#Hamil_Anak_Ular
Bab 11 : Janinnya Baik-baik saja
Pagi pun tiba, janin-janin di perut Anjani kembali berdemo karena tak diberi makan sejak dari tadi malam. Dengan geram, digebukinya perut buncit itu. Chiko yang melengkor di sebelahnya langsung mendekat ke perutnya dan menggosok-gosokan kepalanya. Seketika itu pula, baku hantam di perut Anjani langsung mereda.
Anjani mengerutkan dahi, ini sudah kedua kalinya Chiko berhasil menenangkan janin-janin setannya itu. Ia jadi curiga dan menyimpulkan hal yang tak masuk di akal.
“Chiko, jangan bilang ... janin-janin ular di perutku ini benaran anakmu, ya!” Anjani menautkan alis menatap hewan bersisik itu.
“Hey, kamu ini pangeran ular yang dikutuk atau genderuwo yang menyamar jadi ular?! Jawab pertanyaanku Chiko!” ujar Anjani sambil menggaruk rambut panjangnya yang terlihat acak-acakan.
“Ahhh ... percuma ngomong sama kamu, dasar aku ... kayaknya udah mulai gila deh!” Anjani melengos sembari bangkit dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi.
*******
Gadis tomboy yang menyukai warna hitam itu telah siap dengan kaos oblong kedodoran dan sweter, serta celana belel. Ia sengaja mengenakan pakaian serba longggar, agar perut buncitnya tak terlihat jelas. Anjani juga malu hamil tanpa suami dan tanpa tahu siapa pelaku pembobol keperawanannya itu. Tapi, mau bagaimana lagi, proses aborsi juga selalu gagal.
Anjani menatap dirinya di depan cermin, lalu meraih dompet dan ponsel lalu memasukkannya ke dalam tas.
Saat hendak menuju pintu, Chiko tiba-tiba melilit tubuh Anjani dan menumbangkannya ke tempat tidur.
“Chiko, apa-apaan sih? Aku mau pergi ini. Kamu di rumah saja, main sama Cheril di luar sana,” ujar Anjani kesal sambil membuka lilitan buntut Chiko.
Chiko menatapnya, seolah-olah tak menginginkan majikannya itu pergi. Anjani masih berusaha melepaskan diri.
“Hey, Chiko, kalau kamu memang tak ingin anak-anakmu dikeluarkan dengan cara diceasar, tunjukkan wujud aslimu! Itu pun kalau kamu itu kayak di cerita legenda, pangeran tampan yang dikutuk jadi ular.” Anjani tertawa, ia menetertawai kata-kata gilanya.
*******
Anjani keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Siang ini ia akan ke kampus guna konsultasi bab akhir skripsinya. Biar pun sang mama melarangnya untuk keluar dari rumah, ia akan tetap pergi. Kerja kerasnya menyusun skripsi selama kurang lebih dua tahun ini harus menuai keberhasilan, ia capek dikatai sang mahasiswi abadi karena sudah hampir tujuh tahun duduk di bangku universitas.
Tanpa sarapan, Anjani langsung menuju garasi. Ia sengaja memilih keluar rumah jam segini, karena sang mama dan suami benalunya sudah berangkat ke kantor.
Anjani mulai melajukan mobilnya menuju kampus. Ia sudah membuat janji dengan sang dosen pembimbing. Kalau ia langsung mendapat Acc , siang ini juga ia akan langsung mendaftar sidang skripsi.
Sesampainya di kampus, Anjani langsung menemui sang dosen pembimbing dan memulai konsultasinya sambil berdoa agar semuanya lancar.
********
Dengan tersenyum senang, Anjani kembali ke mobilnya. Konsultasi skripsinya berjalan lancar dan ia juga sudah mendaftar untuk sidang, tinggal menunggu berita acara untuk mengetahui kapan ia harus maju.
Dengan sambil memegang setir, lagi-lagi perut Anjani terasa terasa diaduk-aduk. Emang sih, dia sedang lapar, ia sengaja ingin menyiksa janin-janin anehnya itu saja. Ia mulai memutar otak, memikirkan makanan yang bisa membuat ular-ular di perutnya mati. Ia mulai mempercayai ocehan Lucky
‘Bruuggg’
“Agghhh!!!” jerit Anjani histeris saat mobilnya bertabrakan dengan mobil yang kala itu sedang melintas di depannya.
Tabrakan keras pun terjadi, mobil Anjani yang saat itu sedang dalam kecepatan tinggi langsung terbalik. Kepala gadis hamil itu membentur setir dan mengalami luka berat.
