Malam sudah larut. Daniel sudah merasa bosan, beberapa kali ia menghafal kalimat ijab qabul hingga di luar kepala. Ia juga sudah berlatih membaca surat AR-Rahman. Intinya persiapan untuk walimah sudah rampung. Seharusnya ia istirahat karena esok acara pernikahan digelar. Namun ia menjadi terjaga dan rasa kantuk menghilang. Ia diserbu gelisah dan kecewa saat bersamaan. Awalnya, Daniel merasa terbang mengawang-awang lalu tiba-tiba tubuhnya terhempas dari ketinggian. Pria itu jatuh dari langit langsung terjun bebas ke dalam ngarai. Ia teramat bahagia ketika Aruni-sang calon mama mertua mengijinkannya mempercepat pernikahan mereka. Namun ketika ia mengingat percakapan secara pribadi di resort di mana mereka sedang mendekorasi tempat acara tadi, Daniel terlihat kecewa. “Maaf, kuliah Salwa tinggal satu semester atau dua semester. Ummi harap Salwa jangan sampai hamil dulu. Maaf, ini urusan pribadi kalian, tapi ini juga demi kebaikan kalian. Terutama kuliah Salwa jangan sampai berantakan.”
Air mata menetes begitu saja dari pelupuk mata Daniel. Sumpah demi apapun, Daniel merasa bersyukur karena bisa meminang kekasihnya setelah perjuangan panjang yang ia lakukan.Dengan penuh antusias, Daniel Dash meraih kotak hitam beludru berisi cincin nikah mereka. Ia membukanya perlahan dan langsung akan meraih tangan istrinya.Namun, gadis itu sama sekali tidak mengulurkan tangannya. Ia malah meremat jari jemarinya sendiri saking dilanda gugup luar biasaSalwa menunduk dalam. Perasaannya campur aduk. Terharu dan malu hingga tanpa sadar ia menitikan air mata.“Sayang, pinjam tanganmu dong! Mas mau pasangin cincinnya.”Daniel berkata dengan nada lembut.Salwa pun mengulurkan tangannya dengan perasaan yang tak karuan. Gadis tomboi itu memang tak terbiasa bersentuhan dengan lawan jenis kendati sering bertarung dengan para pria.Namun untuk urusan romantisme ia bernilai nol besar. Ia mendadak takut ketika pemuda yang kini telah menjadi suami sahnya itu menyentuhnya.“Salwa, tangannya!” S
Acara pernikahan telah usai lebih awal karena dalam agenda acara tidak ada perayaan apapun, selain akad pernikahan, sesi dokumentasi foto dan menyantap hidangan yang dimasak oleh chef.Sebagian anggota keluarga memilih pulang, kecuali anggota keluarga inti yaitu keluarga sepasang pengantin. Keluarga kecil Nuha dan Darren memilih pulang. Nuha sedang sakit sehingga akan segera pergi ke dokter.“Kenapa belum mandi?” tanya Daniel yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk bathrobe, rambut yang basah berantakan terkesan aur-auran namun terlihat seksi.Alih-alih menjawab pertanyaan Daniel, Salwa yang kini telah menyandang status seorang istri memalingkan wajahnya. Ia masih belum terbiasa berada di dalam satu ruangan bersama Daniel-yang kini sudah menjadi suaminya.“Sayang, cepetan mandi! Gerah tau! Katanya tadi pengen cepat ganti baju.”Daniel berjalan mendekatinya. Salwa tengah duduk di tepi ranjang, memainkan jari jemarinya gelisah.Daniel tahu betul bahasa tubuh ist
Malam terasa lama dan menegangkan bagi sepasang suami istri yang baru saja melaksanakan akad ijab qabul tadi siang. Sehabis berjalan-jalan di sekitar resort lalu menikmati pizza, mereka berdua memutuskan untuk kembali ke kamar.Ke duanya naik ke atas ranjang namun berjarak seakan-akan mereka adalah orang asing. Daniel sebetulnya sama sekali tidak merasa gugup berada di sisi istrinya. Hanya saja, ia tengah mencari cara bagaimana mendekati istrinya agar tidak tegang saat bersamanya.Bukankah seorang pria harus lebih dulu berinisiatif?Salwa membaringkan tubuhnya di tepi ranjang, menyisakan ruang tengah di antara mereka. Tatapannya terpacak pada plafon ruangan itu, ke dua tangannya memeluk Rain dengan perasaan yang tak menentu. Daniel memiringkan tubuhnya sembari mengamati istrinya yang terlihat diam. Sungguh, tak seperti biasanya gadis itu tampak lugu.Namun di mata Daniel, ia tampak menggemaskan. Keinginan untuk mereguk malam pertama surut. Ada hal yang lebih penting dari itu semua. I
Neng Mas begitu antusias saat tahu jika sosok penelepon ialah sosok yang sangat ia rindukan dan cemaskan. Betapa tidak, sosok itu pergi jauh dengan kondisi yang tak jelas. Apakah berada di jalur yang benar atau keliru. Di mana tempat tinggalnya dan dengan siapa ia tinggal. Tidak ada informasi yang jelas tentang keberadaannya.[Jangan tertawa! Kalau tertawa kau jelek!]Neng Mas mencibir saat mendengar tawa dari bibir pria yang dirindukannya. Jauh panggang dari api, perasaannya begitu membuncah saat mendengarnya. Mendengar suaranya melelehlah air mata itu. Namun ia pandai menyembunyikan kesedihannya itu.Hanya mendengar suaranya sungguh telah membuat hatinya berdesir bahagia dan lega sekaligus. Sesungguhnya di balik keceriaan yang tampak dari luar terselip kesedihan yang ia simpan rapat-rapat. Kesedihan karena hubungannya dengan pria yang dicintainya tak normal seperti orang lain.Hanya pria itu yang bisa menghubunginya sewaktu-waktu sedangkan Neng Mas tak bisa. Hubungannya tidak jelas.
