Malam semakin larut. Atika mewanti-wanti menunggu kedua putranya tertidur, setelah mereka berdua tidur, Atika akan segera melakukan aksinya.
"Kalian belum tidur?" tanya Atika. Kedua putranya masih saja belum tertidur. Padahal sudah tengah malam."Belum Buk. Dimas belum ngantuk," jawab Dimas sembari masih membaca buku.Atika sedikit cemas, bagaimana kalau anaknya tidak tidur-tidur. Kalau sampai terlambat gawat, karna mungkin bisa saja besok Ningsih akan membongkar ari-ari itu.Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya anaknya Mail, tertidur. Namun tidak dengan Dimas."Kamu belum tidur? adek kamu sudah tidur tuh," ucap Atika."Belum Buk. Dimas tidak ngantuk!" jawab Dimas. Entah ada firasat apa sampai Dimas tidak bisa mengantuk malam itu.Atika tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia memutuskan akan pergi diam-diam. Walaupun Dimas belum tertidur.Atika keluar rumah, dengan cara mengendap-ngendap seperti maling saja. Begitu sepi dan sudah tidak ada lagi manusia berkeliaran. Hanya saja Atika selalu di gonggongin Suara Anjing.Jalan menuju rumah Ningsih juga sepi, jarang ada rumah yang ia lewati karna memang rumahnya hanya satu, dua saja. Hanya rimbunan pohon bambu yang banyak dilewatinya.Atika tampak berjalan tergesa-gesa. Melihat cuaca juga semakin gelap dan sepertinya akan turun badai sebentar lagi.Sesampainya dibelakang rumah Ningsih, Atika langsung membongkar tanah ari-ari palsu itu. Tampak sepi, karna memang sepertinya Ningsih sudah tidur.Dibukanya ari-ari kambing itu, Namun ada perasaan ragu. Karna ari-arinya, bau Kambingnya sangat tercium."Duh! gimana ini? kok ari-ari kambingnya masi bau kambing ya? Padahal tadi udah aku cuci bersih," gumamnya sendiri.Setelah berfikir beberapa Menit, ia tampak menjalankan aksinya lagi. Dimasukannya ari-ari itu kedalam kain bekas yang ia tanam kemarin dan langsung menutupnya kembali.Atika berusaha menimbun tanah itu agar bentuknya juga tidak seperti bekas dibongkar ulang.Namun saat ia ingin meninggalkan tempat itu, tampak ia melihat cahaya sebuah senter dan berlari dari hadapannya.Deg! Atika sangat terkejut bukan main. Ia berfikir itu pasti seseorang, yang telah mengetahui aksinya."Siapa dia? gawat kalau sampai ada orang yang melihat," gumam Atika. Ia mulai tidak tenang, ia pikir dengan cara mengubur malam-malam tidak akan ada orang yang tau. Atika terus berjalan ngikuti langkah orang yang melihat dirinya tadi. Namun tidak kelihatan lagi, begitu cepatnya manusia itu menghilang."Sesampainya dirumah, dilihatnya Dimas sudah terlelap, dan menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.Namun Atika tetap tidak tenang dan gelisah. Ia merasa ketakutan kalau saja benar tadi orang mengetahui aksinya. Mungkin dirinya akan tercancam.Malam semakin larut, hujan pun sudah turun begitu derasnya. Namun mata Atika belum juga bisa terlelap. Bayang-bayang rasa bersalah selalu menghantuinya. Begitu juga ia sedang memikirkan bagaimana kalau Ningsih mengetahui kalau itu Ari-Ari milik kambing, bukan milik Anaknya.Tidak sadar ternyata Atika tertidur diruang tengah beralas tikar."Buk! bangun, sudah pagi," ucap Mail. Tanganya mengguncang- guncangkan tubuh Atika."Eh, kamu sudah bangun?" Atika tersadar dari tidurnya, ternyata sudah terang."Abang kamu mana?" tanya Atika karna tidak melihat Dimas."Abang lagi lihat kambing buk, disana," jawab Mail."Lihat kambing?" Atika mengernyitkan keningnya. Entah Kambing apa yang dimaksut Mail."Iya buk, Abang lagi lihat kambing disana, katanya ada kambing mati," jawab Mail, sembari menunjuk keluar.Atika semakin penasaran, dengan maksut ucapan Mail."Bisa antar ibu kesana?" ucap Atika."Ayok buk. Disana juga lagi banyak orang." ajak Mail.Setelah menyusuri jalan yang memang tidak jauh dari rumah Atika mereka