"Elias? Dia juga ikut?!"
Crystal memutar bola mata mendengar suara terkejut Xavier. Mereka duduk di sofa panjang, tepat di balik tembok kaca besar yang membatasi ruangan kaca itu dengan area panahan. Aiden sudah berada di sana—bersiap untuk membidik. Terlihat sangat bertekad membuktikan bahwa sayembara gila Javier Leonidas adalah kesalahan, dan rengekan Crystal sepanjang malam tidak sia-sia.
"Memangnya apa yang kau pikirkan? Aku Crystal Leonidas! C-R-Y-S-T-A-L! Hanya orang bodoh dan gila yang akan melewatkan kesempatan untuk bisa menikahiku!"
"Semua orang boleh ikut, tidak dengan Elias. Tugasnya adalah menjaga Axelion dan Aurora!" Xavier berdiri dengan gelisah, mata biru yang sebening milik Crystal memicing ke arah pria berambut pirang yang juga tengah membidik—Elias Parks, bodyguard-nya sendiri. "Christian. Cari tahu, dengan identitas apa Elias mendaftar."
Sang tangan kanan, yang selalu berjaga di samping Xavier mengangguk patuh. "Baik, Tuan muda."
"Kenapa kau memerintah hal tidak berguna begitu? Seharusnya, kau memerintahkan agar kegilaan ini dihentikan!" Crystal menyusul berdiri di sebelah Xavier dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Aku tidak habis pikir dengan kau dan dan Daddy. Kalian selalu bilang sayang padaku, ingin yang terbaik, tetapi memberi kesempatan pada lelaki tidak jelas, alih-alih langsung mengizinkan Aiden—"
"Mereka bukan bachelor sembarangan. Christian sudah menyelidiki latar belakang keluarga mereka sebelum mengizinkan—"
“Oh ya? Kalau begitu kenapa Elias bisa lolos, dan kau tidak tahu kenapa dia bisa ikut?” Crystal menghentakkan kedua kaki dengan kasar, lalu memandang kesal ke area panahan. "Dan parahnya, aku tidak kenal mereka!"
"Termasuk Aiden?"
"Kecuali dia! Aku sudah mengenal Aiden seumur hidupku! Jika bukan karena kau dan Daddy, tentu saja aku sudah menikah dengan Aiden sejak dulu!"
"Memangnya seberapa besar kau mencintainya?" desak Xavier, sambil menatap Crystal dengan satu alis terangkat. "Apa kau rela kehilangan posisimu di Inquireta untuk dia?"
"A—apa?! Pertanyaan macam apa itu!" Inquireta adalah salah satu anak perusahaan Leonidas International yang berfokus di fashion dan perhiasan. Sudah hampir empat tahun lebih Crystal mengendalikannya. "Aiden dan Inquireta, dua-duanya milikku!"
"Jawabanmu mengecewakan."
"Memangnya apa yang kau harapkan? Aku rela melepas Inquireta untuk Aiden? Sekarang aku tanya, apa kau rela melepaskan Leonidas International untuk—"
"Untuk Istriku? Tentu saja." Tidak ada kompromi di mata Xavier. "Jangankan Leonidas International, aku bahkan rela memorak-porandakan dunia untuk mendapatkannya kembali."
Ada kilat di mata Xavier yang tidak bisa diabaikan. Tulang punggung Crystal menegang melihat keseriusan Xavier. Dia sendiri menjadi saksi bagaimana kepergian Aurora mengubah kakaknya selama bertahun-tahun. Lebih dingin, kejam—tidak tersentuh. Bahkan Crystal sekalipun tidak bisa menggapai Xavier, keadaan menjadi lebih baik ketika Aurora kembali.
Crystal diam. Menarik napas panjang dan menatap jauh ke tempat sayembara pertama terselenggara. Meski enggan mengakui, Xavier dan Javier adalah dua sosok yang membuat Crystal percaya cinta sejati itu ada. Bagaimana seorang pria bisa mencintai wanitanya dengan sangat. Mereka membuat Crystal bermimpi mendapatkan pangeran, yang ia temukan pada Aiden. Namun, kenapa mereka malah membuat ini sulit?
"Aku tidak pernah mencintai orang lain selain diriku, tapi sekarang aku mencintai Crystal Leonidas."
"Crystal ... you are my everything."
Crystal mengingat tiap kata yang pernah Aiden ucapkan padanya. Tersenyum tipis melihat tembakan panah Aiden nyaris menyentuh bullseye. Namun, rasa resah merayapi Crystal mendapati nama Aiden ada di nomor dua papan skor, tepat di bawah nama Rhysand Leonard.
