Gadis bertubuh mungil itu memindai seisi lemari pendingin yang ukurannya lebih besar dari lemari di kamarnya. Ada chesse cake juga brownies aneka rasa. Setelah mengambil beberapa potong dan menaruhnya di piring kecil, Bianca segera menyiapkan teh chrysant. Secepat kilat dia menaruh di meja di mana Rey sudah ada di sana."Silakan. Aku ke kamar dulu ya." Bianca menyunggingkan seulas senyum sebelum pergi. Baru satu langkah, terdengar lelaki itu memanggil namanya, "Bianca."Gadis itu menoleh."Iya?""Temani aku sebentar. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan sama kamu."Gadis itu urung melanjutkan langkahnya. Dia kembali ke meja dan menarik sebuah kursi di depan Rey.Lelaki itu bangkit. Bianca menatapnya penuh tanya."Tunggu! Sekarang giliranku membuatkan teh untuk kamu. Diam di situ!" pinta lelaki berkaos putih itu. Kening Bianca mengerut.Tak perlu waktu lama, secangkir teh chrysant telah tersaji di depan Bianca. Wanginya menguar seantero ruangan."Kamu belum pernah mencobanya, 'kan? Ban
Sore itu Bian dengan telaten menyeka tubuh Danish menggunakan waslap, lalu menggantikan bajunya dengan yang baru."Tolong ambilkan juga pakaian dalamku, Bian. Aku sudah tidak nyaman."Mendengar itu mata Bian membulat sempurna."Siapa yang mau pakaikan, Tuan. Memangnya kau bisa memakainya sendiri?" Bian berkacak pinggang dengan wajah memberengut."Tentu saja kau yang pasangkan. Aku mana bisa. Kau lihat sendiri, 'kan, tanganku susah bergerak karena selang infus ini.""Anda jangan ngelantur, Tuan. Sementara kau pakai saja celana dalam itu sampai sembuh.""Biiiaaan, kau bisa membuka dan memakaikannya tanpa melihat. Kau bisa tutupi tubuhku dengan selimut. Ayo, tolonglah. Aku sudah tidak nyaman." Wajah Danish terlihat memelas. Bian menarik napas panjang."Ok, tapi kau tidak boleh berbuat mesum, ya. Kalau tidak, aku potong pakai pisau buah ini!" ancam Bian. Melihat itu, Danish meringis ngeri."Jahat banget kamu, Bian.""Bilang jahat, tapi maunya aku yang urusin. Kau itu aneh sekali, Tuan. Pa
Bian menyiapkan bubur yang sudah disiapkan juru masak. Semangkuk komplit dengan sayur sop juga telur rebus. Wanginya tercium menggugah selera.Danish sudah mulai membaik dan tidak diinfus lagi. Nafsu makannya sudah kembali."Bian, ada Pak Demian sama Bu Monic ke sini." Yuni tergopoh-gopoh mendekati Bian. Gadis yang hendak beranjak ke kamar tuannya itu seketika berhenti mengangkat baki."Kenapa, Bi? Ada yang harus aku sajikan untuk mereka?" tanya Bian sambil menatap Yuni."Eh, itu nanti saja aku yang siapkan. Kamu hati-hati, dia orangnya jutek sekali," jawab Yuni."Siapa? Tuan Demian menurutku sangat baik. Aku pernah bertemu waktu itu sebentar.""Bu Monic, dia jutek sekali. Dan biasanya suka sok ngatur kalau dia ke sini, terlebih kalau tidak ada Tuan Danish. Hiih juteknya minta ampun." Yuni bergidik ngeri. Bian tertawa kecil melihat kelakuan temannya itu."Ya sudah, aku coba lihat seberapa juteknya Nyonya Monic. Bi Yuni di dapur aja, biar nanti aku yang bawa cemilannya ke depan," ucap
"Kalian tidak perlu berbasa-basi. Aku tidak butuh perhatian dari kalian. Jika kalian akan berhenti menggangguku kalau aku menikah, baiklah. Secepatnya aku akan menikah," jawab Danish lugas.Mata Demian juga Monic membulat tak percaya. Anak lelaki yang mereka tahu senang berpetualang dari satu wanita ke wanita lainnya itu memutuskan menikah."Benarkah itu? Irene pasti bahagia mendengarnya. Kita bisa siapkan pertemuan keluarga ini dengan keluarga Samuel. Mama akan siapkan dengan sempurna," ujar Monic dengan wajah semringah."Siapa yang bilang padamu aku akan menikah dengan Irene?" tukas Danish sinis membuat mata Monic hampir keluar. Wajahnya terlihat marah."Secepatnya aku akan menikahi Bian. Biar kalian tidak perlu pura-pura khawatir lagi padaku," ujar lelaki itu.Wajah Demian menunjukkan senyum bahagia. Namun, tidak dengan Monic. Dia memandang tajam pada gadis di depannya. Sedang Bian sontak menoleh pada lelaki di sampingnya. Wajah lelaki itu tidak menunjukkan sedang bercanda sama sek
