Leon terus saja bersiul dan berseri setelah dia lebih dulu rapih memakai bajunya. Bisma masuk ke ruangan tuannya setelah dua jam. Dia menunggu di depan pintu sambil membawa masuk satu paper bag."Kau membeli ukuran yang kuminta kan?" Leon berkata dengan wajahnya yang terus tersenyum saat menerima paper bag yang diberikan Bisma."Sesuai yang Tuan minta dan Tuan memintaku untuk membelikan gaun tertutup pada bagian leher." Leon melirik Bisma."Kosongkan jadwalku hari ini, aku tidak ingin di ganggu!” perintah Leon lagi lalu dia menekan tombol rahasia sambil terus senyam senyum sendiri."Hah, tadi pagi kebakaran jenggot. Sekarang senyum-senyum sendiri. Benar-benar sulit di tebak."Bisma menggeleng lagi sambil melihat kondisi ruangan berantakan dengan pakaian Leon yang tercecer di lantai."Ahh, pantas saja." Bisma memahami kegilaan tuannya.Pintu terbuka, Nisa langsung bersembunyi di belakang tubuh Leon dengan selimut membungkus tubuh polosnya. Malu. Leon memberikan baju gantinya dan membaw
Isak tangis Nisa masih memecah memenuhi ruangan. Leon akhirnya tak bereaksi setelah mendengar jawaban dari Nisa. Leon tidak akan sanggup jika harus melihat gadisnya menangis."Maafkan, aku tak bermaksud berteriak keras padamu," Leon luluh. Hatinya benar—benar tidak tega melihat tangisan Nisa lalu merengkuhnya dalam pelukan."Ke—kenapa seperti ini, apa salahku? Apa?" suara Nisa dengan bibir bergetar dan rasa takut yang masih menyelimuti kalbu. Menahan tangisnya di dada. Menghamburkan wajahnya ke dalam pelukan Leon."Apa kamu sungguh lupa? Kamu sungguh nggak mengingatku?" suara serak Leon terdengar lirih bahkan Nisa hampir tak bisa mendengarnya. Leon seperti sedang bergumam dalam hati."Aku sungguh tak mengenalmu, sungguh. Aku tidak tahu dan tak bisa mengingat—mu!"Degh! Dada Leon teriris. Dia menarik wajah wanita yang sangat dicintainya. Lima tahun dia mencarinya, tapi yang dia dapatkan sekarang adalah kekasih hatinya tak bisa mengingat dirinya. Pedih dan sangat sakit."Kamu sungguh n
"Kamu ini benar—benar gila, Leon! Sudah beruntung dia tidak mati!" celetuk Niko.Bugh! Satu tinju besar tepat mendarat di perut Niko. Leon sangat marah ketika mendengar perkataan Niko yang terdengar menyumpahi."Berani kamu bilang mati sekali lagi, aku pastikan akan membunuhmu lebih dulu," dengus Leon. Menarik kerah bajunya."Agh, kau memang teman gila. Sekalinya gila mencari wanita itu … sekarang kam muuuu—," Niko memutarkan bola matanya menatap wajah Leon. Dia, tahu selama ini Leon hanya gila kerja dan mencari wanitanya."DAMM!! Jangan bilang kalau dia wanita yang kamu cari selama ini. Dimana kamu menemukan dia?"Niko mengabaikan rasa sakit di perutnya malah penasaran dengan sosok Nisa yang masih terbaring lemah di bangsal belum sadarkan diri."Dia sendiri yang mendatangiku," Leon berkata penuh percaya diri. Tanpa ragu dan terdengar sombong ditelinga Niko."Hah, Kau pikir aku akan percaya dengan kata—katamu. Kau pasti sedang bercanda." Niko memutar kembali kedua bola matanya. T
"Apa maksud ucapan kamu? Aku nggak ngerti?"Nisa bukan sedang mencari alasan, memang dia belum memahami ucapan Leon."Aku nggak peduli, pokoknya, malam ini, kamu harus ikut bersamaku," Leon bersikeras, dia sudah tidak mau lagi mendengarkan penjelasan dari Nisa."Ti-tidak, Maafkan aku, aku tidak mau pergi dari sini, aku mohon," Nisa berkata, mendorong tubuh Leon saat dia dipaksa akan masuk kedalam mobil."Kau gila? Membiarkan kau disini, itu sama dengan halnya aku membiarkan akses laki-laki lain untuk merebutmu. Kamu adalah milikku, hanya untuk diriku, tidak boleh ada yang menyentuhmu selain diriku. Aku sudah kehilanganmu satu kali, tidak mungkin aku bodoh untuk kedua kalinya kehilangan dirimu."Sampai saat ini Nisa masih belum mengerti maksud dari semua ucapan Leon. Baginya perasaannya terhadap laki-laki dihadapnya masih abu-abu."Bagaimana ini? Kalau besok pagi Raka menjemputku dan tidak melihatku. Dia pasti akan mencemaskan aku lagi. Aku nggak boleh bikin Raka cemas terus. Selam
