“Dasar gadis pemalas! Jam segini belum bangun!”
Vellza begitu terkejut saat aliran air yang deras dan kuat menghantam tubuhnya dengan keras. Suaranya begitu jelas saat air menyerbu tubuhnya. Wajah Vellza tampak terkejut, mulutnya terbuka lebar seperti ikan yang kehabisan nafas.“Ampun, Bu … ampun!”Matanya masih terpejam, tapi ekspresinya penuh dengan kebingungan dan keheranan karena tidak mengharapkan hal tersebut sebagai hukuman dari ibu tirinya.Apalagi Vellza baru bangun tidur, ia masih dalam keadaan mengantuk dan belum sepenuhnya sadar. Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang basah dan segera menyadari bahwa ada air yang mengenainya dan pelakunya adalah Anne, ibu tiri Vellza.“Ya, itulah hukuman yang pantas kau dapatkan karena bangun siang! Gadis kok bangun siang, mau jadi apa kamu!”Vellza masih menggigil karena hal itu, tapi ia tidak bisa berontak. Apalagi ia hanya sampah di keluarga mereka. Baginya salah atau benar semuanya tidak berarti.“Cepat bangun, calon suamimu sudah menunggu di luar, jangan sampai pernikahan ini batal!”“Suami?”Seketika ia terbangun dengan peluh bercucuran. Ia baru ingat jika ia bukan lagi tinggal di rumah ayahnya melainkan rumah suami, yaitu Alfa Mahendra.Detak jantung Vellza berdetak sangat kencang. Bahkan terlampau kencang bagai melompat dari tubuhnya. Ternyata ia baru saja mimpi buruk. Kenangan pahit kemarin masih tergambar jelas di kepalanya.Sementara itu, Alfa yang baru saja membuka laptop begitu terkejut melihat kondisi istrinya. Ia bahkan langsung duduk dan memperhatikan dengan seksama tingkah Vellza selama beberapa detik. Ada keanehan di sana, maka dari itu perhatiannya tak lepas dari laptop.Keningnya berkerut, seolah dipaksa untuk memikirkan hal lain yang harus ia pecahkan dengan segera. Alfa paham jika itu adalah ekspresi trauma yang tersembunyi di dalam tubuh Vellza.Beberapa saat kemudian, Devon masuk dan meletakkan secangkir kopi di atas meja kerja Alfa. Tanpa melihat, Alfa bertanya pada Devon secara langsung.“Dev, apakah hal itu perlu aku bicarakan dengan dokter pribadiku?” ucapnya sambil menunjukkan rekaman cctv kamar Vellza.Tatapan tajam Devon segera mengarah pada laptop milik Alfa. Memperhatikan secara seksama apa yang terlihat di sana.“Menurut saya, itu perlu dilakukan, Tuan. Saya rasa nyonya memiliki trauma, tapi ia tidak sadar akan hal itu.”“Baiklah kalau begitu, segera atur jadwal untuk Nyonya dengan dokter pribadiku. Jangan sampai aku memiliki istri gila!”Ucapan Alfa terdengar frontal, tapi Devon sadar itulah sikap Alfa yang sesungguhnya. Devon hampir saja tergelak akan ucapan Alfa barusan, tapi ia tidak mampu melakukannya karena Alfa adalah bos sekaligus teman baiknya.“Baik, Tuan.”Selepas ia menyiapkan segala keperluan Alfa pergi ke kantor, kini saatnya ia mengurusi Nyonya mudanya. Devon segera keluar dari kamar Alfa untuk memberitahukan tentang tugas-tugas Vellza hari ini.Dengan cepat Devon melangkahkan kaki menuju kamar Vellza. Betapa terkejutnya Vellza ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. Beruntung ia sudah selesai mandi dan tinggal bersiap keluar.Devon tersenyum lalu meminta ijin untuk masuk, tapi Vellza melarangnya dan meminta berbicara di luar. Meski ia miskin, tetapi masih menjaga harga diri sebagai wanita. Pantang baginya memasukkan lelaki di dalam kamar.“Baiklah, kita bicara di ruang keluarga saja. Itu ruangannya terbuka.”Vellza mengangguk dan mengikuti langkah kaki Devon.“Silahkan duduk.”“Ini adalah beberapa berkas yang harus Nyonya tanda tangani. Lalu mulai besok pagi, Nyonya akan bekerja sebagai sekretaris Tuan Alfa di kantor. Tenang, status kalian aman. Masih disembunyikan.”Ketegangan Vellza yang semula nampak kini perlahan pudar. Bergantikan kebingungan membaca surat kontrak yang begitu tebal dan banyak pasal tercantum di dalamnya.