Rhysand Leonard? Siapa dia?
Crystal berusaha tidak meringis ketika tatapannya bertemu lelaki berperawakan gendut dengan rambut botak yang sedang tersenyum padanya, berkedip menjijikkan seraya menunjukkan busur panah. Sial. Kalau sampai lelaki itu yang bernama Rhysand Leonard, Crystal bersumpah akan kabur dari sini, meninggalkan nama belakang Leonidas—lalu menolak pulang sampai Daddynya membatalkan semua hal tentang sayembara bodoh ini.
Namun, kenapa nama Leonard terasa tidak asing?
"Tuan muda."
Crystal ikut menoleh, ketika Christian kembali dengan tergesa lalu bicara dengan suara panik. "Elias menggunakan nama aslinya; Rhysand Keith Leonard, agar bisa lolos seleksi tahap awal. Dia merupakan salah satu dari putra Ares Leonard, terlahir dari istri kedua Ares Leonard. Kedua kakaknya; Liam dan Lukas Leonard juga ada di kapal pesiar ini."
"Elias sialan! Dia melupakan kata-katanya sendiri." Xavier mengerang, lalu bergegas keluar dari ruangan diikuti Christian.
Kemudian, Crystal mengingat siapa itu Leonard. Keluarga Leonard.
Kekuasaan keluarga itu sebelas dua belas dengan Leonidas. Selain pada Leonidas, percaturan ekonomi dunia ada pada kendali mereka. Keduanya sama-sama tidak membutuhkan kerja sama dengan billionaire-billionaire lain, karena berdiri sendiri saja sudah membuat mereka kokoh. Satu-satunya yang bisa menghancurkan Leonidas, mungkin hanyalah Leonard—begitu pula sebaliknya. Namun, selama ini keduanya memilih diam tanpa saling mengusik, dibanding mengeluarkan energi untuk suatu hal yang tidak perlu. Karena itu, mereka seperti menjalankan aturan tidak tertulis, Leonidas terus menguasai Amerika, sementara Leonard menguasai Eropa—kecuali Spanyol—yang memang menjadi markas besar Leonidas.
Crystal gemetar. Berurusan dengan mereka sama saja dengan memicu masalah. Bagaimana jika putra keluarga mereka yang menang? Perbandingan kekuasaan keluarga Leonard dan Lucero sangat jauh. Bisakah dia dan Aiden melawan mereka untuk tetap bersama?
Crystal masih berkutat dengan pikirannya, ketika tanpa sengaja tatapannya bertemu mata harimau Elias. Gila. Ini benar-benar gila. Padahal Elias hanya menatapnya tanpa ekspresi, tapi tetap saja membuat lutut Crystal lemas. Seketika pikiran Crystal dibanjiri banyak pertanyaan; kenapa Elias dengan latar belakang keluarga sehebat itu mau menjadi bodyguard kakaknya? Kenapa dia mau mengikuti sayembara bodoh yang dibuat ayahnya? Apa lelaki itu memang mengincarnya dari awal?
Belum ada perubahan di papan skor ketika Crystal memeriksanya lagi, sekaligus memutuskan tatapannya dari Elias. Kekhawatiran Crystal meningkat tajam. Persetan dengan Rhysand dan wajah malaikatnya. Sekalipun dia bukan lelaki bertubuh gendut yang tadi, tetap saja dia bukan Aiden. Bagaimana bisa prince charming-nya digantikan oleh lelaki asing?
Kabur. Crystal segera menyelinap keluar dari ruangan itu tanpa berpikir dua kali.
Sejak awal, sayembara ini adalah hal terbodoh di hidupnya. Persetan jika daddy dan kakaknya ingin meneruskan ini. Jika pemenangnya bukan Aiden—jangan harap Crystal Leonidas akan kembali.
***
"Crystal, is that you?!"
Crystal menarik napas panjang lalu berbalik, menatap perempuan cantik berambut coklat gelap dengan balutan gaun hitam beraksen merah dengan belahan tinggi. Samantha Emerald Ederd, pewaris utama keluarga Emerald, ia salah satu pemasok berlian untuk Inquiereta. Crystal mengulas senyum kecil, meski Samantha menunda rencana 'kabur' Crystal setelah dengan susah payah lepas dari pengawasan Xavier dan Javier.
"Ah, Sam! Kau juga datang?"
