Share

Bab 2- Perubahan DosBing

Happy Reading Semuanya!

Perempuan dengan kemeja bewarna pink pastel kini tampak sibuk merapalkan doa menunggu kabar yang akan di informasikan oleh Dosen Akademik di depannya yang merupakan ayahnya sendiri, ia sebenarnya sudah tahu hanya saja pikiran manusia tidak tahu kan apa yang akan terjadi di menit selanjutnya.

Setelah pertengkarannya yang tidak usai dengan dosen menyebalkan bernama Zaidan, ia menjadi mengenal lebih dalam lelaki yang kini terkenal sebagai dosen perfeksionis, killer, angkuh dan berbagai macam sikap menyebalkan lainnya. Mungkin untuk rekan perempuannya tidak masalah tapi bagi laki-laki ini merupakan suatu masalah yang tidak bisa mereka atasi sendiri.

“Gue berharap bukan Pak Zaidan atau apapun itu, gue mau dosen pembimbing gue perempuan.” Doa Eva  untuk kesekian kalinya.

 Tidak hanya perempuan muda itu saja tetapi hampir seisi kelas kini sibuk berharap agar mereka tidak mendapatkan dosen pembimbing yang terkenal dengan profesionalisme, killer, dan gila dengan kesempurnaan seperti Zaidan dan Bu Nuri yang mereka hindari. Sepaket dan sepasang sekali mereka.

“Untuk nama dosen pembimbing dan judul skripsi yang sudah saya terima, kalian bisa melihat dipapan informasi depan sini. Jangan berebut dan kerjakan skripsi dengan maksimal, saya percaya kalau kalian bisa mengerjakan skripsi dengan mudah. Eva tetap bimbing teman-temannya dan jangan sampai kalian enggak lulus bersama-sama, kalian masuk bersama jadi keluar juga harus bersama.”

Eva menatap rekan di sebelahnya yang kini sibuk menggerutu, “Skripsi mudah? Mudah karena Bapak sudah tiga kali melakukannya, kita ini yang pertama. Mana bisa dibilang mudah,” keluh Vivi membuat Eva mengangguk setuju. Ia memaklumi rekannya itu.

“Pokoknya gue harus dapat bu Helda, enggak boleh yang lain!” seru Ana membuat Eva lagi-lagi mengangguk.

“Gue juga, bisa mati keramat gue kalau sama Pak Zaidan. Semoga saja gue sama bu Indri kalau enggak Pak Yodi,” harap Eva sembari berjalan menuju tempat pemberitahuan. Wajah panik rekan-rekan mereka sudah terlihat jelas apalagi saat mengetahui fakta dosen pembimbing teknik mereka adalah Pak Zaidan.

“Mampus gue sama Pak Zaidan!”

Seruan dari rekan-rekannya membuat Eva semakin merinding, ia menjadi takut melihat selembaran di depannya. Eva semakin merasakan kesulitan untuk menelan salivanya, ia semakin takut melihat bagian namanya. Bagaimana dengan sikap licik dari dosennya itu membuatnya terjerembab, ia tidak sanggup membayangkannya.

“GILAAAA!!!! GUE SAMA BU ARNIS!” teriakan dari Vivi membuat Eva tersenyum tipis, ia tidak iri tapi ia juga berharap akan mendapatkan yang terbaik seperti Vivi.

Temannya cepat sekali melihat namanya dan dirinya seakan menjadi nama yang paling akhir, iris matanya memperhatikan namanya dan menatap takut bagian nama dosen pembimbing. Matanya membulat tubuhnya bergerak mundur saat tertulis dosen Materi yang didapatkannya adalah dosen yang amat sangat tidak ia inginkan.

Vivi yang melihat Eva tampak akan tumbang dengan cepat menahan tubuhnya. 

“Lo kenapa?”

“Gue shock,” ungkap Eva polos.

“Hah!” bingung Vivi.

Ana dengan cepat berjalan menuju papan informasi dan memperhatikan nama rekannya itu, mata Ana juga tampak membulat sama seperti Eva sebelumnya. Mereka terkejut dan shock. Eva menatap sedih papan informasi yang ada di depannya itu. Padahal ia sudah sibuk merapalkan doa agar tidak bertemu dengan Pak Zaidan tapi kenyatannya, ia mengharuskan kembali bertemu.

“OMG! Mati lo Va!” seru Vivi.

“Benar! Mati gue! Benar-benar mati!” nada suara sedih terdengar disana.

Iris matanya memperhatikan lelaki dengan tubuh tegap tampak berdiri di depan ruang kelasnya sembari memasang wajah datar di sana. Semua orang tampak menahan napasnya dan begitu pula dengan Eva yang kini sama sekali tidak bisa bernapas.

“Mahasiswi yang dosen pembimbing materi saya, segera ke ruangan B432A sekarang.”

Eva memasang wajah sekitarnya berharap ada seseorang yang bisa ia jadikan teman curhat untuk mengusir segala ketakutannya. Sial! Ini sama sekali tidak ada orang selain dirinya. Wajah Eva tampak sedih, bibirnya melengkung membentuk raut sedih.

“Ini cuman gue?” tanya Eva sedih.

“Semangat! Mau gue temani?” tawar Vivi.

Kepala Eva hanya menggeleng pelan dalam keadaan tubuh melemas dan berjalan menuju ruang yang dimaksud oleh dosennya barusan, sumpah demi apapun ia tidak memiliki keberuntungN untuk mendapatkan dosen pembimbing sesuai dengan keinginannya. Bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya kalau ia mendapatkan dosen pembimbing seperti Pak Zaidan. Seharusnya ayahnya tidak mengubah seenaknya.