“Nggak usah takut, Tuan Alfa tidak akan menyulitkan Nyonya. Tanda tangan saja dan jalani seperti permintaan Tuan.”Bagaikan kerbau dicocok hidungnya, Vellza menurut dan langsung tanda tangan tanpa membaca surat kontrak tersebut. Setelahnya, Devon mengambilnya dan pergi.Bukannya menenangkan Vellza lebih dulu, Devon justru membuatnya gelisah. Tanpa mau menunggu Vellza paham, Devon justru berlalu meninggalkannya sendirian setelah mendapatkan apa yang ia mau.Keesokan harinya.Hari ini Vellza benar-benar harus beradaptasi dengan rutinitas barunya sebagai sekretaris Alfa. Baju kantor yang sudah dipersiapkan Devon sama sekali tidak disentuh, bahkan ia memakai baju kebesaran hingga nampak jelek.Sepanjang perjalanan, Devon tampak menahan senyum, takut jika Alfa melihat penampilan Vellza yang lebih tampak seperti boneka. Beruntung Alfa hanya fokus pada lembaran kertas di depannya.“Dev, kasih Vellza semua pekerjaan yang sudah aku siapkan kemarin.”“Baik, Tuan.”Alfa langsung naik dengan lift khusus, sementara Vellza mengekor Devon menggunakan lift biasa. Sesuai perintah Alfa, Devon memberikan semua berkas pada Vellza. Tentu saja Vellza menelan ludahnya dengan susah payah di hari pertama bekerja,Tugas-tugasnya menumpuk sangat banyak. Vellza bahkan tidak sadar jika ada salah satu karyawati yang sedari tadi berdiri di dekat biliknya demi mencari celah agar Vellza segera dipecat.“Serius pekerjaan sebagai sekretaris sebanyak ini?” keluh Vellza sambil membuang nafas kasar.“Tentu saja, kamu kira bisa mendapatkan hal mudah di dunia ini. Aku heran kok bisa Pak Alfa menerima karyawan model badut seperti kamu?”Seketika Vellza melotot pada karyawati itu, “Apa mbak bilang?”“Saya manusia, bukan badut!”“Oh, ya? Kalau begitu pasti kamu pake susuk atau pelet sampai Pak Alfa menerima kamu jadi sekretaris.”Sedetik berikutnya, Vellza menunduk karena Alfa dan Devon melewati biliknya. Begitu pula dengan karyawati itu langsung diam tak bergerak.Meski tidak melihat secara langsung, tapi Alfa juga geram karena ada karyawan yang santai hingga berhasil mengganggu istrinya. Otak Alfa dalam sekejap menyusun rencana licik.Sesampainya di ruang kerja Alfa.“Sejak kapan ada karyawan bebas bergosip ketika jam kerja?”Kening Devon berkerut. Alis keduanya menyatu. Devon yang semula sedang merapikan beberapa berkas melirik aneh pada Alfa. “Maksud Tuan, karyawati yang nempel pada bilik Nyonya tadi?”“Hm.”“Kalau itu sepertinya sejak Nyonya masuk sini.”Alfa memutar kursi kerjanya sambil menatap tajam ke aran Devon. “Kenapa bisa begitu?”Devon mengulum senyum, “Tentu saja bisa, bahkan semuanya juga bisa.”“Tak mengerti dengan jalan pikiran Tuan, tapi sepertinya itu karena Nyonya masuk atas rekomendasi Tuan dan hal itu berhasil membuat banyak karyawan lain cemburu.“Ha-ah?” Tentu saja Alfa tidak paham arah pembicaraannya dengan Devon.Dalam pikirannya mana mungkin Vellza membuat wanita lain iri padanya. Bentuk tubuhnya saja rata, sama sekali tidak ada tonjolan yang membuatnya bergairah. Alfa tampak termenung, sementara Devon jengah.“Apa perlu saya perjelas lagi, Tuan?“Katakanlah, jangan berbicara hal yang tidak jelas di sini!” tegas Alfa.Tanpa membuang waktu, Devon mulai membisikkan sesuatu di telinga Alfa. Sukses hal itu membuatnya tergelak. Bahkan jari-jarinya langsung bergerak lincah pada layar monitor di depannya.Dalam benda berbentuk persegi panjang nan pipih itu, Alfa dan Devon bisa melihat penampilan Vellza secara dekat. Jika dilihat memang Vellza mempunyai gaya berpenampilan aneh. Padahal kalau berdandan pasti sangat cantik.“Aku ada ide,” usul Devon dengan tersenyum licik.Jika Alfa dan Devon sibuk membahas Vellza, nyonya muda itu justru kebingungan dengan tugas-tugasnya yang banyak. Pekerjaan yang didapat pun di luar keahliannya.