Dengan langkah ceria, Samantha menghampiri lalu menggandeng Crystal dengan akrab. "Tentu saja! Aku penasaran sekali dengan keponakan kembarmu! Ternyata tidak sia-sia aku ke sini! Alistair dan Adrianna benar-benar lucu sekali! Aku jadi tidak sabar mempunyai bayi-bayi kecil sendiri!"
Crystal tersenyum kaku. Berharap pembicaraan mereka cepat berakhir. Jika dalam kondisi biasa, Crystal pasti akan senang hati menanggapi celotehan Samantha, tapi kini masa depannya terancam. Sayangnya, keinginan Crystal tidak terkabul. Samantha terus saja berceloteh, bahkan memanggil suaminya—Justin Ederd untuk ikut berbincang bersama mereka. Pembicaraan melebar ketika mereka mendapati Justin adalah rekan bisnis Aiden.
Detik demi detik berjalan begitu lambat, tidak ada tanda-tanda perbincangan tidak penting ini berakhir. Crystal semakin was-was, khawatir sayembara bodoh itu berhasil menemukan pemenang yang tidak dia inginkan—sementara ia masih di sini. Bukannya Crystal meragukan Aiden, tetapi Elias ... seharusnya Aiden bisa mendapatkan posisi pertama di panahan karena itu keahliannya. Bagaimana bisa Rhysand Leonard itu mengalahkannya?
"Ngomong-ngomong ... aku sedikit kaget ketika Daddy-mu mengumumkan sayembara tadi. Padahal aku berpikir kau akan menikah dengan Aiden. Bukankah kau sudah berhubungan dengannya jauh sebelum aku dan Justin menikah?" tanya Samantha.
"Tepatnya, sejak aku JHS. Saat itu Aiden sudah SHS."
"Nah! Kalau begitu kenapa tidak langsung dengan Aiden saja?" Samantha mengernyit, menatap bingung. Perempuan ini pasti berpikir sayembara ini adalah hal yang bodoh. Sangat amat bodoh. "Siapa yang tidak merestui kalian? Keluargamu? Keluarga Aiden?”
"Aku merasa seperti diinterogasi."
"Ah, maafkan aku. Aku hanya penasaran." Samantha menunjukkan raut menyesal. "Baiklah. Aku hanya akan mendoakan yang terbaik untukmu, Crys. Percayalah, aku merasa kau dan Aiden sangat serasi."
Semua orang berpikir sama, kecuali Javier dan Xavier. Sebenarnya apa yang mereka pikirkan?
Jantung Crystal bergemuruh. Sayembara pertama sepertinya sudah selesai. Dari ujung matanya, Crystal melihat Javier, Nolan, dan rombongan lelaki yang mengikuti sayembara tadi keluar dari ruangan menuju venue kedua. Raut muram di wajah Aiden seakan menjadi tanda baginya untuk segera pergi dari sini.
Crystal berpura-pura tidak melihat mereka. Barulah ketika orang-orang itu pergi dan Samatha pun ikut berpamitan, Crystal menarik napas lega.
Penjaga pintu berseragam pelaut menyentuh topi sebagai sapaan ketika Crystal keluar. Crystal mengabaikan si penjaga, sibuk dengan ponselnya untuk menghubungi Quinn Jenner—sepupu jauhnya yang juga ada di kapal ini. "Di mana Helicoptermu?" tanya Crystal begitu panggilannya diangkat.
"Helicopterku? Untuk apa?"
"Tentu saja pergi dari sini, sialan! Kau tidak lihat apa yang terjadi?!"
Quinn terkekeh menyebalkan di ujung sana. "Maksudmu sayembara? Bukankah ini menyenangkan? Aku malah berpikir untuk ikut. Lumayan, sepertinya jika aku menang, nanti aku bisa menjadikanmu budak seumur hidupku.”
“Jangan macam-macam, atau aku akan membunuhmu!”
“Kau tidak boleh membunuh calon suamimu.”
“Quinn! Aku tidak bercanda!”
"Baiklah, baik." Quinn masih tergelak. "Ada di atas, landasan nomor dua. Aku heran padamu, Aiden sedang berjuang, dan kau malah kabur. Benar kata Xavier, sepertinya kau begitu meragukan Aiden hingga—"
Crystal menutup panggilan itu, enggan mendengar pembicaraan sampah lelaki itu. Crystal hanya butuh letak Helicopter Quinn, hal lain seperti cara masuk, membobol sistem keamanan helicopter serumit apa pun bisa Crystal tangani sendiri. Dia Crystal Princessa Leonidas, dia bisa semuanya—kecuali membobol sistem keamanan milik Xavier yang penjagaannya seperti neraka.
