Share

8. Aku Akan Menendangmu

"Dia sungguh menggerakkan tangannya?" Manik Mr. Amstrong berkaca-kaca. Ini kabar bagus, amat sangat bagus menurutnya.

"Katakan jika bocah tengil itu sungguh bisa menggerakkan tangannya, Sofia?"

Sofia tersenyum, ia sudah biasa menghadapi keluarga pasiennya yang langsung bersemangat begitu ada kemajuan pada diri pasien walau hanya setitik.

"Uncle, dari awal, Aland mengatakan bahwa tangannya memang tidak mempunyai masalah. Hanya suka kebas dan terasa berat. Akhirnya ia memilih untuk tidak menggerakkan tangannya. Seperti yang Uncle katakan, Aland tidak mempunyai semangat untuk hidup, bunuh diri secara perlahan adalah misinya dan ia berpikir untuk melumpuhkan dirinya secara total. Cara yang dia lakukan mungkin hampir berhasil, nyatanya dia tidak menggunakan tangannya selama ini. Ini kali pertama dalam satu tahun terakhir, tangan itu kembali melakukan apa yang dia inginkan."

Tidak seperti kakinya yang sudah lumpuh setelah hampir tiga tahun, nasib tangan Aland memburuk satu tahun terakhir ini.

"Aku punya firasat bahwa kita akan melihat tangan itu kembali bekerja dengan di luar semestinya," Sofia berkelakar. Yang ia maksud bahwa Aland akan lebih sering mencampakkan ataupun menghancurkan benda yang berada dalam jangkauannya.

"Itu lebih baik menurutku," Mr. Amstrong menjawab dengan antusias. "Daripada ia benar-benar melakoni peran sebagai mayat hidup dengan sangat totalitas. Sofia, aku percaya Tuhan benar-benar mengirimmu untuk kesembuhan Aland. Apa kamu masih menolak lamaran kami?"

Sofia tertawa, Mr. Amstrong ternyata belum menyerah untuk menjadikannya anak menantu.

"Aku belum siap untuk menikah, Uncle."

"Katakan kalau kau sudah siap. Aland suami yang baik yang memang sedikit keras kepala."

"Sangat keras kepala, Uncle." Koreksinya dengan segera.

Mr. Amstrong tertawa, "Aku yakin bahwa kau dan dia akan menjadi pasangan yang cocok."

"Cocok sebagai rival, mungkin."

"Dia sangat menawan."

"Percayalah, Uncle, aku tidak meragukannya sedikit pun."

"Menurutmu dia memang rupawan?"

"Hanya gadis buta yang tidak menyadari hal itu. Dia mewarisi ketampanan itu darimu, Uncle."

Mr. Amstrong tertawa renyah mendengar pujian Sofia dan dia cukup tersentuh. Dia sangat mencintai putranya, jadi saat ada yang menyamakan dirinya dengan Aland, ada kebanggaan tersendiri dalam benaknya.

"Jadi, kenapa?" Kali ini Mr. Amstrong bertanya dengan serius. Ia sangat menyukai Sofia, menyayangi gadis itu dan dia yakin tidak butuh waktu lama bagi putranya untuk merasakan hal yang sama.

"Uncle, ini pemerasan." Dan yang paling disukai Mr. Amstrong adalah sikap teguh gadis itu. Sofia tidak akan takut menyuarakan isi pikirannya. Dan Mr. Amstrong tahu pengalaman hidup lah yang membentuk Sofia menjadi sedikit keras terhadap diri sendiri.

"Penolakan harus disertai dengan penjelasan masuk akal," Mr. Amstrong terkadang juga sangat keras kepala jika keinginannya tidak terpenuhi.

Sofia memandangi pria yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri. Jika bukan karena keluarga Amstrong, mungkin sudah lama Sofia tidak memberi hormat pada makhluk berjenis kelamin pria. Dia tidak mempunyai pengalaman manis dengan yang namanya pria. Bahkan pria yang mempunyai andil besar atas kelahirannya ke dunia yang fana ini tidak pernah menganggapnya penting. Ayahnya selalu memberikan kepahitan.

Sofia tahu bahwa Mr. Amstrong kecewa atas penolakannya. Ia juga merasa tidak tega. Tapi, Sofia merasa jika dia menerima lamaran ini hanya untuk menyenangkan hati Mr. Amstrong, ke depannya dia tidak akan sanggup menghadapi resikonya. Lagi pula yang paling penting saat ini bukankah kesehatan Aland.

"Kurasa tidak ada cinta antara aku dan Aland sudah cukup menjadi alasan. Ikatan suci setidaknya harus berlandaskan itu, Uncle."

Mr. Amstrong merenungi jawaban bijak Sofia. Gadis belia yang dulu dirawatnya, sekarang benar-benar sudah dewasa.

"Persahabatan, rasa hormat, bisa menjadi awal yang baik untuk memulai suatu hubungan. Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu."

"Persahabatan? Jelas aku dan Aland bukan sahabat, Uncle. Di matanya aku tidak lebih dari seekor monyet betina yang menyusup masuk ke kebun mencuri mangganya. Aku tidak lebih dari seorang gadis pelayan yang diam-diam menguasai dapur. Aku tidak lebih dari seorang gadis belia yang bisa ia perintah bersama teman-temannya. Itulah aku di matanya, Uncle. Bahkan, aku dianggap pengacau saat tanpa sengaja merusak momen kebersamaannya dengan Julia. Tidak ada persahabatan antara aku dan dia, Uncle. Kami memandang satu sama lain dengan cara yang berbeda. Tidak ada rasa hormat. Andai aku menyisakan rasa hormat pada dirinya, itu karena dia adalah putramu."