Para pengendara lainnya langsung menolong mengeluarkan Anjani dari mobil karena khawatir mobil yang terbalik itu akan meledak. Dengan bersimbah darah, Anjani langsung dilarikan ke rumah sakit tanpa sempat menunggu ambulans lagi.
Dengan masih tak sadarkan diri, Anjani langsung dibawa masuk ke ruang IGD dan mendapat penanganan dari dokter di rumah sakit itu.
*******
Beberapa jam kemudian. Anjani sudah dipindahkan ke ruangan rawat, dan ia sudah sadar. Endah dan Lucky juga sudah berada di ruangan itu.
“Anjani, gimana keadaan kamu, Nak? Mama kan udah bilang, kamu jangan keluar rumah kalau tanpa mama,” ujar Endah dengan kesal melihat keadaan putrinya yang mengenaskan. Kepala diperban, tangan juga diperban dan mengalami patah tulang. Sekujur tubuh dan wajahnya lecet-lecet terkena serpihan kaca mobil.
“Anjani dari kampus, Ma, konsultasi bab akhir skripsi sekalian daftar sidang,” jawab Anjani lemas.
“Kualat ama ayah tiri ya gitu deh!” ejek Lucky.
Endah menatap Lucky dan berkata, “Udah, Mas! Anjani lagi sakit, jangan bikin keributan!”
Dengan kesal, Lucky melangkah menuju pintu lalu keluar. Anjani menggerakkan tangan kiri dan mengusap perutnya yang masih terlihat sama seperti kemarin-kemarin, padahal ia berharap bisa keguguran.
“Ma, janin ular ini gak gugur juga walau Anjani udah kecelakaan babak belur begini?” tanya Anjani kesal.
“Janinmu baik-baik saja, Jani, Dokter juga heran. Tabrakan keras begitu tapi dia tetap baik-baik saja,” jawab Endah sambil mengusap wajahnya.
“Terus ... waktu di USG, apa bentuk ularnya sudah terlihat, Ma?” tanya Anjani makin penasaran.
“Bentuknya masih belum terlihat, kali ini Dokter malah melihat janin itu bercangkang. Mama jadi makin bingung, mana waktu kamu tak sadarkan diri tadi ... mama minta kamu langsung diceasar ... Dokternya malah gak mau. Katanya kehamilanmu baru enam bulan.”
“Ya ampun, Ma, jadi bercangkang? Apa kayak telor gitu?” Anjani terkejut.
“Iya, Jani. Kayaknya kamu benaran hamil anak Chiko deh. Mama bingung, entah gimana lagi caranya menolongmu membunuh janin aneh itu. Mama ngeri membayangkan kamu bakal melahirkan anak ular, ih ... amit-amit dah!” Endah merinding.
“Jani juga gak mau melahirkan dia,” jawab Anjani lemas.
Taklama berselang, pintu kamar Anjani terbuka. Masuklah dua orang perawat dan seorang dokter yang akan mengecek keadaan Anjani.
“Hay, Anjani? Bagaimana kabarmu? Janinnya masih terasa bergerak ‘kan?” tanya sang dokter muda yang memang sudah pernah bertemu dengan Anjani, dia Dokter Gio.
Endah menghela napas, ia dan Anjani memang berencana bertemu Dokter Gio sore nanti tapi ke kliniknya. Akan tetapi mereka malah sudah bertemu di sini.
“Dokter, saya minta dikeluarkan saja janin aneh ini!” ujar Anjani dengan tampang masam.
Dokter Gio menahan senyum.
“Saya mohon Dokter!” Anjani memelas.
“Maaf, saya tidak bisa melakukan itu,” jawab Dokter Gio.
“Dokter, saya tak mau anak ini lahir. Bukankah Dokter juga melihatnya aneh, dia bukan manusia ‘kan?” Anjani mengusap perutnya yang kini mulai terasa diaduk-aduk.
“Mungkin seiring berjalannya waktu dan pertambahan bulannya, janin Mbak Anjani akan terlihat sempurna. Dia manusia kok, masa hewan! Mamanya saja manusia. Jangan berpikir yang aneh-aneh, ibu hamil gak boleh banyak pikiran,” jawab Dokter Gio.
Anjani merengut, Dokter Gio tak mau membantukan untuk diceasar. Apa ia harus membelah perutnya sendiri untuk mengeluarkan janin-janin aneh itu? Anjani memejamkan mata, ia malas untuk berkata-kata lagi, percuma. Ia yakin, pasti semua dokter pun takkan mau mengoperasi perutnya. Ia berpikir keras untuk melakukannya sendiri saat sudah sembuh nanti.