Salwa berjalan seperti biasa agak terburu-buru. Ia meninggalkan Daniel begitu saja hingga membuat suaminya itu bad mood pagi hari. Mereka baru turun ke lantai dasar karena akan menyantap sarapan pagi di restoran resort. Begitu ia tiba di tempat makan, mata gadis itu membola dan seketika menelan saliva yang terasa kerontang. Perutnya bergemuruh lapar. Beberapa kali ia menjilati bibirnya. Tak peduli dengan siapapun. Ia hanya ingin makan. Di meja prasmanan ada banyak hidangan yang disajikan chef yang terdiri dari bubur nasi, bubur kacang, bubur sumsum, nasi goreng, nasi putih lengkap dengan lauk pauknya, roti panggang panekuk dan masih banyak makanan lainnya. Gadis itu kebingungan mau memilih yang mana. “Mbak, biar saya bawakan. Mbak hanya tinggal katakan apa yang Mbak mau.” Seorang pelayan langsung dengan sigap menyambut kedatangan pengantin wanita. Tentu saja, resort itu biasanya disewakan untuk para wisatawan. Namun khusus hari itu, resort dikosongkan karena digunakan untuk acar
Hari ini saatnya pengantin baru pulang ke rumah setelah menghabiskan tiga hari berada di resort. Mereka tengah bersiap-siap melakukan packing pakaian ke dalam koper siang itu. Seharusnya mereka menghabiskan waktu lebih lama namun karena desakan pekerjaan, mereka mau tak mau harus kembali pada aktifitas normal mereka. Daniel Dash bekerja kembali ke kantor. Sementara itu, Salwa Salsabila kembali pada rutinitasnya magang di klinik kantor suaminya. Hanya saja, Salwa tengah dilanda dilema. Ia merasa tak tega meninggalkan sahabatnya untuk tinggal di messan sendiri. Memang di luar rencana dirinya akan menikah dalam waktu dekat. Usai mengemas pakaian, mereka duduk di sofa berdekatan. Maklum pengantin baru. Sang suami sangat agresif. Ia terus menempel bagai perangko. Saat ini Salwa berencana membahas kegundahan hatinya pada sang suami. Termasuk membahas di mana mereka akan tinggal setelah menikah mengingat Salwa masih harus kuliah. “Duduk di sini!” titah Daniel menepuk-nepuk pahanya. Sal
“Ayah, Ibu sakit apa? Dari tadi muntah terus?” Farah kecil menghampiri sang ayah yang tengah duduk di ruang tamu sembari menggulir layar macbook miliknya. Ia tengah memeriksa neraca keuangan perusahaan.Mendengar pertanyaan gadis kecilnya, Darren menoleh lalu menaruh macbook miliknya sebelum menjawab pertanyaannya.“Sini! Duduk!” imbuh Darren begitu lembut pada putrinya. Farah mengambil tempat duduk di samping ayahnya dengan tangan memeluk boneka kesayangannya dan memainkan kakinya.“Ibu sekarang sakit apa ya …”Darren bingung mau menjelaskan apa. Sebetulnya Nuha sedang hamil muda. Usia kandungannya mulai memasuki bulan ke dua. Namun Nuha belum mau mengatakan kehamilannya pada siapapun termasuk pada putra-putri mereka. Hanya Darren lah yang mengetahui kehamilannya.“Ibu sedang mual dan muntah,” lanjut Darren kemudian. Ia ingin Nuha sendiri yang mengabari kehamilannya pada mereka.“Aku tahu, Ayah. Aku bertanya sakit apa Ibu?” tanya Farah belum puas dengan jawaban sang ayah.Seorang wa