“Ya, Tuhan, tidak bisakah dipermudah pekerjaanku ini? Aku pusing!”Vellza memekik tertahan. Tangannya memukul kepalanya berulang kali. Menelungkupkan wajah di antara puluhan berkas-berkas, nyatanya tak sedikitpun memberikan udara segar. Devon yang semula ingin turun ke bawah, merasa kasihan pada Vellza.Ia pun memutar balik arah dan langsung menghampiri bilik istri bosnya itu. Saat melihat Vellza uring-uringan dan kesal, Devon pun ingin menegurnya secara langsung. Seolah tak perduli jika Vellza kebingungan. Takut akan kemarahan Alfa dan hukuman yang akan didapatkannya.Sebelumnya ia berdehem agar Vellza mengangkat wajahnya. Deheman Devon berhasil membuat gadis itu mendongak. Bahkan hampir terjingkat manakala wajah Devon sangat dekat dengannya. Malu dan cemas bercampur aduk menjadi satu.“Halo, bisa saya bicara denganmu sebenta
“Kenapa lama sekali? Apa yang kamu lakukan di sana?”Alfa menatap tajam ke arah Devon. Tanpa mengucap sepatah kata pun, asisten serba bisanya itu langsung bergerak untuk menyusul Vellza. Langkah kaki yang lebar membawanya cepat sampai di ruang kerja Alfa.Belum sempat Vellza beranjak, ia mendengar langkah-langkah berat mendekat ke arah ruang kerja. Dalam kepanikan, Vellza menyembunyikan surat itu kembali di tempat semula dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.Devon, asisten pribadi Alfa, memasuki ruangan dengan ekspresi serius di wajahnya. "Nyonya Vellza, Tuan Alfa membutuhkanmu segera. Ada proyek penting yang harus kamu bantu selesaikan, kenapa lama sekali!” ucapnya dengan suara tegas.“I-iya, maaf.”Meski hatinya masih berdebar kencang, Vellza mengikuti Devon keluar dari ruangan. Di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu dan kebingungannya untuk mencari tahu rahasia tentang suaminya itu, tapi ia juga tetap berusaha bersikap profesional dalam bekerja."Kamu kerja atau tidur?
Alfa merasa cemburu dan kesal melihat kedekatan antara Vellza dan Devon. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan rasa tidak aman. Dia meremas pulpen miliknya dengan keras, mencerminkan ketegangan yang dirasakannya.Namun, di tengah kecemburuan dan kemarahan tersebut, Alfa mencoba untuk mengendalikan emosinya. Dia menyadari bahwa rasa cemburu tidak akan membantu memperbaiki hubungan mereka. Alfa perlu mengevaluasi perasaannya dan berbicara dengan Vellza secara jujur tentang apa yang dia rasakan.Alfa pun menghirup napas dalam-dalam, "Aku harus tenang. Aku perlu bicara dengan Vellza tentang perasaanku. Mungkin ada penjelasan yang bisa membantu kami memahami situasi ini."Alfa berusaha untuk meredakan emosinya dan menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Vellza. Alfa menekankan bahwa komunikasi yang jujur dan terbuka adalah kunci dalam mengatasi rasa cemburu dan memperbaiki hubungan mereka.Di sisi lain, Vellza merasa lega dan terbantu dengan bantuan Devon. Di
Setelah kepergian Anne, Alfa mulai menatap kamar Vellza. Hatinya merasa berkecamuk karena wanita yang menjadi istrinya tidak bisa bersikap tegas seperti dirinya. Tidak mau berpikiran aneh-aneh, Alfa langsung berinisiatif naik."Kenapa aku memiliki perasaan rumit?""Ada apa dengan hatiku?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, tanpa sadar kedua kakinya menuntun ke kamar Vellza. Beberapa saat kemudian, Alfa terdiam tepat di depan kamar, "Vellza, bisa kita bicara sebentar?"Vellza yang sedang menunggu kabar dari Alfa segera bangkit dan berlari menuju pintu. Dengan cepat ia membuka pintu. "Iya, Alfa masuklah!"Bukannya menatap wajah tampan suami, Vellza justru menunduk sambil memundurkan langkahnya."Kenapa kamu terlihat ketakutan? Apakah wajahku semenakutkan itu? Sampai kau tidak berani menatapku?"Reflek Vellza menggeleng, "Tentu saja tidak. Masuklah!"Alfa tersenyum menyeringai, "Dengan senang hati."Akhirnya Vellza menatap wajah Alfa. Tat
