Revel menarik lengan Matthew kuat-kuat, jika tidak, pria itu seolah tidak mau beranjak sama sekali meski Gwen sudah enggan menatapnya. Terpaksa, Matthew mengikuti langkah Revel meski hatinya enggan meninggalkan Gwen.
Gwen menatap kesal ke arah Jill ketika Matthew dan Revel sudah pergi.“Lo sengaja bertindak kayak gini buat apa sih?” sungut Gwen tidak terima dengan tindakan sahabatnya barusan.“Gue cuma nggak mau lo nyesel kayak gue dulu, tapi gue nggak nyangka kalau ternyata lo sekeras kepala gue. Apa lo yakin nggak akan nyesel karena udah menolak penjelasan dari Matthew? Padahal gue yakin kalau lo juga masih ada rasa sama dia.”“Sok tau!”“Tau lah! Kita udah sahabatan dari masih pake seragam putih biru alias SMP! Jadi gue tau pasti kalau lo masih ada rasa sama Matthew. Sayang aja lo nggak mau denger penjelasannya dia, padahal waktu kalian terbatas karena dia udah harus berangkat ke Amerika! Sama kayak gue dan Revel dulu!”Gwen menatap kaget ke arah Jill, tRevel menatap Matthew yang tidak merespon ucapannya, sadar kalau sahabatnya itu butuh waktu untuk berpikir. Butuh waktu untuk menenangkan diri. Revel melirik jam tangannya, hari sudah beranjak malam. Hmm, kenapa waktu berjalan secepat ini? Padahal tadi masih siang! Ternyata menemani sahabat yang sedang galau akibat patah hati memang memerlukan waktu ekstra. Apalagi tadi Matthew terus mengeluh sambil menyesap alkohol! Beruntung pria itu masih terlihat sadar! Hingga akhirnya Matthew lelah sendiri dan sekarang malah asyik termenung.“Ya udah gue balik dulu deh, nanti kalau perlu temen ngobrol langsung call gue aja, okay?” ucap Revel yang dibalas anggukan lemah dari Matthew.Revel baru tiba di depan gerbang rumahnya saat Jessie muncul mendadak dan berdiri tepat di depan mobilnya! Umpatan kaget meluncur mulus dari bibir Revel, yang mengira makhluk di depannya adalah sebangsa kuntilanak! Wajar, apalagi hari sudah malam. Ditambah Jessie memakai baju putih kebesaran dan ju
“Sorry! Gue nggak ada maksud apapun. Gue cuma lagi kesal aja sama bokap gue.”“Kesel sama bokap lo terus kenapa jadi cowok gue yang lo peluk?!” omel Jill tidak terima dengan alasan Jessie. Alasan yang terdengar seperti dusta!“Karena cowok lo yang jadi sumber masalahnya!” “Maksud lo apa?”“Bokap gue masih nekat jodohin gue sama Revel! Cowok lo ini yang bikin gue jadi berantem sama bokap gue! Andai cowok lo ini hidup tenang di Melbourne, pasti bokap gue nggak akan ingat dengan niat awalnya! Dan gue juga nggak akan kabur dari rumah gara-gara berantem sama bokap gue sendiri!” jawab Jessie kesal, ikut tersulut emosi.Jill mendelik ganas, ternyata punya pacar seperti Revel memang membuat hati tidak tenang! Kenapa kekasihnya bisa sepopuler ini di kalangan pengusaha yang ingin menjodohkan putrinya sih? Menyebalkan!“Ya lo tinggal bilang aja nggak mau dijodohin! Gitu aja kok repot! Lagian ini bukan zaman Siti Nurbaya, masa iya sih masih ada perjodohan! Jadul banget
Jill tiba di rumahnya yang sudah gelap gulita, padahal belum ada jam 10 malam. Mungkin orangtuanya sudah tidur, jadi Jill langsung mengajak Jessie menuju ke kamarnya. Lagipula Jill tidak ingin ditanya macam-macam oleh orangtuanya.Apalagi oleh papa Edbert, pasti beliau heran karena baru kali ini melihat Jessie, padahal biasanya hanya Gwen yang bermain ke rumahnya. Tidak pernah ada orang lain!Jessie memandang sekeliling kamar Jill dan berkomentar,“Hmm…. Kamar lo nyaman juga.”“Iyalah! Lo pikir kamar gue berantakan kayak kamar lo?”“Dih! Kayak pernah ke kamar gue aja. Rumah gue dimana aja lo nggak tau!” balas Jessie sambil memeletkan lidah, kembali bersikap menyebalkan. Yang penting malam ini sudah dapat tempat singgah untuk tidur. Urusan besok liat aja nanti!“Sumpah, lo emang nyebelin abis!” balas Jill masih bersungut-sungut.Jessie menahan tawa saat melihat raut wajah Jill yang cemberut sejak tadi.“Iya sorry deh! Jujur udah lama banget gue nggak p
