Share

Siswa Baru, Ternyata Dia

“Eh, dia sekolah dsini juga?” gumamku lirih.

“Dia? Dia siapa Ty?”usut Lusi yang samar-samar mendengar perkataanku sambil celingukan melihat sosok yang aku dimaksud.

Sedangkan Dewi masih sibuk mengerjakan PR, eh ... menyalin PR-ku dalam buku tugasnya. Bell sekolah berbunyi, menandakan dimuainya pelajaran hari ini. Dewi pun mulai mempercepat menyalinnya.

 Teeettt.. [Bel masuk berbunyi]

Semua anak sudah berkumpul dan duduk di bangkunya masing-masing sambil menunggu guru mata pelajaran datang. Oia, aku sekolah di SMU swasta favorite di kota Semarang, berakreditasi A. Itu sebabnya sekolahku mempunyai peratuaran dan disiplin yang lumayan ketat, tapi tak seketat pakaian renang para model bikini.

Tak berselang lama bell berbunyi, Pak Cipto selaku guru mata pelajaran sejarah, beliau juga merupakan wali kelas kami datang bersama seorang anak, ya bisa ditebak itu anak baru.

“Assalamu'alaikum anak-anak.” Pak Cipto menyapa para muridnya.

"Wa'alaikumsalam Pak Guru," jawab siswa-siswi di kelas secara kompak, walau tidak semua siswa ngejawab salam Pak Cipto.

“Ini ada anak baru pindahan dari Jakarta, ayo nak perkenalkan diri kamu,” lanjut Pak Cipto sambil mempersilahkan Rendra memperkenalkan diri.

“Assalamu'alaikum, nama saya Rendra pindahan dari kota Jakarta.” Rendra memperkenalkan diri secara singkat.

“Ok, baik. Rendra bisa duduk di ... loh gak ada bangku kosong yah?” kata Pak Cipto celingukan mencari bangku yang masih tak berpenghuni. Namun, nihil karena semua bangku sudah terisi oleh para siswa.

“Ya iya lah pak, bangku di kelas ini ya udah dipasin sama murid. Klo kosong bisa nyeremin, kaya film horror bangku kosong itu iihh...,” celetuk Dika dari belakang disusul tawa riuh dari siswa seisi kelas.

"Sudah ... sudah. Kalo begitu Dika, tolong bantu Rendra bawakan bangku beserta mejanya dari gudang,” titah Pak Cipto menyuruh Dika.

"Hmm... Baik, Pak,” sahut Dika sedikit malas, sambil berjalan dan mengandeng tangan Rendra, menarik melaju beramanya. “Ayo, kamu juga ngikut gotongin. Enak aja,”lanjut ucap Dika.

Rendra pun pasrah digandeng tangannya oleh Dika menuju keluar kelas. Ketika sudah berada diluar kelas, Dika baru melepaskan tangan Rendra dari gandengannya. Kemudian mereka pun berjalan di koridor kelas menuju gudang sekolah.

“Eh, siapa nama loe? Rendra ya? Ko bisa pindah ke sini? Emang kenapa?”cerocos dika menginterogasi Rendra.

“Oh, itu. Ayahku dipindah tugaskan ke sini jadi saya ngikut dah pindah,” jawab Rendra singkat namun padat bak wesel pos.

Mereka akhirnya sampai juga di gudang, sebelumnya Dika minta ijin dulu ke petugas sekolah akan ngambil kursi untuk siswa baru yang tak lain  Rendra.

“Mang.. Mang Aming, minta kunci gudang dong,” teriak Dika sambil tangannya melambai-lambai memanggil Pak Aming yang sedang membersihkan rumput taman tak jauh dari gudang.

“Iya den Dika, ada apa?” ucap pak Aming seraya mendekat ke hadapan Dika.

“Kunci, mana kunci. Ne ada anak baru mau ngambil kursi,” kata Dika sembari salah satu  tangannya menengadah rendah arti meminta kunci.

“Oh, ada anak baru. Siapa Den dan dari mana?” Pak Aming basa-basi bertanya pada Rendra, setelah memberikan kunci disakunya pada dika.

“Hmm..kepo!” kata Dika sambil membuka pintu gudang.

“Saya Rendra Pak, pindahan dari Jakarta,’ kata Rendra sopan menjawab pertanyaan Pak Aming, tukang kebun sekolah.

“Woy, sini! Neh angkat itu meja, malah asyik ngobrol. hmm ... tak tendang sisan ki loh.” kata Dika kesal hingga logat medhoknya keluar.