sampai. Dilihatnya sudah ada beberapa orang disana. Termasuk sipemilik kambing itu."Dimas sini!" Atika memanggil Dimas yang sedang berada ditengah-tengah kerumunan orang itu."Aneh ya? kok bisa itu kemaluan Kambingnya robek? kasihan sekali anaknya," tampak seseorang sedang berbicara mengenai keadaan kambing itu.Atika tidak menyangka kalau kambing itu akan mati, hanya gara-gara ia menarik paksa ari-ari nya."Sepertinya ini ada yang sengaja deh, menarik paksa anak kambingnya keluar. Kalau nggak mana mungkin itu bisa robek," ucap seseorang lagi.Atika hanya bisa melihat sembari menelan ludahnya saja. Dan berharap tidak ada yang tau kalau itu perbuatannya."Ibu tadi malam kemana?" tanya Dimas tiba-tiba.Deg! Atika sedikit heran, dengan pertanyaan Dimas sang anak."Ibu nggak kemana-kemana kok," jawab Atika. Ia tetap berusaha santai.Dimas tidak menyahut lagi, ia berjalan pulang mengikuti langkah Mail dan Atika."Kalian sarapan dulu ya, Ini ibu masak mi instan," ucap Atika. Ia memasakan mi instan untuk kedua anaknya."Buk, kapan kita masak seperti yang semalam?" tanya Mail.Atika terkejut mendengar pertanyaan Mail, bagaimana bisa Mail sangat ketagiha? andai saja Malam ini ada yang lahiran sudah pasti Atika akan melakukan itu lagi untuk anaknya."Nanti ya, kalau ibu ada uang," jawab Atika."Kenapa ya buk, semalam kita nggak ada yang ngasi zakat? tahun semalam juga nggak. Apa kita nggak berhak ya?" Sambung Dimas.Atika terdiam, Ia juga binggung mengapa sudah 2 tahun ini tidak ada yang menyampaikan zakat, untuk mereka. Padahal tahun yang sebelumnya mereka dapat beras dan juga uang."Entah lah nak, ngak papa mungkin belum rezky. Dan mungkin Masi ada yang lebih membutuhkan dari kita," jawab Atika. Padahal kehidupannya juga sangat miris."Kenapa ya orang disini selalu menghina kita buk? Dimas malu kalau terus dihina," ucap Dimas lagi. Raut wajahnya berubah seketika.Atika binggung harus menjawab apa. Ia malah masih kepikiran, dengan orang yang telah melihatnya tadi malam."Buk! kok benggong?" tanya Mail."Ah, nggak apa-apalah, orang susah kan belum tentu hina. Kita hina cuma dimata mereka, percayalah diluar sana masih banyak orang baik kok."Atika selalu bisa menasihati kedua anaknya. Walaupun caranya untuk memberi makan anaknya sesat."Bapak juga nggak pulang-pulang," ucap Dimas lagi.Memang aneh, kenapa suaminya nggak pulang saja kalau gaji nggak pernah dikasih. Atika juga binggung ingin sekali Ia mencari tau yang sebenarnya."Sudahlah Nak, kita juga bisa kan tanpa bapak. Nanti kalau sudah saat nya, bapak Kalian pasti pulang kok," sahut Atika menenangkan kedua putranya yang terus bertanya-tanya."Tapi Dimas ingin sekolah buk! usia Dimas sudah 11 tahun. Sampai sekarang nggak sekolah, sedangkan teman-teman Dimas semua sekolah," keluh Dimas."Mail juga Buk. Teman-teman Mail sudah kelas 2 semua tapi Mail belum ibu daftarin sekolah," ucap Mail menuntut juga.Jangankan membeli seragam sekolah, untuk beli beras saja, nggak mampu. Atika sangat binggung, dan kasihan kepada kedua anaknya yang hanya belajar dirumah saja."Sudahlah! kalain kenapa jadi menghakimi Ibu?" suara Atika meninggi.Dimas dan Mail serempak terdiam. Wajar mereka menuntut, mereka juga ingin seperti anak-anak lainya, yang hidup layak.Bersambung."Buk. Kita nggak makan?" tanya Mail. Ia melihat Atika ibunya sedari siang terus benggong."Ibu marah ya?" sambung Dimas lagi."Nggak, ibu nggak marah kok. Ngapain ibu marah? ini bukan salah kalian, seandainya saja dulu ibu nggak mengizinkan bapak kalian merantau, mungkin nasip kita nggak seburuk ini. Dan kalau hanya untuk makan saja pasti bisa." Atika menghela napasnya.Ia merasa berdosa, karna tidak bisa menyekolahkan kedua anaknya. Hidupnya begitu susah. Ditambah lagi orang-orang disekitarnya tidak ada yang perduli. Jangankan untuk menolong, melihat kehidupan Atika yang sulit saja mereka jijik."Maafkan Dimas ya Buk. Dimas sudah menuntut untuk sekolah, padahal kita susah," ucap Dimas sembari memeluk tubuh Atika."Nggak apa-apa Nak, setiap anak memang berhak untuk sekolah. Hanya saja keadaan kita tidak seberuntung yang lain."Sementara itu Atika terus kepikiran gimana ari-ari yang ia ganti. Apa Ningsih tidak mengetahuinya sama sekali. Dan siapa orang yang telah mengintipnya malam itu