"Masa laluku? Bagaimana dia tahu? Apa benar benar dia ada hubungannya dengan masa laluku? Aku sungguh nggak ingat apapun tentang dia."Batin Nisa berbicara, dia tertegun dan memandangi wajah Leon. Dia terus mencoba mengingat, apa saja yang bisa dia ingat tentang masa lalunya. Nisa yakin tidak melupakan apapun dan dalam masa lalunya Dia sangat meyakini tidak ada di hidupnya."Aznii, kamu mendengar aku kan? Katakan dengan jujur. Apa yang terjadi dengan dirimu 5 tahun belakangan ini. Ceritakan semuanya dengan sejelas-jelasnya agar aku bisa tahu di mana letak kesalahannya," Leon mencoba memberikan tekanan kembali, sebenarnya dia sudah tidak nyaman berbicara bahasa formal dengan gadisnya, tapi mau dikatakan apalagi dia harus terima.Kondisi Nisa saat ini memang belum bisa menerima kehadiran Leon. Leon harus secara sabar menangani perasaan sensitif Nisa apalagi setelah apa yang dilakukan Leon, Leon yakin saat ini bisa pasti sangat membenci dirinya."Aku nggak mau menjelaskan apapun dan aku
"Ah umm ya tuhan, apa ini, ini benar-benar nikmat, aku nggak tahan lagi umm," Nisa memejamkan mata sambil menggigit bibirnya sendiri saat merasakan Leon dengan putaran gelombang besarnya sedang bergoyang dan mengobrak-abrik milik Nisa yang makin terasa basah juga dalam."Umm Nisa sayang kamu benar-benar sempit sayang ah aku tahu dan yakin 5 tahun ini, kamu menjaga ini hanya untuk aku kan ahhh ah ini aku benar-benar menyukai milikmu. Aku kecanduan milikmu," rancu Leon, dia sedang memompanya makin dalam dan membuat Nisa tak bisa menahan suaranya."Ummmmm aaaahhh ummm jangan berhenti ah," rancu Nisa makin menggila kemudian tiba tiba saja Nisa merasakan tubuhnya bergetar hebat, seperti akan ada badai yang menerjang keluar dari kedua kakinya.Leon menarik benda besar miliknya yang belum tertidur dan tanpa ragu memasukkan wajahnya diantara kedua kaki Nisa, sepertinya Leon siap menampung gelombang besar yang akan keluar tersebut."Keluarkan sayang jangan di tahan lagi, aku akan memakan semua
"Kamu sudah bangun?" Leon duduk di tepi ranjang sambil menggeser kereta makan yang sudah dia siapkan."Uhm!" Nisa menggeliat pelan. Seluruh tubuhnya sakit. Ringsek seperti dilindas buldozer. Itu semua ulah perbuatan Leon."Aku bantu," Leon sigap mendekat, namun Nisa segera menarik selimutnya tinggi, dia takut kalau hal gila seperti beberapa jam lalu terjadi kembali.Manik hitam Nisa berputar memindai kamar yang beberapa jam lalu mereka melakukan pergulatan panjang."Bisakah kamu memberikan aku baju," ucap Nisa lirih juga tertunduk malu, dia takut kalau tubuhnya disentuh lagi oleh Leon. Sudah dapat dipastikan kalau tubuhnya tidak akan menolak Leon. Nisa takut kebablasan seperti tadi.Leon tersenyum melihat reaksi Nisa yang salah tingkah juga gugup. Menatap kearah Leon sangat waspada dan berhati-hati, itu tergambar jelas di pelupuk mata Leon kalau gadisnya belum benar benar menerimanya."Pakai bajuku sementara waktu ya, tadi aku tidak jadi membawa barang-barangmu. Itu semua karena kamu
Sudah dapat dipastikan tubuh Leon akan kembali terbakar melihat pemandangan di depan matanya. Berapa kalipun Leon melakukannya pada Nisa, dia tidak akan puas. Leon sudah gila kehilangan Nisa selama 5 tahun. Mana mungkin bisa menahan geloranya."Kenapa masih diam, aku kan bilang buka kaosmu dan lebarkan kedua kakimu," sekali lagi Leon berkata karena Nisa masih belum menuruti perintahnya."Ya ampun dasar Nisa bodoh. Apa kamu tadi salah bicara," Nisa memutarkan bola mata sambil menggigit bibirnya, dia merasa sudah salah bicara. Padahal niatnya tadi agar Leon tidak mengganggunya saat makan.Leon mendekat dan menarik kaki Nisa, "Aghh!" Nisa menjerit dan ingin menutup kedua kakinya."Kamu lebarkan sendiri atau aku yang akan memintanya secara paksa," Leon sudah benar-benar menarik kakinya hingga kaki itu melebar.Nisa segera menahan tangan Leon dan menyentuh tangannya, "Aku lelah, apa kamu nggak bisa membiarkan aku tidur saja, uhm?" wajah Nisa sudah mengiba, dia tidak mau jadi gila seperti t