“Eh, iya... iya,” ucap Rendra seraya menghampiri meja yang dimaksud Dika.

“Sini tak bantu Den.” Pak Aming menawarkan bantuan sambil bebarengan mengankat meja dengan Rendra menuju ke ruang kelas.

Pelajaran pun berlanjut hingga terdengar bunyi bell.

Teettt...teettt...  [ bel istirahat berbunyi ]

Seisi kelas menjadi riuh bersamaan dengan bell yang menandakan istirahat sekolah.

“Ndra, kekantin yuk,” ajak Dika sambil menepuk bahu Rendra.

Merekapun langsung bergegas ke kantin, Dika tampak semangat karena mempunyai misi. Ia misi mau minta traktir Rendra sebagai salam perkenalan, dan sebagai upah karena sudah membantu mengangkat bangku ujarnya. Dan sesampainya di kantin mulai lah Dika dengan aksinya.

“Ndra, loe kan anak baru. Traktir dong, kn gue juga tadi dah ngebantu bawaiin bangku buat lo. Boleh yah, cuman mie ayam doang sama es teh ko,”pinta dika.

“Boleh, pesen dua sekalian yah sama gue,” balas Rendra sambil mengacungka dua jari bak simbol peace.

“Siap boss,” sahut Dika girang dapat gratisan.

Tak jauh dari Rendra dan Dika yang sedang menikmati mie ayam mereka, terlihat trio kwek-kwek yang tak lain aku, Lusi dan Dewi yang sedang bercengkrama sambil sesekali memakan jajanan yang mereka beli.

“Eh, liat itu si Tya. Itu cewe yang item manis yang pake bando. Manis yah dia, dia incaranku dari kelas satu jangan macem-macem loh.” kata Dika sambil mengepal tangan didepan muka Rendra, Rendra hanya tersenyum.

Dika memang suka padaku, menurut penuturan dia, aku sosok yang unik, entah apa maksudnya. Dan beberapa kali Dika mendekatiku dan sempat menyatakan perasaannya tapi ku balas dengan persahabatan saja, enakan temenan aja kataku.

Namun begitu Dika masih kekeh mengejarku. Menurut dia, aku adalah cinta pertamanya, dan Dika sulit melupakanku, selalu ingin berusaha memenangkan hatiku.

“Itu saja buat lo tuh, si Lusi. Cocok loh! Cakep kan dia, dah putih langsing dan rambut terurai indah, perfect bgt pokoknya. Tapi anehnya ku kurang tertarik. Gak ada aura gimana gt,” lanjut cerocos Dika kepada Rendra

Sesekaliku mencuri pandang pada Rendra dan begitu pula dengan Rendra yang aku lihat.

“Kayaknya aku pernah liat anak baru itu dimana yah?” kata Dewi mengingat-ingat sembari mulutnya masih menguyah jajanan kantin.

“Dimana Wi?” balas Lusi, sedangkan aku hanya diam seribu kata,“Eh, dilihat-lihat anak baru itu, ok juga yah. Ganteng.” Lusi yang mulai terpesona dengan wajah Rendra.

Bell masuk pun berbunyi, semua siswa bergegas menghabiskan jajanan mereka dan kembali kekelas masing-masing.

Teettt... [ bel masuk berbunyi ]

Sejak jam istirahat Lusi tak henti memandangi Rendra. Ketertarikannya pada Rendra terang-terangan dia jabarkan dari perilakunya.

“Eh Ty, gimana yah klo cwe nembak cwo?” tanya Lusi menengok kebelakang yang memang bangku dia tepat didepan bangkuku.

“Heh, aku kaga ngerti. Pernah nembak juga enggak. Lagian loe ini baru liat masa langsung nembak,” balasku sambil cuek, menyalin tulisan di papan tulis ke buku catatanku.

“Hee, jangan berisik. Gak tau apa Bu Tika galaknya minta ampun. Brisik bisa kena gampar loh kalian berdua.” Dewi memperingatkan aku dan Lusi agar tidak bercakap saat pelajaran Bu Tika, karena Bu Tika galaknya minta ampun.

Akhirnya pun jam sekolah berakhir. Dewi dan Lusi pulang berboncengan karena memang mereka satu arah dengan menggunakan matic milik Lusi, keluaran terbaru.

Sedangkan aku menunggu jemputan Kak Andi yang belum kunjung datang juga, sembari aku menunggu angkot, kali-kanli tak ada jemputan. Memang kalau Kak Andi tidak menjemput, aku memang sudah terbiasa pulang naik angkot, walau terkadang menunggu lama. Tapi karena Kak Andi sudah berjanji menjemput sehingga aku menunggu jemputan kakak, meski sudah ada angkotan kota yang melintasi komplek perumahanku.