Bianca11"Bianca, ditunggu Tuan Danish di ruang kerjanya." Erna, salah satu pelayan di sana memberitahu Bianca yang tengah membereskan kamar tidurnya. Bianca melirik pada jam dinding yang tergantung. Pukul 06.10."Jam, segini? Beneran Kak Erna? Memangnya dia sudah bangun?" tanya Bianca menghentikan sejenak pekerjaannya."Iya, tadi aku habis beres-beres di perpustakaan, Tuan Danish lewat. Dia bilang suruh kamu menemuinya di ruang kerja," ucap Erna yakin."Ada apa lagi jam segini?" gumam Bianca pada dirinya sendiri."Ya sudah, Kak, nanti aku ke sana habis beresin kamar," lanjut Bianca.Penampilan gadis itu teramat sederhana. Namun, begitu cantik. Hanya sebuah dress coklat susu selutut dan rambut yang digerai begitu saja, tetapi tidak menyurutkan kecantikannya.Paras cantik yang diturunkan dari sang ayah yang berdarah Cina dan juga sang ibu yang berasal dari padang. Perpaduan yang membuatnya cantik yang unik.Tak ingin membuat sang tuan menunggu lama, Bianca segera beranjak dari kamarny
Bian 12Bian merapikan rambutnya sekali lagi. Entah perasaan apa yang tumbuh. Yang jelas saat ini hatinya berdebar kencang. Menatap bayangan diri di kaca. Walau tanpa make up wajahnya yang putih mulus dengan pipi kemerahan dan warna bibir merah muda, tetap saja menawan.Gadis itu mengembuskan napas panjang. Mengatur debaran di dada yang semakin tak keruan.
Malam itu saat Danish baru kembali dari kantor, Monic datang ke rumah itu.Bian terperanjat kaget saat mendapati wajah Monic di depan pintu."Selamat malam, Bian," sapanya ramah. Gadis itu terpaku tak percaya melihat sikap Monic. Namun, Bian akhirnya sedikit membungkukkan badannya dan tersenyum ke arah wanita yang akan menjadi ibu mertuanya itu."Selamat Malam, silakan masuk, Nyonya."Bian segera menyingkir dari pintu dan mempersilakan wanita paruh baya itu masuk.Monic kemudian duduk di sofa. Tak berselang lama Rey muncul dan menyambut kedatangan sang mama."Tumben Mama ke sini sendirian? Tidak takut dimakan sama Kak Danish?" tanya Rey sambil terkekeh. Monic mendelik kemudian tertawa."Jangan begitu, Rey. Dia itu kakakmu."Bian, tolong panggilkan dia ke sini, ya," ujarnya dengan senyum manis.Masih dengan rasa tak percaya, Bian mengangguk dan beranjak dari ruangan itu menuju kamar Danish.Bian mengetuk pintu jati itu beberapa kali. Hingga sebuah suara terdengar bersamaan dengan terbu
"Kau tau, Bian? Kini aku tau artinya cemburu. Sekarang aku berjanji akan setia padamu," desahnya semakin mengeratkan pelukannya."Benarkah?" tanya gadis itu. Danish menjawab dengan anggukan."Bagaimana jika kau melanggar janjimu?""Kau boleh meninggalkanku jika aku melakukannya," jawab Danish lalu mencium kening Bian sekali lagi."Tuan ....""Hmm?""Bolehkah aku mengundang ibuku ke acara kita nanti?" tanya Bian. Danish sontak mengendurkan pelukannya dan menatap dalam pada gadis itu."Tentu saja. Kau boleh mengundang seluruh keluargamu," jawab Danish. Tangannya terulur membetulkan rambut Bian yang sebagian menutupi wajahnya."Kau mau menelponnya atau datang ke rumahmu? Biar nanti asistenku menyiapkan juga pakaian untuk ibumu. Mereka hanya perlu menyiapkan diri. Nanti sopir akan menjemput mereka." Bian tersenyum dalam rengkuhan lelaki itu.***Hari yang dinanti pun tiba. Bian tampil cantik dalam balutan gaun putih d