Share

Kecurigaan Alex

Masih saling menautkan bibir, keduanya melangkah tergesa menuju kamar. Queen tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, meski dia sedikit kewalahan dengan pagutan liar dari Samudra. Pasokan oksigen pun kian menipis, dan suhu di kamarnya menjadi sangat panas.

Karena tak ingin kehabisan napas dan pingsan, Queen terpaksa mendorong dada Samudra. "Aku kehabisan napas, Bang," ucap Queen dengan napas tersengal-sengal. Bibirnya yang penuh sedikit membengkak karena ulah Samudra.

Samudra pun sama halnya seperti Queen. Namun, akalnya sungguh sudah dikendalikan oleh nafsu yang kian memuncak. Lelaki itu menarik ujung kaos yang dikenakan, meloloskannya secepat kilat dan membuangnya asal ke lantai.

Queen menelan ludah menatap pemandangan sempurna di depan mata. Tubuh yang begitu proposional, kontras dengan kulit cokelat gelap membuat Samudra terkesan seksi. Otot perut yang liat membentuk sixpack dengan sempurna.

"Liat apa?" Ibu jari Samudra mengusap bibir Queen yang sedikit terbuka. Lelaki itu sudah setengah telanjang.

Darah Queen berdesir panas saat Samudra menatapnya sayu. "A-aku cuma takjub sama ini," ucapnya sambil melangkah maju, lalu membelai otot perut Samudra yang terasa liat. "ini keren banget, Bang."

Usapan dari telapak tangan Queen yang halus membuat sepasang manik Samudra sontak memejam. "Kenapa kamu lakuin ini sama aku, Queen? Kenapa kamu naruh obat di minumku?" Saat bertanya, Samudra sama sekali tak membuka mata. Dia tengah meresapi sentuhan-sentuhan dari Queen.

"Karena aku cinta sama Bang Sam," ucap Queen sambil mengecupi permukaan kulit dada Samudra yang bidang. "Bang Sam cuma milik aku. Cuma aku perempuan pertama yang boleh miliki Bang Sam. Bukan perempuan lain."

Sepasang manik Samudra sontak terbuka kala mendengar pernyataan Queen yang terdengar egois. "Masih banyak laki-laki lain, Queen. Kamu bisa dapatkan yang lebih baik dariku. Lagipula, aku gak punya perasaan apa pun sama kamu. Aku cuma anggap kamu—"

"Ssst!" Telunjuk Queen menempel di bibir Samudra. "aku gak peduli! Yang aku mau cuma Bang Sam. Aku gak keberatan meskipun dijadikan yang kedua." Queen mengecup bibir Samudra sebentar. "aku janji gak akan berisik. Kita bisa jalanin ini diam-diam."

Samudra kehabisan kata-kata karena gadis di hadapannya yang begitu keras kepala. Harus dengan cara apa dia menolak?

"Queen ... Kenapa kamu sangat keras kepala? Kita itu udah kayak adik kakak. Om Alex—"

"Jangan sebut-sebut Daddy. Ini urusan kita. Aku berhak jalanin hidup semauku. Termasuk menjadi yang kedua di hidupmu. Aku mohon ... Aku bisa mati kalau Bang Sam gak jadi milikku."

"Queen ...." Samudra menangkup wajah Queen, kemudian menggeleng. "jangan bicara seperti itu. Kamu gadis yang baik. Aku akan merasa sangat bersalah kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu." Samudra hanya tidak ingin melihat salah satu dari orang yang dia sayang tersakiti karena ulahnya, termasuk Queen.

"Kalau gitu jadikan aku yang pertama untuk kamu, Bang. Aku mohon ... Seenggaknya, aku bisa merasakan kehangatanmu meski cuma malam ini," mohon Queen dengan raut memelas. Air matanya pun menetes tanpa permisi.

"Aku harap kamu gak menyesali apa yang kamu katakan setelah ini," kata Samudra mengingatkan. Pikirannya pun sudah buntu saat ini.

Mungkin, ini adalah keputusan terbesar sekaligus kesalahan paling fatal di hidup Samudra. Dan, penghianatan terhadap sang istri yang baru saja dia nikahi. Samudra lemah!

Queen menggeleng. "Hmm. Aku gak akan menyesal. Aku janji." Queen langsung memeluk Samudra begitu erat. "aku cinta Bang Sam. Cinta banget."

Tembok pertahanan Samudra yang dibangun lima tahun lamanya pun akhirnya runtuh. Akalnya tak bisa lagi berpikir jernih tertutup keinginan untuk melepas hasrat sepuasnya. Samudra seakan menjilat ludahnya sendiri.

Samudra menggendong Queen ala bridal style, membawanya menuju ranjang dengan perlahan. "Kamu memang keras kepala."

Queen tertawa puas. "Dan sekarang aku pun pemenangnya. Malam ini Bang Sam milik aku."

