Share

Bab 7

7

Ting Nong...

Suara bel berbunyi cukup nyaring sampai ke halaman belakang di mana kini Nani berada. Wanita gembul itu tengah memotong rumput yang sudah meninggi juga lebat.

Ia gelagapan dan berlari secepat yang dia bisa, sebab beban tubuhnya memberi efek sulit mengayunkan kaki.

Jantungnya mulai berdebar, kala pintu hendak di buka Nani. Takut, jika sang tuan terlalu lama menunggu di luar.

Namun, bukannya Majikan yang didapati, Nani malah dikejutkan oleh seorang wanita cantik yang usianya hampir sepantar dengannya.

"Maaf, mau cari siapa?" tanya Nani, saat wanita berambut panjang itu nyelonong masuk ke dalam rumah.

"Saya mau bertemu dengan pemilik rumah ini," jawab wanita itu dengan angkuh. Ia terlebih dahulu duduk di sofa sebelum di persilahkan.

"Kamu siapa? Pembantu baru, kah di rumah ini?"

"Iya, Bu. Saya masih baru bekerja di rumah ini."

"Oh. Kalau begitu, cepat kamu buatkan minuman untuk saya!" Bak seorang Nyonya, wanita itu meminta Nani untuk dibuatkan minuman.

Nani menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia merasa takut, jika wanita di depannya itu adalah orang jahat. Di situasi seperti ini membuat Nani kebingungan harus bersikap apa. Sementara dirinya belum mengenal wanita itu, dan ini pertama kalinya ia bekerja, takut salah mengambil langkah.

"Tenang! Kamu gak usah bingung. Saya ini dulunya seorang Nyonya di rumah ini. Yah, bisa di bilang, saya ini mantan isteri Tuan kamu."

Nani baru ber oh ria setelah di beritahu wanita yang mengaku mantan isteri tuannya itu.

"Sekarang tunggu apa lagi, sana panggil Darwan!" perintah Wanita itu tegas.

"B-baik, Bu."

"Eh, barusan kamu panggil saya apa? Ibu? Memangnya muka saya setua itu sampai kamu panggil saya ibu?"

Nani menggeleng takut. Wajahnya meringis tanpa mampu untuk menatap mata sang empu.

"Jangan panggil saya ibu. Saya gak senang dipanggil ibu."

"Terus, saya harus panggil apa?"

"Terserah! Yang pasti jangan panggil saya ibu!" Nani berpikir.

"Kamu panggil saya, Nyonya aja."

"Me-mengerti, Bu, eh, Nyonya."

"Haduh, terserah kamu mau sebut saya apa. Orang kampung mana ngerti."

Nani meringis lagi. Buru-buru melangkah naik ke lantai dua. Tapi ketika berada di tengah-tengah, Nani baru tersadar jika tuannya sedang tidak ada di rumah. Ia pun kembali turun menemui wanita itu.

"Maaf,tapi Bapaknya sedang pergi keluar," ucap Nani dengan nafas yang memburu.

"Keluar? Pergi kemana dia?"

"Saya sendiri kurang tahu Bu, eh, Nyonya!" Nani menggigit lidah. Menyadari kesalahannya dalam berucap.

Wanita itu tersenyum simpul seraya berdiri.

"Baik, kalau begitu saya titip undangan ini saja untuk Darwan, ya!" Nani menghampiri. Kemudian menerima surat undangan dari wanita itu.

"Berikan langsung pada Darwan, soalnya itu undangan pernikahan saya dengan calon suami baru," terang wanita itu menebarkan senyum kebanggaan. Nani ragu-ragu untuk mengangguk. Wanita itu melangkah maju ke depan dengan pelan.

"Saya sengaja ngasih undangan itu lebih awal, sebab saya ingin Darwan bisa bersiap untuk membawa calon istrinya juga, alias pengganti saya."

"Dan beritahu dia, jangan lupa bawa calon isteri barunya. Saya ingin bandingkan, lebih baik mana, saya atau wanita barunya itu!" Wanita itu tersenyum angkuh.

"Nanti saya akan beritahu, Bapak."

"Bagus!"

Beberapa saat wanita itu menatap sekeliling. Kakinya melangkah pada meja yang terpajang vas bunga berukuran mini.

"Ya ampun, ini dibersihin apa enggak sih?" Wanita itu mencolek bagian sisi meja yang di lihatnya terdapat banyak debu.

Nani gelagapan. Iapun menghampiri seraya melongok pada jari wanita itu.

