali, di liriknya ponsel, menantikan pesan dari Alan yang tengah berada di apartemen karena tidak enak badan. Rasa khawatirnya kepada Alan melebihi rasa khawatirnya kepada dirinya sendiri. Terkadang dia berselisih paham dengan pikirannya yang mengharuskannya untuk memikirkan dirinya terlebih dahulu daripada Alan. Namun dia tetap saja bisa mengalahkan pikirannya itu dan bergegas kembali ke apartemen dengan membawa seluruh pekerjaannya untuk di kerjakan di rumah. tok... tok... tok... Alan membuka pintu dengan wajahnya yang terlihat pucat "Al, ini baru jam dua siang, kamu kenapa cepet banget balik dari kantor?" Alan terkejut melihat Alana di depan pintu yang membawa beberapa berkas danpaper bag. "Kamu gapapa? Udah makan? Udah minum obat?" Alana tak menjawab pertanyaan Alan dan malah berbalik menanyakan
Alan pulang berbondong-bondong membawa beberapagroceriesyang sudah penuh di kedua tangannya. Alana langsung menghampiri Alan dan mengambilgroceriestersebut dari tangan pria itu. Wajah Alan terlihat begitu lelah. Alana dengan sikap keibuannya langsung mengambil air mineral dan memberikannya kepada Alan. Saat Alan dan Alana sedang duduk di sofa bersama, Alana memutuskan untuk mengatakan kepada Alan bahwa dia ingin menjalani hubungan yang serius bersamanya. "Alan, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap Alana dengan menatap Alan yang berada di samping kirinya. "Iyaaa Al. ngomong aja." Jawab Alan sembari tersenyum. "Hmm--" Alana sepertinya tampak ragu mengutarakan kalimat yang akan dia katakan "Kita kan udah tinggal diapartmentbareng selama satu bulan ini. Sementara kita masih belum ada hubungan apa-apa. Di samping itu, kita malah udah berhubungan terlalu jauh." Alana menghela n
Saat Alana mencoba melupakan Alan, dirinya selalu dihantui dengan bayang-bayang Alan.Amigdalanya pun selalu mencoba mengingatkan setiap kenangan yang telah dia lakukan bersama pria itu. Setelah kejadian itu, Alana memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan melanjutkan S2 di New York. Alana sadar bahwa dia tidak bisa terus-terusan hidup dengan menyalahkan diri sendiri dan merendahkan dirinya. Selama beberapa minggu ini Alana memang hidup dengan diselimuti kesedihan dan kesalahan yang sangat besar. Dia seakan tidak percaya diri dengan dirinya, merasa rendah, dan juga merasa tidak pantas untuk dimiliki siapa pun setelah mendengarkan perkataan Alan dan persepsi Alan selama ini terhadap dirinya. Bukan hanya perkataan Alan, perkataan Bagas pun seketika muncul di benaknya. Perkataan yang membuat Bagas pergi meninggalkannya. Untuk saat ini, Alana sepertinya sudah cukup untuk mengasihani dirinya sendiri. Dia harus berubah dan melupakan masa la
Alana tak pernah menyangka perkataan Alan yang di lontarkan kepadanya akan sampai membawa takdirnya menuju New York. Mungkin ekspektasi untuk sekedar menjadi pasangan di hidup Alan adalah ekspektasi yang sangat tinggi sehingga tak mampu untuk menggapainya. Alana berharap, keputusannya itu adalah keputusan yang terbaik yang di ambilnya sekaligus bisa melupakan Alan dengan mudah. Alana pun tiba di New York City, orang-orang mengenal kota ini dengan kota terpadat di dunia yang terletak di Pantai Timur Amerika atau East Coast. Memiliki julukan kota ‘mewah’ dengan ‘The Manhattan’-nya. Saat tiba di Bandara, Alana bergegas menghampiri Paula, kekasih kakaknya, yang sudah menyiapkan apartemen untuk Alana tinggal di New York. Alana memang wanita mandiri, sehingga orangtua dan kakaknya tak terlalu khawatir membiarkan Alana mengurus segala sesuatunya sendirian. "Alana?" Seorang wanita menghampiri Alana yang tampak sedang menunggu taksi.
Dua Tahun kemudian... Alana kembali ke Indonesia dengan menyandang gelarExecutive Coaching and Organizational Consultingdan juga menjadi wanita berpengaruh sekaligus terhadap wanita-wanita di Indonesia untuk mewujudkan mimpi. Hal ini di lakukannya untuk membuktikan kepada Bagas bahwa dia bukan wanita yang tidak memiliki perkembangan. Dia juga membuktikan kepada Alan bahwa dia bukan wanita murahan polos yang bisa di permainkan hanya untuk pelampiasan saja. Tekadnya yang ingin menjadi wanita terpandang dan tidak direndahkan akhirnya tercapai dengan hasil kerja kerasnya. Ya, Alana saat ini bekerja di perusahaan Ezra yang memang sudah di janjikan ketika Ezra sering berkunjung ke New York dulu. Selain itu, dikarenakan menjadi wanita berpengaruh, Alana pun terikat kontrak menjadi influencer/pemberi pengaruhdi salah satu agensiternama di Indonesia. Tak jarang, Alana seringkali mengikutiphotoshoot