Atika berlari menyusuri jalan yang ia lewati tadi. Malam semakin kian larut, ada beberapa rumah yang ia lewati. Namun sepi sama sekali tidak kelihatan orangnya, karna mungkin semua sudah berada didalam.Ketika sudah sampai persimpangan, Atika berjalan dengan sangat hati-hati. Karna memang banyak rumah yang ia akan lewati dan sebagian orang itu juga masih berada diluar rumah.Bodohnya Atika, bukanya membawa arinya saja, namun beserta baskomnya juga ia bawa. Karna memang tadi hanya ada sedikit kesempatanya untuk mengambil ari itu."Duhh, gimana ini? kalau aku bawa sama baskomnya ini, akan ada Orang yang curiga," gumam Atika. Ia berfikir mulai mencari akal agar bisa membawa pulang ari itu tanpa membawa baskomnya juga.Setelah melihat sekeliling jalanan, akhirnya ia melihat sebuah karung bekas. Diambilnya karung bekas kotor itu dan memasukan ari-ari itu bersama baskomnya juga."Biarlah kebesaran, daripada nanti ada yang melihatku." lirihnya namun masi sambil berjalan mengendap-ngendap ag
Lebaran sudah lewat beberapa hari. Atika mulai beraktivitas seperti biasa, menjahit keliling. Sepi, sama sekali tidak ada yang jahit. Atika berfikir karna ini masih lebaran, dan orang-orang sebagian juga masih sibuk dengan suasana lebaran mereka.Saat Atika menyusuri jalan perkampungan, ada beberapa ibu-ibu sedang mnggobrol serius. "Tau, nggak. Itu, semalam. Kejadian dikampung sebelah, katanya ada ari-ari hilang," ucap salah seorang wanita."Ah, masa sih? kok aku jadi serem dengernya ya," jawab wanita yang sedang menjemur cucian."Iya, bener. Aku saja tau dari Mbok Karsem. Semalam dia itu membantu persalinan dikampung sebelah. Eh, taunya arinya hilang. Apa nggak serem tuh," ucapnya lagi meyakinkan ibu-ibu yang lainnya. Atika yang mendengar itu, wajahnya seketika berubah. Rasa takut akan ketahuan kalau sebenarnya ialah biang dari semuanya."Maaf, ibu-ibu. Mau jahit baju nggak?" Atika mencoba menawarkan jasa jahit baju keliling nya."Nggak, ada yang mau jahit baju sama kamu! mending p
Hari sudah menjelang pagi, namun bayangan Atika belum juga tampak keluar dari kamarnya."Bang, aku lapar. Ibu kok nggak keluar-keluar sih?" ujar Mail. Tidak seperti biasanya Atika lama bangun."Mungkin Ibu masih tidur, Dek. Coba kita banguni saja yuk." Ajak Dimas."Buk, buk." panggil Mail, dan Dimas serentak.Atika yang mendengar suara kedua anaknya, langsung tersadar dan langsung terbangun. Dilihatnya Kedua anaknya sedang menunggunya di, depan pintu. "Kalian kenapa kok disini? maaf ya Ibu kesiangan," ucap Atika."Aku lapar buk," ucap Mail sembari memegangi perutnya."Sebentar ya. Ibu mau masak sisa tetelan semalam," ujar Atika. Sewaktu ia memasak ari semalam sengaja tidak dimasaknya semua. setengah dari ari itu di sisakannya, namun sudah direbus. Agar tidak bau."Wah, makan enak lagi!" seru Mail."Iya, Dek. Ibu memang paten." tambah Dimas.Atika tersenyum melihat kedua anaknya bahagia. Baginya kebahagian kedua anaknya, adalah yang terpenting.Setelah ari-ari selesai dimasak, Atik