Wajah Crystal berubah muram, teringat bagaimana dulu Aiden mengajarinya cara hacking. Satu-satunya hal beresiko yang Aiden bolehkan. Aiden melarangnya belajar bela diri, menembak, apalagi mengemudikan Helicopter dengan alasan Crystal perempuan. Namun, tanpa sepengetahuan Aiden, ia mempelajari semuanya. Crystal berharap suatu hari dia bisa membuktikan jika semua itu masih bisa berguna meskipun untuk perempuan. Hari ini, misalnya.
Ketika Crystal berlarian kecil menaiki anak tangga, Quinn menelponnya lagi.
"Iya Quinn—" Crystal jatuh terjengkang tertabrak seseorang. Crystal meringis, sikunya berhasil menahan tubuh agar tidak berguling ke bawah, tapi membentur lantai marmer sama menyebalkannya dengan berguling. Sama-sama sakit dan memalukan!
"Maaf. Aku tidak sengaja. Apa kau baik-baik saja?" Suara seseorang di depannya terdengar sopan dan halus, dengan suara serak yang membuat isi perut Crystal jungkir balik. Dia kenal suara ini, suara yang sama dengan yang pernah membuatnya berdebar beberapa tahun yang lalu.
Crystal mendongak. Terperangah.
Lelaki itu hanya mengenakan setelan kemeja putih dan jas abu-abu tanpa dasi. Tampak sangat pas di tubuhnya dengan satu kancing teratas kemeja dibiarkan terbuka. Tubuh jangkung, tegap, dan kokoh dibalik setelan itu membuatnya terasa lain. menyerang syaraf-syaraf Crystal dengan auranya yang luar biasa.
Crystal yakin, lelaki ini sama dengan pelayan yang ia temui ketika pergi ke restoran seafood di New York
bersama istri Xavier, sekaligus bartender yang ia temui di kasino China empat tahun yang lalu. Debar jantung Crystal berpacu cepat. Dia masih mengingat jelas raut wajah lelaki ini. Rambut hitam berkilau, bibir yang tegas, hidung yang mancung, dan mata coklatnya yang ... tunggu. Seingat Crystal, mata lelaki ini berwarna biru, kenapa sekarang warnanya malah coklat?Pertanyaan itu menghilang dari kepala Crystal, ketika mata tajam dan penuh perhitungan lelaki itu menatapnya. Mengunci fokusnya, hingga Crystal tidak kuasa mengalihkan pandangan. Lelaki itu tampak lebih tua darinya, tapi masih tampak lebih muda dari Xavier—mungkin usianya sekitar 27, tapi tatapannya terasa lebih tua dari itu. Hangat tapi kelam. Menenangkan ... sekaligus menakutkan. Crystal merasakan sengatan, seakan ada kekuatan kuat yang lepas, menariknya dengan keras dan nyaris nyata.
Udara seakan berderak di antara mereka. Napas Crystal tersekat. Otaknya tidak bisa berpikir, apalagi aroma menggoda lelaki itu juga mengusiknya. Bukan aroma parfum, shampo, ataupun sabun mandi—Crystal tidak tahu apa itu. Tapi, apa pun itu sangatlah menggiurkan. Seolah ada tali tidak kasat mata yang menarik perhatian Crystal pada lelaki itu secara perlahan.
Butuh usaha keras untuk membuat Crystal bicara dengan suara gemetar. "Aku tidak apa-apa.”
Lelaki itu tidak menyahut, hanya mengamati Crystal dengan kening berkerut. Ketika lelaki mendekat, Crystal mengerjapkan mata sambil mengulurkan satu tangan, agar lelaki itu membantunya bangun.
Namun, tangannya pun diabaikan, lelaki itu mengangkat satu alis lalu menggeleng seolah yang dilakukan Crystal hal aneh. Kemudian, si lelaki menuruni satu tangga, membungkuk, dan memungut kandang plastik kecil.
Crystal mendengar suara ngeongan, lalu lelaki itu mengeluarkan seekor kucing cantik berrambut campuran putih dan coklat—yang langsung dibelai lembut. "Princessa ... are you okay? I'm so sorry."
Seakan mengerti ucapan lelaki itu, si kucing mengeong.
"Kau marah padaku?"
"Miaw!"