Bersambung ....
#Hamil_Anak_UlarBab 12 : Rumah sakitHari ini, Dokter Gio kembali memeriksa Anjani, gadis hamil yang sering tak mau makan dengan dalih ingin alasan ingin menyiksa janin-janin ularnya agar mati kelaparan di dalam sana.“Mbak Anjani, gimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Gio sambil menatap pasiennya yang kini sedang fokus bermain game cacing rakus di ponsel.Anjani mengangkat wajah dan meletakkan ponselnya, walau tangan sebelah kanan masih digendong, sedang tangan kiri diinfus, ia tetap bisa memegang ponsel sebagai teman suntuknya. Maklum, mamanya hanya datang pas siang saja dan itu pun Cuma sebentar, hanya Bik Siti yang selalu setia menemaninya.“Udah mulai sakit pinggang dan sakit perut, Dok, kayaknya udah mau lahiran deh,” jawab Anjani dengan wajah datar dengan mode kebohongan.“Ah, masa?” tanya Dokter Gio sambil memegang perut Anjani.Sang dokter mengangkat alisnya, ia tahu pasiennya itu sedang
#Hamil_Anak_UlarBab 13 : Chiko Ke Mana?Dengan risi dan menahan ketakutan, Endah mendekati kamar Anjani dan memutar knop pintu. Matanya sambil menoleh ke kanan dan kiri, juga belakang karena ia merasa tak aman berada dalam kebun ular Anjani. Didorongnya perlahan pintu, lalu menutupnya kembali saat melihat ekor Chiko yang melengkor di lantai.“Ya ampun!” gumam Endah sambil memegangi dadanya.Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, Lucky keluar dan kini berdiri di hadapan Endah.“Mas, ngapain kamu di kamar Anjani?” tanya Endah.Lucky terlihat salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu berkata, “Eh, aku main sama Chiko, Sayang. Kamu kapan datang?”“Kamu ngomong sama siapa tadi, Mas?” tanya Endah sambil kembali mencoba mengintip ke dalam kamar dan bersamaan dengan itu kepala Chiko malah muncul di hadapannya.“Agghhh!!!” jerit Endah histeris sambil berlari menuju
#Hamil_Anak_UlarBab 14 : MelahirkanAnjani mendekati tumpukan kulit ular, itu milik Chiko, hewan kesayangannya yang sudah dua minggu ini tak ia keloni. Diraihnya lalu mengamati, memastikan apakah itu kulit asli atau hanya akal-akalan ayah tirinya saja. Dugaannya, si ular pyton dijual Lucky.“Chiko, kamu di mana? Aku udah pulang!” teriak Anjani kembali mengedarkan padangan ke sekeliling kamar.Chiko itu ular yang besar, tak mungkin ia bisa bersembunyi di kamar, begitu pikir Anjani. Untuk memastikan, digeledahnya lemari juga kamar mandi tapi si ular kesayangan juga tidak ditemukan.Anjani keluar dari kamar lalu dengan terseok-seok menuruni anak tangga. Kakinya belum bisa dibawa jalan dengan sempurna, ditambah tangan kanan juga masih digendong. Beban di perutnya semakin hari semakin bertambah, membuat ia semakin kesusahan dalam melangkah.Saat Anjani tiba di bawah, langsung digedornya pintu kamar sang mama. Ia akan memberi pelajara
#Hamil_Anak_UlarBab 15 : Bayi UlarSesuatu telah melucur dari rahim Anjani, tiga ekor bayi ular dengan versi setengah ular dan setengah manusia, tapi ada satu yang berwujud ular utuh yang bentuknya paling kecil. Satu di antaranya, ada yang berkepala ular dan berbadan manusia, dan satunya lagi berkepala manusia dan berbadan ular.Chiko menghampiri tiga bayi kembar lalu melilitnya dengan ekor. Taklama berselang, dua orang wanita berpakaian serba hitam dengan bermahkotakan kepala ular, muncul di kamar itu sambil menyimpuhkan kedua tangan di kepala sebagai salam hormat kepada sesama bangsa ular.Dengan sekejab mata, dua dayang-dayang itu langsung menghilang dengan membawa tiga bayi kembar. Chiko tak tega melihat majikannya itu terus tersiksa dengan kehamilan aneh ulah dari rajanya, kini ia lega Anjani telah terbebas dari janin-janin ular yang selalu mengaduk perut dan berharap sang raja tak berbuat yang macam-macam lagi setelah keinginannya tercapai.