Keesokan paginya…“Pa, apa tidak sebaiknya rencana perjodohan Jill kita batalkan saja? Papa sudah tau sendiri kan kalau Jill sedang menjalin hubungan dengan Revel dan mereka berdua saling mencintai,” bujuk mama Lea, tidak ingin putrinya menjadi korban dari keegoisan suaminya dalam hal bisnis. Papa Edbert menghela nafas dalam mendengar ucapan istrinya.“Papa juga maunya seperti itu, Ma. Tapi masalahnya Papa sudah terlanjur berjanji. Papa tidak bisa mengingkarinya begitu saja!” keluh papa Edbert, menyesal karena memutuskan hal itu dengan tergesa. Padahal keluarga Revel jauh lebih menjanjikan! “Lalu sekarang harus bagaimana, Pa? Jill tidak mungkin mau memutuskan hubungannya dengan Revel. Dan lagi kita belum memberitahu Jill mengenai rencana perjodohan itu. Mama yakin kalau Jill pasti akan menolaknya, Pa!” ucap mama Lea yang dibenarkan oleh sang suami meski hanya dalam hati.Ucapan istrinya menyadarkan papa Edbert kalau masih banyak hal yang harus dirinya pikirkan
Tanpa disuruh, Gwen dan Jessie mengikuti langkah Jill. Sadar kalau Jill sedang tidak bisa dibiarkan seorang diri, takut nekat. Tangan Jill menyambar kunci mobil yang tergantung manis ditempatnya, tidak jauh dari pintu masuk. “Jill, lo mau kemana?” “Jill! Tungguin gue!” Suara Gwen dan Jessie yang berteriak memanggil namanya diabaikan begitu saja. Jill menyalakan mesin mobil dengan cepat. Tergesa, Gwen dan Jessie melompat masuk ke dalam mobil Jill sebelum mobil itu melaju dengan gila ke arah jalan raya. Bahkan Gwen meninggalkan mobilnya begitu saja di rumah Jill. “Lo mau kemana, Jill?” tanya Gwen khawatir, apalagi Jill mengemudikan mobilnya seperti orang kesetanan. “Jill! Jangan diem aja sih! Bikin gue takut tau nggak?!” omel Jessie. Gwen menoleh ke arah Jessie, baru menyadari kehadiran gadis itu sepenuhnya. Tadi pikirannya terlalu fokus pada Jill hingga tidak sadar kalau ada Jessie di dekat mereka. Dan keheranan G
Mama Lea memandang suaminya dengan panik saat Jill berlalu pergi dari hadapan mereka dengan marah. Hal yang belum pernah terjadi selama ini, semarah apapun Jill, putrinya itu tidak pernah tampak segusar ini sampai nekat kabur!“Gimana kalau Jill nekat kabur, Pa?”“Nggak mungkin, Ma. Lagipula ada Gwen. Mama tenang aja,” jawab papa Edbert meski dalam hati cukup khawatir, mengingat sifat putrinya yang cukup nekat.“Papa kenapa tenang banget sih? Jill itu putri kita satu-satunya, Pa!” sentak mama Lea mulai kesal saat melihat sikap suaminya yang terlalu tenang. Apakah memang pria seperti itu? Menyebalkan!“Papa tau, Ma. Tapi mau bagaimana lagi? Cepat atau lambat Jill pasti akan tau mengenai rencana perjodohan itu. Jadi ada bagusnya juga karena kita tidak perlu lagi menyembunyikan masalah serius seperti ini.” “Terus harus bagaimana, Pa? Apa Papa akan terus memaksa Jill untuk menjalani perjodohan itu meski Jill menolak? Tidak bisakah Papa batalkan saja?”“Tidak bis
Jill terdiam, tidak dapat menyangkal kebenaran dari ucapan Gwen. Ya, pada akhirnya Matthew memang harus meninggalkan Gwen sendiri di Jakarta dalam waktu sekian tahun. Tapi tetap saja, bukankah lebih baik mendengar penjelasan Matthew dulu agar tidak ada salah paham? Bukankah lebih baik menyelesaikan kesalahpahaman sebelum berpisah? Iya kan? “Tapi kenapa lo nggak mau dengar penjelasan Matthew, Gwen?”“Gue takut malah nggak bisa lepasin dia, Jill,” aku Gwen pelan.Jill tertegun, tidak menyangka akan mendengar jawaban seperti itu dari Gwen.Jill pikir Gwen menolak karena masih terlalu marah pada Matthew, tapi nyatanya Gwen melakukan hal itu hanya untuk melindungi hatinya yang takut terluka akibat kepergian Matthew. Hmm, Jill sudah salah menilai sahabatnya sendiri!“Tapi itu akan buat Matthew salah sangka. Dia akan berpikir kalau lo nggak bisa maafin dia. Atau malah kemungkinan terburuk bisa aja Matthew beralih ke cewek lain karena berpikir lo nggak bisa lagi te
“Terus gimana donk, Pa?”“Apa kamu udah bener-bener yakin kalau kamu serius dengan Jill?”“Yakin donk! Papa nggak percaya sama aku?”“Tentu saja percaya. Lalu bagaimana dengan Jill sendiri? Apa kamu yakin kalau Jill juga serius sama kamu?” tanya Levin memastikan.“Papa nggak percaya sama Jill?”“No! Bukan begitu! Papa hanya ingin memastikan karena usia kalian berdua masih begitu muda. Papa cuma takut kalian belum yakin dengan perasaan masing-masing.”“Aku yakin Jill juga serius sama aku, Pa. Kalau tidak, Jill tidak mungkin mengejarku sampai ke Melbourne kan?” balas Revel. Levin hanya mengangkat bahu, enggan berkomentar lebih jauh tentang kenekatan Jill yang berani menyusul Revel beberapa waktu lalu. Pria paruh baya itu justru merespon hal lain.“Kalau begitu biar nanti Papa bahas masalah ini sama Mama kamu. Yang penting sejauh ini hubungan kamu dengan Jill baik-baik saja kan?”“Hmm… kami baik-baik aja kok, Pa,” ucap Revel yakin membuat Levin meng