"Di be-bersihkan ko, Bu!" Jantung Nani hampir copot rasanya. Seperti maling yang tertangkap basah oleh majikan. Meskipun ia tahu, wanita itu sudah bukan lagi Nyonya di rumah ini.

"Kalau saya masih berhak di rumah ini, saya jaminkan kamu langsung saya pecat, karena hasil kerja kamu yang kurang memuaskan. Lihat ini, kamu kira enak rumah masih kotor berdebu sementara pembantunya gak becus kerja. Apa kamu mau menebarkan penyakit?"

"Maaf, Bu, Nanti saya bersihkan lagi!" Nani lemas di ceramahi oleh wanita yang baru di temuinya. Bahkan Pak Naga sendiri tak pernah berkomentar apapun tentang pekerjaannya yang kurang rapi.

"Ko kamu malah minta maaf ke saya, ya kamu minta maaf dong sama yang punya rumah ini, kan dia yang bayar kamu, gimana sih,"

"Maaf sekali lagi, Bu!"

"Maaf, maaf terus. Bosen saya dengernya. Ya udah, saya langsung pulang aja. Minumannya gak usah dibuat. Terima kasih!"

Wanita cantik itu kemudian berlalu, keluar dari rumah. wajahnya tampak masam dan sedikit ditekuk. Meski dalam hatinya kesal, ia tak mau sampai terlihat jelek di mata orang lain. Aset terpentingnya saat ini adalah penampilan yang sempurna. Ia masih menjalani profesinya sebagai seorang model yang namanya belum setenar teman-teman seperjuangan.

-----

"Permisi Pak, ini saya ada titipan," ucap Nani saat Majikannya selesai makan malam.

Halis Darwan berkerut. Tertera jelas nama itu adalah nama bekas mantan isterinya. Rupanya dugaannya benar. Mantan isterinya itu akan menikah dengan selingkuhannya waktu itu.

Darwan memijat pelipisnya, dan membiarkan surat undangan itu tanpa peduli. Ia pun melirik Nani yang masih setia berdiri di sampingnya.

"Terima kasih ya, Nani?"

"Sama-sama, Pak!"

"Sama siapa dia kemari?"

"Sendirian, Pak!" Darwan mengangguk.

"Nyonya juga berpesan, katanya Bapak disuruh bawa calon isteri ke acara nikahannya,"

"Apa? Nyonya?" Darwan mengulang.

"Di suruh, Pak! Soalnya gak senang kalau saya panggil ibu," terang Nani seraya meringis malu. Sementara Darwan sendiri menertawakan.

"Buat apa kamu nurut, dia itu sekarang bukan siapa-siapa di rumah ini."

"Hehe, saya cuma menghargai permintaan tamu, Pak!" jelas Nani menunduk.

"Saya suka dengan kerja kamu. Semoga kamu makin betah di sini ya?"

"Iya, Pak!"

Darwan terdiam sejenak.

"Soal pasangan, itu saya gak tahu. Entah akan hadir atau enggak ke acara itu, Toh saya juga gak begitu peduli dengannya. Tapi semoga saja saya bisa mengabulkan keinginannya. Biar dia merasa puas."

"Bapak gak perlu khawatir. Bapak itu orangnya baik, ganteng mana mungkin gak dapat penggantinya. Kalau perlu saya siap adakan sayembara mencari calon istri untuk bapak," ucap Nani sontak membuat Darwan tertawa.

"Kamu bisa aja. Ya, gak begitu juga maksud saya. Ini bukan soal pengganti, tapi lebih tepat saya sudah gak ingin bertemu lagi dengan dia. Karena terlanjur sakit hati dan kecewa."

"Kalau itu saya bisa maklum," cicit Nani.

Sebagai seseorang yang pernah tersakiti, Nani tahu betul rasanya dikecewakan seperti apa. Maka dari itu ia bisa memaklumi alasan tuannya yang tidak mau mengenal lagi atau bertemu tatap dengan mantan istrinya itu.

"Kamu, pasti sudah tahu cerita tentang hancurnya rumah tangga saya?"

"Iya, Pak! Maaf!"

"Gak masalah. Toh, semua orang memang sudah tahu."

"Kalau begitu, terima kasih, ya untuk makan malam hari ini? Masakan kamu enak sekali, saya suka."

"Sama-sama, Pak!"

Nani amat bersyukur bisa mendapatkan majikan sebaik Darwan. Ia berharap bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status