"Jadi, seperti apa kau memandangnya?" Mr. Amstrong melayangkan pertanyaan jebakan. Pria tua itu menggarisbawahi kata berbeda. Berbeda seperti apa yang dimaksud Sofia.

Sayangnya, Sofia memang tumbuh dengan baik. Gadis itu sangat cerdas. Dengan tenang Sofia menjawab, "Dia tidak lebih dari seorang pasien di mataku, Uncle. Aku memiliki tanggungjawab untuk kesembuhannya."

"Sepertinya aku tidak akan pernah bisa membujukmu." Mr. Amstrong akhirnya menyerah. Keteguhan Sofia tidak tergoyahkan.

Sofia beranjak dari kursinya, "Kudengar Uncle akan pergi memancing, aku tidak akan menahanmu di sini."

"Ya." Seketika Mr. Amstrong ingat janjinya dan melihat arlojinya. "Jam sepuluh kami akan pergi."

"Selamat bersenang-senang kalau begitu."

"Kau akan menemuinya lagi?"

"Ya, aku sudah mengatakan bahwa akan ada latihan selanjutnya. Aku penasaran apa yang dia lakukan dengan tangannya nanti."

"Dia tidak akan melukaimu." Mr. Amstrong tidak yakin dengan ucapannya sendiri mengingat tempramen Aland yang sangt buruk sejak putranya itu mengalami kelumpuhan.

"Aku percaya dia tidak akan melukai wanita, Uncle." Semua menenangkan walau dalam hatinya memiliki keraguan sebesar keraguan yang dirasaka Mr. Amstrong. Sampai sekarang Sofia masih bertanya-tanya apa yang terjadi pada perawat yang tempo hari keluar dari kamar Aland dengan bibir yang terluka. Sangat tidak mungkin jika wanita itu dengan sengaja melukai diri sendiri.

***

Sofia mengetuk dua kali, tidak ada jawaban perintah untuk masuk Dan Sofia sudah menduga hal itu. Aland tidak akan mempersilakannya masuk karena hadirnya memang tidak dibutuhkan pria itu.

Andai Aland bisa berjalan, Sofia tidak akan ragu jika pria itu akan dengan sangat tega menyeretnya untuk keluar.

Sofia mendorong pintu dan tatapan laser Aland sudah menyambutnya. Pria itu duduk persis menghadap pintu masuk. Seperti monster yang siap melahap mangsanya.

"Hai," Sofia menyapa riang, menyembunyikan rasa gugupnya. Percayalah, sulit untuk mengabaikan tatapan membunuh pria itu.

"Beraninya kau..."

"Selamat." Sofia menyela dan kali ini dia berkata dengan lebih riang disertai dengan senyum tulus. "Selamat untuk tanganmu. Tidakkah kau merasa pijitanku memang seajaib itu."

Aland menyeringai sinis, "sudah kuduga kau akan besar kepala hanya karena perkara tangan."

"Itu kemajuan." Sebenarnya Sofia tidak menganggap itu kemajuan, karena Aland sendiri mengatakan tangannya terasa berat dan kebas, tidak benar-benar lumpuh seperti bagian kakinya.

"Kemajuan jika aku sudah bisa menendang bokongmu dengan kakiku!"

Sofia membeliak, pura-pura kaget dengan ucapan Aland. "Sebentar lagi, kau akan bisa berjalan sebentar lagi. Tapi, tidakkah menendang bokongku sangat tidak sopan."

"Persetan."

"Baiklah, demi bisa menendang bokongku, mari kita latihan lagi. Jadikan itu acuan." Sofia tersenyum manis. Senyum yang dianggap Aland seperti sedang meremehkannya.

"Kau ingin kubantu mendorong kursi rodamu atau kau bisa menggerakkannya sendiri."

"Apa gunanya pelayan." Sarkas Aland dengan wajah sangat menyebalkan.

"Baiklah, Tuan angkuh yang menyebalkan, aku akan membantumu. Kita akan bermain di kolam."

Sofia hampir tertawa melihat wajah Aland yang mendadak panik dan pucat.

"Ko-kolam, sialan kau, Sofi!" Ia benci dirinya saat gugup. "Kau ingin menenggelamkanku?!!"

"Jika mau, aku juga bisa mendorongmu dari kursi roda ini hingga berguling-guling. Jadi, berhenti bersikap menyebalkan. Di sini akulah yang berkuasa. Kau tidak berhak bersikap sinis padaku."

"Wuah, aku terkejut dengan ketegasan dan keangkuhanmu."

"Sudah seharusnya kau terkejut."

Alamd mengerjap, ia benar-benar terkejut secara harfiah bukan cuma kiasan semata. "Kau memberiku perintah?"

"Aku memberimu peringatan. Semakin kau bekerja sama, semakin semuanya mudah. Kau mungkin muak denganku, percayalah, sesungguhnya aku lebih muak denganmu!"

Dan kalimat terakhir Sofia membuat Aland tersentak, seperti ada tinju yang menghantam tepat di ulu hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status