"Maafkan aku, setelah ini kau akan aku beri makanan paling enak dan mahal. Kau mau apa, Princessa?"
"Miaw!"
Crystal masih terduduk di lantai. Terdiam sembari melihat dua makhluk berbeda yang tampak bisa berkomunikasi satu sama lain itu. Tidak habis pikir dia diabaikan karena seekor kucing.
Kucing ... seketika otak Crystal kembali berfungsi. Wajah Crystal memanas. Ia bergegas bangkit dan menghampiri lelaki yang masih sibuk mengelus kucing sialnya dengan raut wajah menyesal. Seakan yang terluka adalah kucing itu.
Crystal merasa kesal pada dirinya sendiri. Kenapa dia bisa sangat canggung, sementara lelaki ini begitu tenang? Lelaki itu bahkan melewati dan memilih menolong kucing dibanding membantunya. Sialan. Seakan tidak cukup di sana, lelaki itu juga memberi nama kucing jelek itu dengan nama tengah Crystal; Princessa. Is he insane?
Damn it! Ini penghinaan!
“Apa?! Princessa?!Mengjelek itu kau namai Princessa?!" Crystal membentak kesal, menempatkan kedua tangannya di pinggang dan menatap tajam lelaki itu. Bahkan, mata kucing ini biru, gumam Crystal dalam hati.Crystal terbiasa menjaditrendsetter,bahkan untuk orang-orang kalangan atas. Itu menunjukkan jika dia lebih daripada mereka. Namun, mendapati seekor kucing memplagiatnamanya lebih mencuri perhatian, Crystal tidak terima!Lelaki itu memandangnya sambil mengernyit. "Huh?Meng?Jelek?""Ganti namanya! Princessa itu nama tengahku!" Crystal bersikeras, tanpa mau repot menjelaskan jikaMengadalah sebutan neneknya di Indonesia untuk kucing-kucing peliharaannya. Dia hanya mau nama kucing itu diganti, titik.Lelaki itu mengangka
Lelaki gila. Mereka harus mendarat darurat, tapi yang ia pikirkan hanya kucing jelek itu?! gerutu Crystal dalam hati.Crystal mendengus, mengalihkan pandangannya dari Xander dan kembali fokus pada helicopter. Enggan menanggapi lelaki menyebalkan ini. Masih ada beberapa menit hingga bahan bakar helicopter ini habis. Crystal bergegas mengirimkan signal SOS, berharap siapa pun, terutama Quinn menjemputnya, sekaligus mempersiapkan pendaratan darurat di air. Bukankah seharusnya ada pelampung yang bisa membuat helicopter tetap mengapung?Namun, alarm yang makin nyaring membuat Crystal panik. Crystal tidak bisa berpikir. Bayangan helicopter ini akan meledak seketika berkelebat di kepala Crystal. Dia memang berniat menghindari sayembara sialan itu, tapi bukan dengan menuju surga!"Oh, Jesus! Jika kau menyelamatkanku sekarang, aku akan mempertimbangkan untu
The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Seas—Italy | 7:02 PM"Anne, apa sekarang aku kurang cantik? Kurang seksi?"Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ketika Crystal masih memutar-mutar tubuhnya di depan cermin. Mengagumi, sekaligus meragukan tiap sudut tubuh moleknya yang terbalut dress biru tua tanpa lengan dengan motif abstrak setelah percobaan berpuluh-puluhdresslain. Elegan dan seksi. Rambut tergerai yang tengah disisir Anne juga cukup memberikan kesan manis. Tapi, tetap saja, untuk pertama kali dalam hidupnya Crystal merasa tidak percaya diri."Anda selalu cantik, Nona. Hanya orang buta yang tidak akan terpikat pada Anda," ucapNannyberusia setengah abad yang selalu melayaninya.Crystal menyematkan kedua tangannya di pinggang, membusungkan dada. "Ya, kau benar. Jika sampai si berengsek itu masih jug
THE GUARDIAN :WILLIAM CORPS'S BANKRUPTCY : The World’s Economy is Shaken Up!Manhattan, NY. Berita mengejutkan datang dari William Corp; perusahaan teknologi, perminyakan dan infrastruktur yang dalam beberapa waktu terakhir masih menempati posisi satu dunia. Dilansir dariRouters,perusahaan multinasional ini mulai mengalami penurunan saham sejak satu bulan yang lalu. Nilai sahamnya terus merosot, bahkan saat ini sudah menyentuh kisaran harga—Crystal mengerang, melempar ponselnya kedashboardmobil. Xavier salah. Bukan tiga hari, tapi perlu waktu satu bulan bagi Leonidas untuk meratakanWilliam Corp. Menekan pedal gas keras-keras, Crystal melajukanLamborghini Aventadorputihnya membelah jalanprivateyang menghubungkan gerbang utama dengan 
