Share

Part 3 : Ramuan yang Ditukar

“Dayaaang ...."

Suara lengkingan itu sejenak membuat aktivitas para Dayang di Kaputren terhenti. Dalam sekejap mata, mereka lari tunggang langgang menuju ke ruangan pribadi Raden Ayu Kenes Kirana.

"Mohon ampun, Raden Ayu. Kami datang menghadap," ucap salah seorang Dayang dengan suara bergetar. Terlihat wajah ketakutan di sana.

Ada hal apa yang membuat sang Putri begitu tidak berkenan hatinya? Tak biasanya, Raden Ayu Kenes Kirana segusar ini memanggil mereka.

"Dayang, kenapa wajahku seperti ini?" Tadi malam, mereka membalurkan ramuan buatan Elang di wajah Raden Ayu. Begitu bangun pagi, jerawat yang meradang di wajah sang Putri bukannya berkurang, malah makin bengkak parah. Kini, tak terlihat lagi sisa kecantikan Raden Ayu Kenes Kirana yang kecantikannya sudah dikenal di seantero Damar Langit. Yang tersisa hanyalah wajah yang dipenuhi jerawat meradang kemerahan, mengerikan.

“Kenapa jadi begini, Dayang? Huwaaa….”

Kehebohan di Istana Keputren, tempat tinggal Raden Ayu Kenes Kirana pagi ini segera tersebar sampai Balairung Istana. Gusti Prabu Maheswara Kamandaka dan Gusti Ratu sampai harus bergegas untuk menenangkan sang Putri.

Begitu sampai di sana, kamar Raden Ayu sudah porak poranda seperti kapal pecah. Cermin indah yang terletak di sudut ruang sudah pecah berantakan. Raden Ayu menghancurkan cermin kesayangannya hanya karena dia kecewa melihat wajahnya yang berubah mengerikan.

Para Dayang juga tak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya duduk bersimpuh di lantai, tak berani mengangkat wajah saking takutnya.

Semalam, mereka yang membalurkan ramuan ke wajah Raden Ayu. Sudah pasti, mereka akan mendapatkan hukuman dari Gusti Prabu karena kesalahan itu.

“Ada apa ini? Katakan padaku dengan jelas!” Gusti Prabu menatap gusar pada para Dayang yang duduk bersimpuh di sana.

“A-ampun, Gu-gusti Prabu. Semalam, kami membalutkan ramuan obat yang dibuat oleh asisten tabib istana. Katanya, ini adalah obat untuk wajah Raden Ayu. Ternyata, pagi ini … bukannya sembuh, Sakit Raden Ayu makin parah,” lapor salah satu Dayang mewakili.

Gusti Ratu sudah memeriksa wajah Kenes Kirana yang meradang kemerahan. Tak berani menyentuh, takut makin memperparah sakitnya.

“Kangmas, ini memang lebih parah dari sebelumnya!” ucap Gusti Ratu dengan nada sedih. Sebagai sesama wanita, Gusti Ratu bisa merasakan apa yang saat ini dirasakan putrinya.

Gusti Prabu membuang napas gusar.

“Bawa sisa ramuan yang kalian gunakan semalam ke sini!” titahnya.

“Kamu! Panggil tabib senior ke sini!” Gusti Prabu akan melakukan investigasi secara pribadi. Dia curiga, ada masalah dengan ramuan yang dibuat oleh Elang. Sejak awal, dia memang tidak yakin bahwa Elang mempunyai kemampuan membuat ramuan mujarab.

Dua Dayang itu segera melakukan titah Baginda Raja tanpa berani bertanya lagi.

“Romo, ini sudah jelas, ramuan itu yang membuat wajahku makin parah begini! Romo harus memberi hukuman berat pada orang itu!” raung Kenes Kirana yang terbawa emosi. Siapa yang tidak marah, semalam kondisi jerawatnya jauh lebih baik. Sekarang sudah separah ini, hingga dia tak berani bercermin.

“Kita selidiki dulu, Cah Ayu. Jika belum ada buktinya, kita tidak sembarangan menghukum orang!” Gusti Ratu menjelaskan dengan bijak. Semarah apapun, sebagai seorang Raja Damar Langit, Gusti Prabu Maheswara Kamandaka memang tidak boleh bersikap seenaknya sendiri.

Semua ada aturannya!

“Kita tunggu dulu hasilnya, Raden Ayu. Kamu sabar dulu!” titah Gusti Prabu.

Tak berapa lama kemudian, dua orang tabib senior sudah datang menghadap. Sisa ramuan yang semalam dibalurkan di wajah Raden Ayu juga sudah dibawa ke hadapan Gusti Prabu.

Selama beberapa saat, dua tabib senior itu memeriksa sisa ramuan yang ada di dalam wadah emas tersebut.

“Gusti Prabu, ramuan ini terdapat ekstrak daun jelatang dan kemadu. Dua bahan yang mempunyai efek gatal dan menimbulkan peradangan pada kulit.” Salah satu tabib melaporkan, setelah memeriksa ramuan yang dibuat oleh Elang.

