"Hari ini tolong temani aku meeting dengan klien!" Ucap Ardhiansyah pada Rahayu yang terlihat sedang asyik mengotak-atik handphone nya. Rahayu cukup kaget karena tidak tahu kapan datangnya Ardhi hingga tiba-tiba sudah berada di dekatnya. "Saya Pak?" Tanya Rahayu memastikan. "Tidak ada orang lain di sini kan? ya jelas kamu lah!" Jawab Ardhiansyah sedikit membentak. Rahayu baru tahu ternyata Ardhi tak seramah yang ia kira. Waktu memang belum menunjukan pukul delapan pagi, artinya belum memasuki jam kerja. Wajar jika belum banyak karyawan yang datang. Itu sebabnya Rahayu berada di ruang kerjanya sendirian. "Bapak tidak salah ajak saya bertemu klien? saya ini manager HRD bukan marketing?!" Protes Rahayu. Dia memang tak pernah menemui klien selama ini. Tugasnya lebih banyak mengurus masalah kepegawaian dan urusan internal perusahaan. "Tapi papa bilang kamu yang paling tahu tentang seluk-beluk perusahaan ini. Tak ada salahnya kamu mempelajari semuanya. Sekarang cepatlah bersiap-siap,
Lalu Rahayu beralih ke kamera cctv lainya yang terletak di ruang keluarga, di sana terlihat tak ada siapa-siapa. Kamar Ibu mertuanya juga terlihat tertutup. Mungkin Ibu sedang di kamar atau pergi bersama geng sosialitanya. Rahayu tak begitu memusingkan hal tersebut. "Ekhem" Ardhi yang merasa dicueki berdehem sambil menyetir saat melihat Rahayu serius menatap layar handphone sementara dirinya menyetir. Rahayu reflek segera menghentikan aktivitasnya memantau cctv rumah, lalu memasukan handphone nya ke dalam saku. Ia paham perilakunya kurang sopan karena Ardhi sebagai bosnya sedang menyetir sementara dirinya malah asyik pada handphonenya. "Maaf Pak" ucap Rahayu merasa bersalah. "Nontonin apa'an sih, seru banget!" Sindir Ardhi, membuat Rahayu merasa semakin tak enak hati. "Eh enggak Pak, bukan apa-apa!" Ucap Rahayu berbohong. "Sebentar lagi kita sampai di klien. Kamu harus bisa membantuku presentasi tentang perusahaan kita, ma
Rahayu segera memasuki mobil bersama Ardhian setelah acara presentasi selesai. Hari sudah cukup siang dan waktu makan siang pun sudah terlewat karena tadi terlalu asyik mengobrol dengan calon customer.Tak sabar, Rahayu segera mengeluarkan handphone yang ia simpan di dalam tasnya. Entah kenapa perasaanya mengarahkan Rahayu untuk selalu memantau cctv yang baru dia pasang secara sembunyi-sembunyi tadi malam.Ardhi melirik kelakuan Rahayu yang memainkan handphone sementara dia sebagai pemilik perusahaan mala menyetir mobil. "Enak banget yah disupirin sama bos!" Ucap Ardhi menyindir Rahayu."Bapak mau saya yang bawa mobil?" Jawab Rahayu, tanganya masih memegang handphone karena belum berniat menghentikan aktivitasnya memantau cctv sebelum melihat keadaan rumah."Tidak, kau pikir aku lelaki lemah!" Ucap Ardhian kesal. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan Rahayu yang seorang wanita untuk menyetir sementara dia duduk santai di belakangnya.Rahayu tak begitu memperhatikan Ardhian, matanya fok
Rahayu menunggu di depan ruang UGD dengan kalut. Ia terduduk lemas karena terlalu cemas memikirkan kondisi anaknya. Ia hanya duduk menunduk sambil menutupi wajahnya dengan kedua tanganya yang bertumpu pada lutut.Perasaanya saat ini benar-benar kacau. Setelah mendapati suaminya selingkuh di depan matanya, kini putranya berada di rumah sakit dalam keadaan kritis. Rahayu terus menangis mengkhawatrikan Athala hingga matanya terlihat sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. "Rahayu, tenanglah semua akan baik-baik saja" Ucap Ardhi berusaha menenangkan Rahayu, meskipun i tahu bagaimana mungkin Rahayu bisa tenang dengan apa yang sedang dialami saat ini. Ardhiansyah baru sempat mendekati Rahayu setelah sedari dari tadi sibuk mengurus keperluan administrasi rumah sakit untuk Athala."Terimakasih banyak telah membantu saya Pak Ardhi, maafkan karena Bapak jadi ikut repot dengan semua permasalahan saya. Pak Ardhi bisa pulang saya bisa mengatasi semuanya" Ucap Rahayu lemah. Ia merasa t