FOUR SEASONS HOTEL, New York—USA | 02:15 PM"Terima kasih. Jika bukan karena kau, Axelion mungkin masih uring-uringan." Crystal menoleh pada Aiden yang tengah mendorong kursi untuknya, sementara beberapa pelayan menata makan siang sekaligus menuangwinemereka. "Kau bahkan melewatkan makan siangmu untuk mengajaknya bermain piano.""It's okay,"jawab Aiden, seraya memutari meja lalu duduk di depan Crystal. "Lagipula, aku lebih suka makan bersamamu." Ekspresi Aiden datar, tapi Crystal tetap bisa merasakan cinta yang besar di mata Aiden."Apa aku harus mengulangi kalimatmu?""Hm?""Berkata jika aku juga lebih suka makan bersamamu?"Aiden tersenyum. Senyum yang hanya akan diberikan pada Crystal saja. Lelaki itu mengulurkan tangan, menggenggam jemari Crystal dan mengelus lembut cincin pertunangan mereka. "S
INQUIRETA's office, Manhattan, New York—USA | 04:01 PMSetelah memastikan pegawainya menempelkan plester terakhir ke jemari Aiden dengan benar, Crystal meminta orang itu segera keluar dari ruangannya. Dalam waktu yang cukup lama, dia dan Aiden duduk bersebelahan tanpa mencoba membuka obrolan. Keduanya kompak memusatkan perhatian pada televisi yang menampilkan berita kebangkrutan perusahaan Xander.Perekonomian dunia memburuk, diakibatkan terkena efek domino terkait ancaman kebangkrutan William corp. Beberapa aksi dilakukan oleh para pekerja di seluruh dunia untuk menuntut pembatalan PHK. Dimulai dari Hong Kong, Jerman, Canada, Belanda, Amerika, dan kini merembet ke wilayah Asia. Bukan hanya para buruh pekerja, beberapa perusahaan yang berkaitan dengan William Corp juga terkena imbasnya. Beberapa dari mereka memilih melepaskan saham, tapi tidak sedikit juga yang memilih mempertahankan—yakin jika
"Jika aku jadi kau, aku tidak akan segan mematahkan lehernya." Suara geraman sengit membelah udara di belakang mereka. "Selain menjadiA ranker,dia hanya anak Charlotte! Bahkan, dia bangkrut! Dia tidak bisa seenaknya bersikap kurang ajar kepadaS rankersepertimu!""Wah! Apa itu berarti aku juga tidak boleh bersikap kurang ajar padamu?" tanya Xander pada si pemilik geraman. Tanpa menoleh, Xander tahu itu suara Alexandre Dominguez, lelaki pirang bermata biru sepantaran Xander yang baru naik pangkat menjadiS ranker Tygerwellsatu bulan yang lalu.Alex menggeram. "Apa itu hal yang masih perlu kau tanyakan?""Seseorang pernah bilang padaku; jika kau malas bertanya, kau akan tersesat." Xander berputar dan menatap Alex malas-malasn. "Aku sedang berusaha agar tidak tersesat. Bukan begitu, Rex?""Terserah kau saja," jawab Rex datar.
Xander mengerang, merasakan mulut Crystal yang panas dan basah, manis. Xander tersentak keras begitu Crystal membelai belakang tengkuknya ringan—perlahan dan sensual—membuat rasa lapar dan kebutuhan menjalari tulang punggungnya."Crystal." Xander melenguh, ketika bibir Crystal membalas pelan dan lembut pagutannya. Seakan ingin berlama-lama. Seakan ini harus jadi panjang, membuatnya gila.Xander melepaskan bibir dan memandang Crystal, mengagumi penampilan perempuan itu yang begitu sempurna. Bibir yang manis dan hangat. Lekuk tubuh yang menggoda untuk disentuh. Mata birunya menatap Xander sayu, berkabut, seakan kehilangan fokus. Sial. Tubuh Xander menegang, ia menangkup bagian bawah kepala Crystal lalu mencium perempuan itu lebih brutal dari sebelumnya.Erangan Crystal, menggetarkan tubuh Xander.Dia sudah bisa membayan