Apa yang ditakutkan Alfa sepertinya akan menjadi kenyataan. Meski dari luar nenek dan Isabella tampak bisa menerima kehadiran Vellza, tapi instingnya berkata lain.“Kenapa Tuan terlihat murung? Apakah karena kedatangan nenek lampir itu?”“Ck, kau tau sekali jalan pikiranku,” ucap Alfa spontan.Dia bahkan sedang membenarkan posisi duduknya. “Sebenarnya ketakutan itu bukan untukku, tapi untuk wanita itu!” Ucap Alfa sambil menunjuk kamera yang mengarah tepat ke bilik tempat Vellza bekerja.Meski saat ini Vellza terlihat biasa saja, tapi ketakutan Alfa cukup beralasan. Pasalnya dulu saat mereka merekayasa kematian Isabella, Alfa benar-benar masuk dalam perangkap nenek. Dia bahkan hampir depresi karena cinta pertamanya itu dikabarkan meninggal. Akan tetapi, semua hanyalah kebohongan karena ternyata itu hanyalah bagian dari skenario Nenek Alfa agar dapat membantu mewujudkan keinginan Isabella agar bisa menjadi model profesional. Isabella tidak sepolos penampilannya. Di lua
Ternyata orang itu adalah Kakek Alfa. Dia sengaja bersembunyi dan selalu mengawasi Alfa dari kejauhan. Akan tetapi, dia pula yang memilihkan Vellza sebagai calon istri Alfa tanpa sepengetahuan dirinya.Hal ini dilakukan untuk menjaga semua aset yang akan menjadi milik Alfa pada akhirnya. Dia begitu senang melihat perubahan signifikan yang ditujukan pada Vellza. Ternyata, diam-diam Alfa mulai perhatian pada Vellza.Saat ini, Kakek Alfa sangat tahu jika Vellza tidak akan mungkin bisa menyelesaikan masa lalu Alfa bersama Isabella. Maka dari itu dia memutuskan untuk ikut campur.“Kenapa lama sekali?” ucap sang kakek pada asistennya itu.“Maaf, Tuan. Tadi Tuan Alfa memberikannya banyak pekerjaan di kantor sehingga cukup sulit untuk membawanya kemari!”Vellza yang tidak paham dengan kondisi saat itu hanya bisa mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk karena ia takut salah dalam bersikap. Apalagi di perjalanan tadi Vellza sudah cukup banyak mendapatkan penjelasan dari a
Vellza yang ketakutan benar-benar menutup kedua matanya dengan rapat. Terlihat dia sangat ketakutan, tapi aroma mint yang ia hirup menyadarkan dirinya jika yang barusan ditabrak adalah Alfa."Astaga, maafkan aku, Alfa. Tadi aku ketakutan dan tidak tau harus bersikap apa ....”DegRupanya Alfa mengecup bibir Vellza yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Sorot mata tajam Alfa mampu menghipnotis Vellza dalam beberapa detik.“Bernafas bodoh!”Ucapan Alfa menyadarkan dia untuk tetap bernafas. Dengan bodohnya, Vellza menghirup udara sebanyak-banyaknya seolah takut kehilangan oksigen.‘Gadis nakal, rupanya kamu belum pernah ciuman? Seperti ini saja sudah tidak bernafas.’Dengan tanpa rasa bersalah, Alfa justru meninggalkan Vellza yang masih terbengong. Vellza merutuki sikapnya yang membiarkan Alfa mencuri ciuman pertamanya. Sialnya, Vellza justru mengusap bekas bibir Alfa yang tertinggal di bibirnya.‘Rasanya manis, apakah begini rasanya ciuman?’Sejena
Berbeda dengan Vellza yang merasa canggung, Alfa justru merasa tidak ada orang di dalam ruangan itu. Sehingga ia bebas melakukan apapun, seperti saat mandi yang mengharuskan seseorang tidak memakai pakaian meski sehelai benang. Di luar kamar Alfa, Isabella meraung-raung seperti orang gila. Posisinya masih berada di luar kamar Alfa. Dia merasa kedatangannya sama sekali tidak dihargai dan justru dihalangi oleh Devon sang asisten. Merasa kesal ia pun mencoba berteriak dan bersikap seolah-olah menjadi orang gila di sana. Tentu saja Alfa merasa tidak nyaman buru-buru menyelesaikan ritual mandinya. Sebelum keluar, salah satu tangan Alfa meraih jubah mandi lalu memakainya. Tidak lupa menyuruh Vellza untuk mandi di sana.“Cepatlah mandi! Aku tidak mau sekretarisku sampai telat datang kantor!”“Ck, bukankah kita sudah telat! Dasar bos omes!” Umpat Vellza kesal.Meskipun kesal, Vellza melakukan semua perintah suaminya itu. Lagipula saat ini ia sudah merasa nyaman, setida