#Hamil_Anak_UlarBab 16 : Ancaman TetanggaAnjani membuka mata, lalu mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Kemudian melirik ke samping kanan, Chiko terlihat masih melengkor. Ia tertegun, tangan kiri mengusap perutnya.“Astaga!” Anjani langsung bangun dan terkejut melihat perutnya yang sudah kembali rata.Ia mencoba mengingat-ingat, tadi malam itu ia mimpi atau benaran sudah melahirkan. Akan tetapi, tak ada apa-apa di tempat tidur. Ke mana janin aneh yang sudah ia kandung berbulan-bulan itu? Apakah cerita dia hamil hanya sekedar mimpi saja? Masa iya ada mimpi yang durasinya amat panjang begitu.Anjani bangkit dari tempat tidur lalu melangkah menuju meja rias, menatap dirinya di depan cermin. Perut buncitnya memang benar sudah mengempes. Seharusnya ia senang, tapi ia merasa seperti ada yang hilang dari dirinya. Entah apakah itu, ia juga tak tahu.Kalau ia bermimpi, tapi luka di dahi juga tangannya yang patah ini nyata da
#Hamil_Anak_UlarBab 17 : Kehamilan EndahLucky langsung menggendong Endah ke kamar, Anjani mengikutinya dari belakang. Setelah membaringkannya di atas tempat tidur, Lucky segera mencari minyak kayu putih untuk digosok ke dahi juga hidung sang istri.“Bik, segera telepon dokter!” ujar Anjani saat Bik Siti muncul di kamar sang mama.“Ah, nggak perlu deh! Entar juga sadar kok mamamu,” ujar Lucky sambil menggosok minyak kayu putih ke hidung Endah.“Telepon aja, Bik, Dokter! Benalu ini mah gak usah didengarin, palingan aja dia senang kalau mama sampai kenapa-kenapa,” ujar Anjani.“Heh, emaknya ular, bisa gak sih nggak ngajakin berantem setiap saat?” Lucky meraih guling dan melemparnya ke wajah Anjani.‘Brug’Guling yang dilempar Lucky tepat mengenai wajah Anjani, ia mengepalkan tangan kirinya dengan geram dengan tatapan bengis.“Awas kamu, ya!” gumam Anj
#Hamil_Anak_UlarBab 18 : Radji VS RullyAnjani duduk di ruang tengah sambil menyambar remot televisi, ia merasa puas sudah berhasil mengatai anak Lucky, walau sedikit kasihan dengan mamanya. Akan tetapi, sejak pagi hatinya terasa riang saja karena janin-janin aneh di perutnya sudah tak ada lagi. Sore nanti ia anak ke klinik dokter kandungan untuk memastikan kalau rahimnya telah bersih dari kehamilan aneh itu.Walau keperawanannya sudah terbobol dan tak tahu siapa pelakunya, itu tak mengapa asalkan kehamilan anehnya sudah berakhir. Kalau tak ada pria yang mau menikah dengannya hanya karena ia sudah tak perawan lagi, mungkin ia akan terpaksa memilih antara dua temannya, Rully atau Radji. Mungkin, kalau ia menikah dengan salah satu temannya itu akan lebih asyik dan tak perlu pendekatan lagi, hoby mereka juga sama. Sama-sama menggemari mengoleksi hewan melata.Endah dan Lucky keluar dari dapur dengan bergandeng mesra seperti biasanya. Endah menyuruh Lu
#Hamil_Anak_UlarBab 19 : ASI“Masih waras kalian berdua?” Anjani memegang dahi dua temannya itu secara bergantian.Rully melengos, lalu menjawab, “Masih waras wal’afiat dan sadar sesadar-sadarnya.”“Jangan percaya ama Rully, Jan, dia Cuma gombal.” Radji melirik Rully dengan sinis.“Hom-pim-pah deh kalian berdua! Kalau kalian benaran serius, aku mau deh. Biar gak perlu capek-capek ikutan kontak jodoh. Kebetulan ... biar bisa bantuin menghajar si benalu keluar dari rumah warisan papa,” ujar Anjani sambil kembali berbaring di atas tubuh Chiko, hewan kesayangannya itu.Rully dan Radji saling pandang dan tak jadi hom-pim-pah. Keduanya terlihat terdiam sejenak, sibuk dengan pikiran masing-masing.“Kenapa pada gak mau hom-pim-pah? Ya udah, aku pilih nikah ama Chiko aja. Kayaknya Cuma dia yang bisa diandalkan buat menelan hidup-hidup si benalu. Iya gak, Chik?” Anjani mengusap