Ttttt..ttt... [ Ponsel bergetar ]

Ponselku bergetar, dengan sigap aku mengangkat panggilan dari Kak Andi. “Apa gak jadi jemput?” seruku  menjawab pesan suara dari sambungan diseberang telepon, sambil menutup telinga satunya karena suasana riuh para siswa pulang dan keluar dari gerbang.

“Maapin De, motor Kak Andi mogok,” ucap Kak Andi disebrang ponsel.

“Ya udah gak papa, biar aku naik angkot saja,” timpalku sedikit kecewa sembari menutup panggilan telepon, lesu.

Tak disangka Rendra mendengar percakapaku dengan kak Andi lewat ponsel tadi, karena qkj*, jalan searah, Rendra menawarkan tumpangan kepada Tya.

“Kakak loe gak jadi jemput?” sapa Rendra mengagetkan Tya.

“Eh, iya.” Tya menjawab gugup.

“Yuk bareng, kita kan satu arah?” Rendra menawarkan aku agar pulang bersama dengan dirinya.

“Ah, gak usah. Biar aku naik angkot saja. Dah biasa ko,” balas Tya.

“Udah, ayo naik sekalian ngirit ongkos gt,” ucap Rendra sambil menepuk jok motor bagian belakang sebagai kode, dan disusulku menghampiri dan berkata “Gak papa neh, gak ngerepotin?"

Rendra tertawa “Ya enggak lah, kan sekalian. Gak muter-muter kan? lagian rumah kita kan hadap-hadapan,” ujar Rendra sambil memutar gas motornya. Mereka pun melaju membelah jalan raya.

“Nama kamu Tya yah?” kata Rendra memecah keheningan yang sedari perjalanan tadi mereka hanya diam membisu.

“Ko tau, dari siapa? Ngepoin yah?” jawabku seraya memegang pipinya yang mulai memerah karena malu.

“Ih pede banget, itu si Dika tadi cerita geng Trio Kwek-kwek.”Rendra sambil tertawa.

"Ih, rese Dika. Cerita apa aja dia?" tanya Tya menyelidik.

"Ada deh," jawab Rendra singkat sambil tersenyum.

Akhirnya mereka pun sampai didepan halaman rumah Tya.

“Udah sampai, makasih yah atas tumpangannya,” ucapku sembari turun dari motor Rendra.

“Iya, sama-sama,” balas Rendra sembari membelokkan motornya menuju rumah disebrangnya, yang tak lain adalah rumah barunya. 

“Assalamu’alaikum,” aku mengucap salam sambil membuka pintu rumah.

“Wa'alaikumsalam.” jawab Bu Mirna.

“Tadi itu motor kakamu mogok. Kak Andi lagi  di bengkel sebrang, pas perempatan itu," ucap Bu Mirna bercerita tak kala aku datang menghampiri dan bersalaman pada beliau. "Eh tadi kayaknya ada suara motor didepan, dianter ma siapa?” selidik Bu Mirna kepada anaknya.

“Eh, itu. Rendra tetangga baru ternyata satu sekolahan sama Tya, Mah. Sekelas lagi,” jawabku sembari menerangkan tentang Rendra si tetangga baru.

“Oia, mama tau seh tatangga baru. Siapa namanya Pak Anton pindahan dari Jakarta. Kata papah, Pak Anton juga temen sekantornya. Mutasi dari kantor pusat gitu katanya. Tapi mamah ko baru tau dia punya anak seumuran sama kamu, bisa pas gitu yah.” Bu Mirna menjelaskan sambil tersenyum-senyum.

“Ih, mamah apaan seh, senyum-senyum gitu.” tya sambil mengambil minuman kaleng dari lemari es dan menengguknya.

“Nggak, lucu aja ko bisa pas gitu. Dah sana ganti baju,” kata Bu Mirna sambil mendorongku tuk segera ganti baju seragam.

Sesampainya dikamar, aku langsung mengintip kamar Rendra yang tepat dsebrang kamarku, Rendra melihat tingkahku sembari tersenyum. Dengan sekejap aku langsung menutup tirai dan menepuk jidatku, salah tingkah akan kelakuanku.

“Aduh, apa kata dia? Dikira aku suka merhatiin dia, ihhh nanti dia kePeDe-an lagi.” gumam Tya dalam hati yang tak mengakui bahwa memang dia sedang mengintai kegiatan Rendra.

💕💕💕

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status