Yanti menatap Sadewo dan Fitri dengan tatapan mata yang penuh amarah dan rasa jijik. Dirinya tak habis pikir mengapa Sadewo bisa serendah itu hingga berselingkuh dengan seorang pengasuh anaknya. "Cepat pakai pakaian kalian setelah itu temui Ibu di ruang depan" Ucap Yanti dengan suara bergetar. Ingin rasanya ia memukuli Sadewo dengan gagang sapu seperti saat Sadewo kecil karena saking marahnya. Wajah Yanti yang biasanya penuh kasih dan kehangatan pada Sadewo kini dipenuhi oleh ekspresi kekecewaan yang sulit ditutupi. Kali ini ia merasa perlu untuk menegur Sadewo agar menyadari dampak dari perbuatannya. "Sadewo, apa yang kamu lakukan bersama Fitri benar-benar menjijikan! Ibu tak habis pikir kamu sampai melakukan hal kotor seperti itu di rumah ini" Ucap Yanti dengan geram pada putranya. Ia tahu perbuatan putranya yang diketahui langsung oleh Rahayu adalah petaka bagi dirinya dan keluarganya. Bukan hanya akan meninggalkan Sadewo, Rahayu pasti akan menghentikan jatah bulanan yang selam
Sudah dua hari Rahayu tinggal di rumah sakit menunggui Athala yang saat ini telah pindah ke ruang perawatan. Rahayu bersyukur karena kondisi putranya sudah semakin membaik. Malam ini pun Rahayu masih tetap tinggal di rumah sakit bersama kedua putranya.Arkana, anak sulung Rahayu pun ikut menginap di rumah sakit karena Rahayu tidak mengizinkanya pulang ke rumah. Untung saja Ardhian mengizinkan Pak Sakir untuk mengantar dan menjemput Arkana sekolah. Rahayu saat ini masih fokus pada pemulihan kesehatan Athala. Rasa bersalah dan trauma membuat Rahayu masih belum rela meninggalkan Athala untuk saat ini."Mama, kapan kita pulang? Apa kita mau tinggal di rumah sakit terus?" Tanya Arkana polos, anak lelaki itu memang belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada rumah tangganya."Kita tunggu adik sembuh, nanti kita pikirkan ke depanya bagaimana yah nak!" Jawab Rahayu lembut, ia masih belum menemukan kalimat yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada putranya.Arkana mengangguk dengan patuh, ia
Fitri tertidur ketika Mbah Mirah selesai memijatnya. Pijatan mbah Mirah memang sangat nyaman sehingga mampu meredakan rasa tidak enak badan yang Fitri rasakan sejak beberapa hari yang lalu."Terimakasih mbah, sepertinya Fitri sudah agak mendingan yah, dia langsung tidur!" Ucap Sartinah pelan karena akut putirnya bangun, sambil memberikan upah memijat pada perempuan yang sudah memasuki usia pra lansia tersebut."Sartinah, apakah Fitri tidak menceritakan sesuatu?" Tanya Mbah Mirah dengan hati-hati ketika selesai memijat Fitri."Tidak Mbah, memangnya ada apa?" Sartinah penasaran tentang keadaany putrinya."Semoga saja tebakanku salah yah, tapi aku harus menyampaikanya padamu tentang kondisi Fitri" Ucap Mbah Mirah ragu-ragu."Sampaikan saja mbah, tentu saja aku harus tau bagaimana kondisi anaku" Ucap Sartinah semakin penasaran."Sepertinya,,, Fitri sedang mengandung saat ini Sar" Ucap mbah Mirah akhirnya mengatakan apa yang dia ketahui."Mengandung? Maksudh mbah Mirah bagaimana sih?" Tany
Yanti menatap tiga orang yang asing yang berada di teras rumahnya dengan tak suka. Mereka tampak berpakaian sederhana, layaknya orang yang baru datang dari desa."Pasti orang miskin yang meminta-minta" Batin Yanti menyimpulkan berdasarkan pakaian yang dikenakan.Seorang lelaki paruh baya menyodorkan tanganya hendak bersalaman, tetapi Yanti tak menyambutnya. Tiba-tiba Yanti membelalakkan matanya ketika mengenali salah satu dari tiga orang asing yang datang adalah Fitri."Beraninya kamu datang lagi kesini?" Ucap Yanti pada Fitri yang datang dengan kedua orangtuanya.Fitri hanya menunduk, ia takut pada Yanti. Sebenarnya sudah sejak awal Fitri melarang kedua orangtuanya untuk datang ke kota menemui Sadewo agar bertanggung jawab. Namun ayahnya terus memaksa sehingga membuat Fitri akhirnya menuruti kemauan ayahnya."Kami ingin bertemu dengan Sadewo, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya pada anak kami" Ucap Kartono dengan suara tegas. Tak ada rasa takut sedikitpun pada diri Kartono