Merebahkan tubuh semampai Queen ke ranjang, Samudra lalu berdiri tegak, menatap gadis cantik yang tak pernah berhenti mengejarnya dengan tatapan semakin sayu. Sementara Queen dengan berani meloloskan tali batherope hingga kain itu tersingkap dan memperlihatkan tubuhnya yang indah.

Pemandangan yang begitu menantang bagi Samudra. Harusnya yang ada di hadapannya saat ini Jannet—istrinya. Harusnya, malam ini dia habiskan dengan perempuan itu. Namun, keadaannya justru berbeda.

"Aku siap, Bang Sam." Kedua tangan Queen terentang ke samping, seakan dia sudah memberikan izin kepada laki-laki berstatus suami dari perempuan lain untuk menyentuhnya. "Sentuh aku semaumu."

Melihat Queen yang sudah pasrah, hasrat Samudra kian meletup-letup dan siap untuk dimuntahkan. Tanpa berpikir panjang lagi, lelaki itu melepas satu-satunya kain penutup yang dikenakan, dan kini dia sudah benar-benar polos tanpa sehelai benang pun.

Queen menyeringai kecil. Menyambut kehangatan yang sebentar lagi akan dia rasakan dari sang pujaan. Dia tak malu sedikit pun meski dia baru pertama kali melihat seorang laki-laki tampil polos. Queen justru enggan berkedip.

'Maafin aku, Jane.' Samudra menyeru di benaknya, berharap sang istri mendengar permintaan maaf darinya.

Kemudian selanjutnya, malam panas pun tak bisa dicegah. Samudra dan Queen larut dalam permainan liar yang untuk kali pertama mereka lakukan. Sebuah kesalahan yang pastinya akan membawa mereka pada suatu masalah.

~~~

"Mas, Queen balas chatku." Suci menunjukkan chat balasan ke sang suami yang baru saja selesai membersihkan diri di kamar mandi.

Alex naik ke tempat tidur. "Iyakah? Coba aku liat."

"Nih." Suci memberikan ponselnya. "Dia lagi ada urusan. Tapi kenapa dia baru ngabarin." Ibu dari Queen itu menghela napas berat, sedikit kecewa dengan sikap anak perempuannya yang sekarang banyak berubah.

"Mungkin gak sempat," ucap Alex, seraya mengembalikan ponsel Suci, lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Queen juga balas chatku, Sayang."

"Dia balas apa, Mas?"

"Persis seperti yang dia kirim ke kamu." Alex membaca pesan singkat tersebut, kemudian membuka pesan masuk dari Evan. "Evan juga udah dichat sama Queen."

"Aku kadang bingung Mas sama perubahan Queen. Semenjak dia kembali dari Singapur, aku ngerasa dia beda banget. Dia enggak kayak Queen yang dulu. Queen kayak lagi berusaha menjauh dari keluarganya."

Suci tentu dapat merasakan perubahan yang signifikan dari anak perempuan satu-satunya itu. Queen sangat tertutup belakangan ini. Suci jadi merasa bersalah karena telah membiarkan anak gadisnya sekolah jauh-jauh.

Alex meletakkan ponselnya ke atas nakas, lalu merangkul pundak sang istri yang sering mengeluh akhir-akhir ini karena perubahan Queen. "Kenapa kamu mikirnya kejauhan, Sayang? Queen itu cuma lagi belajar mandiri. Ingat, dia sekarang udah dua puluh tiga tahun. Queen bukan anak kecil lagi kaya dulu."

"Aku tau itu, Mas." Suci tak menampik kenyataan tersebut. "tapi akunya yang kadang kesel sama anak itu. Semenjak dia udah bisa cari duit sendiri, kita jadi dilupain. Biar pun dia udah dewasa, kita juga gak bisa lepas tangan gitu aja. Dia itu anak perempuan." Kekhawatirannya tentu beralasan. Suci tidak ingin hal yang pernah menimpa dirinya menimpa sang anak. Amit-amit.

"Kamu jangan khawatir, Sayang. Kamu lupa kalau daddy-nya itu siapa?" Alex mengusap pipi Suci.

"Aku gak lupa, Mas."

"Ya sudah. Kamu gak usah khawatir lagi. Orang suruhan aku gak pernah libur buat ngawasin dia. Dan malam ini kamu sudah bisa tidur nyenyak. Ayo tidur, ini sudah larut."

"Iya, Mas."

Alex menuntun Suci berbaring ke ranjang, lalu menyelimutinya separuh badan. Alex mengecup kening sang istri, dan berkata, "Tidurlah. Kamu perlu istirahat."

"Makasih, Mas."

Selanjutnya Alex mematikan lampu, kemudian mengambil ponselnya kembali dan membaca pesan dari orang suruhannya. Raut lelaki setengah abad itu berubah serius saat membaca isi pesan tersebut.

'Berarti Queen berbohong? Dia lagi gak di luar kota. Lalu ada urusan apa Samudra malam-malam di apartemen Queen?' batin Alex.

****

bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status