“Sebagai asisten tabib, seharusnya Elang sudah mengetahui dua bahan ini tidak boleh mengenai kulit. Kenapa, dia sengaja mengekstraknya dicampurkan dalam ramuan?” sahut tabib satunya.

“Selain dua bahan itu, ada kandungan cendana, akar wangi, klabet dan bahan-bahan lainnya. Kalau bahan-bahn itu saya kira tidak ada masalah, hanya daun jelatang dan kemadu ini yang membuat kulit Raden Ayu jadi meradang seperti sekarang.”

“Jadi, menurut kalian apakah semua ini dilakukan dengan sengaja oleh Elang Taraka?” Gusti Prabu mengepalkan tangan penuh amarah.

Bisa-bisanya, ada seorang asisten tabib yang begitu gegabah dalam menjalankan tugas untuk merawat putrinya.

“Berani sekali dia mencelakai putriku!”

“Romo, Panjenengan harus memberikan hukuman berat! Jangan sampai hal ini terulang lagi di kemudian hari!” Kenes Kirana sudah begitu marah.

Pembuktian dari dua tabib senior itu telah membuat kemarahan Gusti Prabu membara. Hatinya belum akan tenang jika belum memberikan hukuman berat untuk Elang Taraka.

***

"Elang, ramuan apa yang telah kamu berikan untuk dibalurkan di wajah Raden Ayu?" bisik Prajurit yang menyambutnya di pintu Balaitung Istana.

"Apa yang terjadi?"

"Wajah sang Putri bengkak memerah, mengerikan," sahutnya dengan wajah entah.

"Tidak mungkin. Aku sudah mencobanya pada wajah para Dayang sebelumnya. Tidak ada masalah apapun di kulit mereka," elak Elang tak percaya.

Elang merasa tubuhnya seperti dibanting dari ketinggian dan terjatuh ke dasar jurang, remuk.

Seperti dugaannya, ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan dirinya untuk mendapatkan keuntungan.

Padahal Elang sudah berupaya sangat hati-hati dalam proses membuat ramuan, sampai tak mengizinkan seorang pun terlibat dalam pembuatannya. Ternyata, masih ada celah yang bisa digunakan oleh orang itu untuk mencelakainya.

Di atas singgasana, Gusti Prabu menatapnya penuh kemarahan. Dia tidak suka ada orang yang mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan padanya.

Elang Taraka masuk ke Balairung Istana dengan jantung yang berdegup kencang. Meski dia yakin bahwa ramuan yang dibuatnya sudah benar, tetap saja jika bukti sudah mengarah padanya karena campur tangan pihak lain, dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Satu hal yang masih menjadi simpul besar di dalam hatinya, siapakah orang yang begitu jahat menjadikan dirinya sebagai tumbal?

Berbagai macam pertanyaan timbul tenggelam berkecamuk di dalam benaknya.

"Elang! Kamu sengaja ingin merusak wajahku?! Apa salahku padamu? Kenapa kamu tega sekali menghancurkan masa depanku?!” Kenes begitu murka begitu melihat kedatangan Elang.

Belum sempat Elang memberi pembelaan, Gusti Prabu sudah memberi titah.

“Berikan sisa ramuan buatannya, biar dia tahu apa kesalahannya!” titah Gusti Prabu pada pengawal yang berada di sisinya.

Begitu Elang mencium sisa ramuan buatannya, matanya terbelalak sempurna. Ada orang yang sengaja menambahkan daun jelatang dan kemadu di dalam ramuan buatannya.

'Astaga, ini campuran dari daun jelatang dan kemadu, siapa yang lancang mengganti ramuanku?' batin Elang panik.

"Gusti Prabu, mohon ampun. Ini bukan ramuan buatan hamba," ucap Elang dengan gemetar.

"Apaaa? Lancang!"

"Jika bukan ramuanmu, lalu ramuan siapa? Kamu pikir aku kelinci percobaan ramuan abal-abal kamu?" Kenes Kirana tak sabar mendengar pembelaan Elang. Bisa-bisanya dia tidak mengakui ramuan buatannya. Memangnya, siapa lagi yang membuat ramuan selain dirinya?

Sejak awal dia sudah meragukan kemampuan Elang Taraka, tapi masih mencoba untuk percaya. Sekarang, semua kepercayaannya sudah hancur lebur.

"Aku menyesal telah mempercayaimu!" ucap sang Putri di tengah isaknya.

"Raden Ayu, tolong dengarkan say---"

"Pergi! Dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" Kenes segera memotong ucapan Elang Taraka, sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.

Elang tak tahu harus bagaimana membela dirinya sendiri. Dia yakin, ada orang yang saat ini tengah tertawa gembira melihat kemalangannya.

“Prajurit, jebloskan dia ke Penjara!” titah Gusti Prabu sesaat kemudian.

Tak diberi kesempatan untuk menjelaskan, Gusti Prabu sudah memberi titah supaya Elang di penjara sembari menunggu hukuman selanjutnya.

Dua orang prajurit membawa Elang keluar dari Balairung Istana.

Dari salah satu sudut Istana, ada seseorang yang menghela napas lega melihat Elang digelandang prajurit menuju Penjara.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
taqiyyuut aja
kacian si elang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status