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#9Malam ini cuacanya sangat dingin. Hujan badaipun mengguyur desa Atika. Semua Air naik keteras rumahnya. Karna memang dataran rendah."Buk, banjir. Atap rumah kita juga bocor," ucap Mail. Ia kewalahan menguras air yang naik keteras rumahnya."Ya ampun, gimana ini? Ibu mana pintar betulin atap rumah," jawab Atika panik.Sedangkan air dan lumpur mulai menggenang dan masuk kedalam rumahnya."Biar Dimas manjat ya, buk.""Nggak, usah nak. Nanti kamu jatuh." Atika ragu."Tapi buk. Kamar ibu sudah basah semua kasurnya. Kalau nggak segera dibetulin nanti makin parah. Dimas kan sudah besar buk," ucapnya yakin."Iya buk, benar. kan Bang Dimas bisa manjat," tambah Mail lagi.Atika berfikir sejenak. Dilihatnya kasur kapuknya yang sudah buluk hampir basah seluruhnya. "Tapi, kamu yakin bisa Nak?""Ibu jangan sepele, Dimas kan sering diajari Bapak kemarin. Kata Bapak, kalau nanti Dimas besar, Dimas harus bisa semuanya kan Dimas anak laki-laki," serunya."Sudahlah, jangan
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#10"Yang sabar ya Ti! Dimas sudah tenang disana. Suamimu kenapa nggak kamu, kabarin?" Ucap Nilam. Nilam, yang memang baru datang setelah penguburan Dimas, selesai terus menenangkan Atika."Suamiku sudah mati Nil," Jawab Atika lantang."Astagfirullah, kok kamu bilang begitu?""Dia sudah mati didalam hatiku Nil! dia sudah tega menelantarkan kami. Kamu tau dia itu bukan kerja, melainkan menikah lagi." Atika mengeluarkan semua unek-uneknya."Kamu tau dari siapa? kan kamu sendiri, yang bilang kalau Daut, bekerja," Nilam binggung."Aku tau dari seseorang Nil. Sudahlah Nil, nggak usah bahas dia lagi. Aku nggak suka ngebahas dia." Jawab Atika kesal."Dimas anak baik! Padahal cita-citanya tinggi sekali, Dan ingin sekolah. Malang sekali nasipnya," Lirih Nilam. Ia menyeka Airmatanya. Sebagai teman, sekaligus tetangga Atika, Nilam orangnya baik, dan perduli kepada Atika."Aku belum sempat mewujutkan permintaan Dimas, aku merasa berdosa, dan nggak becus jadi Ibu," Ucap A
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#11Setelah menunggu beberapa jam, anak Yuni tidak keluar juga. Sampai akhirnya mereka memutuskan membawa Yuni kekota, agar bisa di Oprasi."Gimana! si Yuni sudah lahiran?" Tanya Nilam."Nggak tau tuh! katanya dibawa kekota," Jawab Atika santai.Dalam hati Atika. Ia sangat gelisah, dan takut kalau Yuni lama pulang. Bisa-bisa rencananya gagal."Itulah akibat punya mulut kurang ajar," Ketus Nilam.Atika hanya tersenyum saja mendengar, perkataan Nilam. Sudah biasa bagi Atika tidak heran lagi."Ku sumpahin lahiranya anaknya sungsang, terus lengket. Biar nggak bisa diangkat," Ketus Yuni lagi."Hus! nggak boleh gitu Nil.""Habis aku kesal Ti! ingat nggak dia waktu memfitnahmu dulu. katanya kamu menggoda suaminya?" Nilam malah mengingat masa dulu. Dimana Yuni pernah memfitnah Atika menggoda, suaminya."Itukan cuma salah faham," Jawab Atika, lagi."Walaupun. Tapi perkataan dia itu seolah menggambarkan karma dia sendiri." Jawab Nilam geram.Lagi-lagi Atika terdiam, da
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#12"Wah, harum sekali ini! kalau ini jelas rasanya lebih enak dari Gulai," Seru Atika. Setelah selesai memasak Kari Ari-Arinya."Ternyata kamu beruntung mempunyai tetangga sepertiku ,Yun! buktinya saja aku rela capek-capek memasakkanmu kari, lezat."Atika tidak habis fikir. Ternyata dikari justru lebih menggugah selera. Saat Ia ingin mencuci tangan kearah kamar, Samar-samar ia melihat wanita berbaju putih dari dinding tepas, yang memang sudah sedikit bolong.Seketika bulu, kuduknya berdiri, dan ingin segera masuk kedalam kamar. "Apa itu tadi? Kok harum jeruk purut ya?" Gumam Atika, ngeri."Prakkk!" Suara atapnya seperti, dilempar menggunakan pasir. Begitu jelas terdengar ditelinga Atika."Berani sekali setan itu mengganguku! kalian kira aku takut? awas saja kalian muncul. Akan kugulai sekalian," Pekik Atika.Ia berusaha memejamkan matanya. Namun tidak bisa, suara aungan anjing terus terdengar. Padhal didesanya sama sekali tidak ada yang melihara anjing.Atik