Share

pengumuman perjodohan

Pagi itu, sinar matahari yang menerobos melalui jendela ruang makan mengantarkan suasana yang hangat dan damai bagi keluarga Johanes yang sedang berkumpul untuk sarapan. Namun, Valerie tidak pernah menyangka bahwa kehangatan itu akan segera digantikan oleh keheningan yang mencekam seiring dengan pengumuman yang dibawa oleh ayahnya, Aron.

Aron menegakkan gelas jus jeruknya dan dengan nada berwibawa, mengatakan, "Ada sesuatu yang ingin aku umumkan kepada kalian semua." ujar Aron di tebgah kegiatanya, ia menatap satu persatu semua orang yang duduk di meja makan.

"Valerie, akan segera menikah dengan Elvano Faramond."

Sontak keheningan menyelimuti ruang makan. Valerie yang mendengar pengumuman tersebut terkejut dan tidak dapat menutupi kebingungannya. Wajahnya pucat, matanya membulat, dan tangan mungilnya mengepal di atas pangkuan. "Ayah, apa maksud ayah?" tanyanya lirih, dengan nada kebingungan.

Sebelum Aron sempat menjawab, Sarah, ibu tiri Valerie, tersenyum sinis dan berkata, "Elvano Faramond adalah seorang mafia, sayang. Pernikahan ini akan sangat menguntungkan bagi keluarga kita, dan terutama untuk bisnis ayahmu."

Ketakutan semakin menyerang hati Valerie, membanjiri seluruh tubuhnya dengan dingin. Keringat dingin mulai bercucuran di wajahnya, dan pikiran tentang hidup yang penuh bahaya membuatnya semakin gelisah.

Maria, kakak tiri Valerie, tersenyum jahat, mengejek adik tirinya yang ketakutan. "Sepertinya kamu harus belajar bagaimana bertahan hidup bersama seorang mafia, adikku yang malang," ujarnya sambil menyeringai.

Aron menghela nafas panjang, seolah berusaha mencari ketenangan dalam situasi yang genting ini. "Ini keputusan yang sudah ayah ambil, Valerie. Kau harus belajar menerima kenyataan dan bersiap untuk hidup baru bersama dengan Elvano."

"Kenapa harus Elvano, Ayah? Bukankah ada pria lain yang lebih baik dan tidak terlibat dalam dunia kejahatan?" ucap Valerie, berusaha menahan isak tangis yang mulai menyeruak.

"Tidak ada pilihan lain, sayang. Kita harus menerima tawaran ini," kata Aron dengan nada tegas, mematikan segala harapan yang tersisa dalam hati putrinya.

Valerie menunduk, merasa terhimpit di antara keputusan yang tak dapat diubah dan takdir yang harus dihadapi. Dia mengepalkan tangannya semakin erat, mencari kekuatan untuk menerima kenyataan pahit ini. Dia tahu bahwa ia harus mencari cara untuk bertahan dalam kehidupan baru yang menanti.

Berjam-jam berlalu, saat siang hari Valerie kembali mendatangi ayahnya.

Valerie menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Dengan langkah ragu, ia membuka pintu dan menemukan Aron tengah duduk di belakang meja kerjanya, asap cerutu terlalu kental dan menusuk hidung Valerie.

"ayah, bisakah kita bicara?" tanya Valerie dengan lembut, mengumpulkan keberanian yang ada.

Aron menatap putrinya dengan senyuman tipis. "Apa yang ingin kau bicarakan, anaku?"

Dengan menarik napas dalam-dalam, Valerie mencoba mengendalikan getaran suaranya. "ayah, tolong batalkan pernikahan ini. aku tidak mengenal Elvano dan aku tidak ingin menikah dengan seorang mafia."

Sejenak, Aron menatap Valerie, memperhatikan ekspresi ketakutan dan ketidakberdayaan di wajah putrinya. Kemudian, dengan sedikit helaan nafas, ia menjawab, "Ini adalah keputusan yang sudah matang, Valerie. Kau harus menerimanya."

"Tapi, ayah..." Valerie merasa air matanya mulai menggenang. Ia tidak ingin menangis, tetapi perasaan takut dan putus asa membuatnya hampir tidak bisa menahan tangis.

"Valerie, ini demi kepentingan keluarga kita dan bisnis yang telah kita bangun," Aron menyela dengan tegas. "Kau adalah anak perempuan satu-satunya yang bisa membantu mengamankan masa depan keluarga kita. Kau harus mengorbankan keinginanmu demi keluarga."