“Apa kamu Eva Valisha Jwidanto?”

“Pakai tanya segala! Kan Bapak sudah tahu dari awal sejak cari ribut sama saya!” geram Eva.

“Kamu berani?”

Eva menahan nafasnya dan memperhatikan lelaki yang ada di depannya itu, kepalanya menggeleng menjawab perkataan dari dosen di depannya. Tangan Zaidan memperbaiki kacamata yang dikenakannya dan menatap dirinya datar.

“Apa yang kamu ambil dalam penelitian skripsi ini?”

“Itu... anu...”

“Saya ingin kamu menyetor judul skripsi kamu dalam waktu 3 hari, dan permasalahan apa yang kamu dapat serta solusi. Jika kamu belum mendapatkannya, jangan harap kamu bisa lulus dari fakultas ini. Saya ingin mahasiswi yang mandiri,” Eva menggigit bibirnya perlahan mendengar perkataan dari dosen di depannya.

‘Zaidan sialan!’ maki Eva dalam hati.

Memang Zaidan suka sekali membuat malu mahasiswinya sendiri dengan mengatakan secara langsung di depan wajahnya dan lebih parahnya lagi adalah di depan ruangan yang memang tidak pernah sepi oleh mahasiswi.

“Baik, Pak.”

“Catat nomor kamu, agar saya bisa menghubungi kamu dan menagih skripsi dengan mudah.”  Eva menerima kertas yang disodorkan oleh lelaki yang menjadi dosen pembimbingnya itu.

“Apakah kamu benar-benar anak dari Herman Jwidanto?” tanya Zaidan.

Mata Eva membulat dalam diamnya, apakah dosen pembimbing juga membawa atau menyeret nama ayahnya sampai dipertanyakan hal yang seperti ini. Mengerikan sekali, bagaimana ia menjawabnya.

“Bapak mau laporan sama ayah saya juga kalau saya belum menyiapkan judul skripsi pasti?” tanya Eva tanpa ada niatan untuk menatap dosen yang ada di depannya itu.

“Iya atau enggak?” tanya Zaidan.

Kepala Eva mengangguk mengiyakan perkataan dari Zaidan barusan dan membuat Zaidan hanya mengangguk-angguk paham.

“Sudah, kan? Saya boleh pergi?” tanya Eva sembari menunduk, ia tidak ingin terpancing emosi dengan lelaki yang ada di depannya itu.

“Apakah bagus jika sedang berbicara dengan seseorang menunduk seperti saat itu? Apa saya berada di bawah kamu?” Eva mendongak menatap lelaki yang hanya memasang wajah datarnya. Bahkan lelaki di depannya tidak ada senyuman, benar-benar mencekam.

“Maaf,”

“Kalau seperti itu sama sekali enggak mencerminkan kamu seorang mahasiswi, apakah pantas begitu?” Eva meremas pakaian yang dikenakannya. Ia takut dosen yang ada di depannya tampak terlihat menakutkan untuk dirinya dan ia tidak ingin mencari keributan selagi ada ayahnya disini.

“Maaf,” rengek Eva

“Kamu menangis?” tanya Zaidan.

Perempuan di depannya tampak menangis dan membuat Zaidan mendadak kalang kabut, ia tidak tahu mental perempuan di depannya begitu lemah atau bagaimana. Iris matanya menatap kearah sekitarnya dimana semua orang tampak memperhatikan mereka saat ini, mati sudah dirinya. Tangannya menarik perempuan yang ada di depannya dan membekap mulut perempuan yang ada di depannya, tatapan mata mereka bertemu.

“Apakah kamu menjadi perempuan harus cengeng seperti ini?” tanya Zaidan datar.

“HUWAAAAAAA!!!! Saya takut sama Bapak! Bapak sudah mempermalukan saya!! Papaaaaa!” seru Eva sembari menangis.

Zaidan menatap sekitarnya yang masih ada segelintir orang disana, ia tidak ingin menjadi pusat perhatian seperti awal sebelumnya. Lelaki itu tidak menyangka mulut ember dari perempuan di hadapannya dapat merusak citranya, Zaidan mendekat dan memberikan kecupan hangat pada bibir perempuan yang kini membulatkan matanya.

Eva terkejut melihat lelaki yang menjadi dosen pembimbingnya tampak mengecup bibirnya, ini masalah besar.

Sumpah ini adalah masalah besar. Bagaimana Dosennya itu melakukan ini pada dirinya, MAHASISWI nya sendiri. Mata Eva membola saat lelaki yang ada di depannya tampak mengusap bibirnya perlahan seolah tidak terjadi apapun.

“Dasar dosen Mes—”

“Bibir kamu ternyata manis, saya akan mencicipinya lagi di lain waktu dan di kesempatan yang akan datang.”

Tubuh Eva meluruh, tubuhnya ternodai oleh dosen menyebalkan seperti Zaidan. Mati sudah hidupnya sekarang ini. Bagaimana bisa ini terjadi pada dirinya. Zaidan yang melihat perempuan di depannya tampak lemas hanya menggeleng, setidaknya ia sudah mengetahui secara garis besar dari perempuan yang tidak memiliki pengalaman dengan lelaki.

Tangannya mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang disana.

“Okay! Zaidan terima anak Pak Herman, terserah kalian akan mengurusnya kapan tentang pernikahan ini. Zaidan akan menerimanya,”

To be continued..

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lies tya
seru ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status