Valerie menggigit bibirnya, mencoba meredam perasaan sakit yang melanda hatinya. Ia tidak bisa mengerti mengapa ayahnya begitu dingin dan tidak peduli pada perasaannya.

"ayah, apakah benar-benar tidak ada jalan lain?" bisik Valerie hampir tak terdengar, putus asa mencari celah untuk membatalkan pernikahan itu.

Aron menghela napas panjang, tatapannya tidak beranjak dari wajah putrinya. "Valerie, hidup ini penuh dengan pengorbanan. Kau harus menerima kenyataan ini. Ayah tahu ini sulit, tetapi percayalah, ini adalah yang terbaik untuk kita semua."

Dengan hati hancur, Valerie menunduk, mengakui kekalahan. Dia tidak bisa berbicara lagi, karena kata-kata yang ia coba ungkapkan tercekat di tenggorokannya. Ia berbalik perlahan, meninggalkan ruang kerja ayahnya dengan langkah berat dan kesedihan yang membelenggu hatinya.

Aron menatap punggung putrinya yang menjauh dengan ekspresi datar, meskipun dalam hati ia merasa kepedihan yang sama. Namun, sebagai kepala keluarga, ia harus membuat keputusan yang sulit dan mengorbankan kebahagiaan putrinya demi masa depan yang lebih baik.

Langkah kaki Valerie terasa berat saat ia menuju taman kota yang menjadi tempat pertemuan dengan Rizal, sahabat lamanya. Wajahnya yang cantik dan lembut terlihat muram, tak seperti biasanya yang selalu ceria. Begitu tiba di taman, ia langsung melihat sosok Rizal yang duduk di bangku taman dengan penuh kecemasan. Tanpa menunggu lebih lama, Valerie mendekati sahabatnya itu.

"Rizal," panggil Valerie lembut, berusaha menahan tangis yang mulai muncul di matanya.

"Val, apa benar kabar yang kudengar? Kau akan dinikahkan dengan Elvano, seorang mafia?" tanya Rizal dengan nada cemas dan marah, mencoba mengungkapkan perasaannya.

Valerie mengangguk pelan, menatap Rizal dengan mata berkaca-kaca. "Ya, Rizal. Ayah sudah memutuskannya dan aku tak bisa menolak," jawabnya dengan suara serak.

Rizal memegang kedua tangan Valerie, mencoba memberikan dukungan. "Val, aku tidak akan membiarkan kau menikah dengan seorang mafia. Aku akan mencari cara untuk membantu kamu," ucap Rizal dengan penuh semangat.

Valerie tersenyum tipis, menghargai niat baik sahabatnya. "Terima kasih, Rizal. Tapi, waktu kita sangat singkat dan aku takut usaha kita mungkin tidak akan cukup untuk menggagalkan pernikahan ini," ucap Valerie, mencoba realistis dengan situasi yang ada.

Rizal menggenggam tangan Valerie erat, matanya berkobar dengan tekad. "Aku akan berusaha sekuat tenaga, Val. Aku tak bisa diam saja melihat kau terjebak dalam kehidupan yang bahaya."

Valerie tersentuh dengan keikhlasan dan keberanian Rizal. Ia merasa beruntung masih memiliki sahabat seperti Rizal yang selalu ada untuknya. Dalam pelukan erat Rizal, Valerie mencoba menenangkan hatinya yang gelisah dan bimbang. Sejenak, ia merasakan kehangatan persahabatan yang mampu sedikit melunturkan beban di hatinya.

"Terima kasih, Rizal," bisik Valerie, masih dalam pelukan sahabatnya. "Kemanapun jalan ini membawaku, aku selalu menghargai dukungan dan persahabatanmu."

Rizal mengangkat wajah Valerie, matanya menatap lekat-lekat gadis itu. "Kau tak perlu berterima kasih, Val. Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Ingatlah, apapun yang terjadi, aku akan selalu ada untukmu."

Dalam kesunyian taman, di bawah pohon-pohon yang bergoyang ditiup angin, Valerie dan Rizal berdiri bersama, bersumpah untuk saling menjaga dan melindungi. Meski tak ada yang bisa menjamin masa depan, mereka berjanji untuk terus berjuang, menghadapi segala rintangan yang mungkin datang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status