"Bunga terus yang di kasih makan, emang kamu sudah makan?" tanya Dafa ketika melihat Aya yang begitu tekun merawat tanamannya.
Aya sedikit terkejut saat mendengar suara Dafa, ia menoleh sekejap lalu mengeluarkan ponselnya untuk menuliskan sesuatu. "Sudah, kalau kamu sudah belum?"
"Wah.. Ini pertanyaan atau tawaran, kan lumayan kalau dapat sarapan gratis." ujar Dafa berniat menggoda gadis itu.
Aya tersenyum lalu memberi isyarat untuk tidak kemana-mana. Dafa menurut, ia menunggu gadis itu. Hingga beberapa menit Aya kembali dengan membawa satu piring nasi penuh berserta lauknya. Dafa mendelik padahal kan niatnya hanya menggoda gadis itu, namun ternyata Aya benar-benar memberikannya sarapan.
Karena jarak pagar balkon mereka menempel Aya mudah menaruh piring tersebut di atas pagar Dafa.
Raut wajah Aya berubah ketika Dafa tak kunjung menerima makanannya. Apakah semua orang tidak ingin mencoba makanan dari masakannya.
Perlahan Aya menarik kembali piringnya, hal itu membuat Dafa bingung. "Lho. Kok di ambil lagi?" Aya menulis di ponselnya.
"Tidak jadi, pasti kamu tidak mau makan masakanku." Dafa bisa melihat raut kesedihan dari Aya.
"Siapa bilang! Sini." ujarnya cepat lalu menarik piring yang Aya pegang.
Dafa tercengang ketika merasakan masakan Aya, yang begitu enak. "Bagaimana? Tidak enak ya?" tulis gadis itu.
"Enak banget ini. nggak bohong aku," ujar Dafa begitu semangat, Aya sampai tertawa pelan, menurutnya Dafa ini pria yang humoris dan enak di ajak untuk berteman.
memandangi Dafa yang begitu menikmati makanannya, membuatnya membayangkan seandainya di depannya ini adalah suaminya, pasti dirinya akan jauh lebih bahagia.
"Jika kamu suka, besok aku akan buatkan kamu makanan lagi,"
"Memangnya tidak apa-apa, jangan ah. Aku takut suamimu marah." Aya menunduk menutupi kesedihannya.
Namun tetap saja Dafa bisa melihat itu. Aya mendongak lagi lalu mengetik sesuatu."tidak apa-apa, suamiku mana mungkin marah."
"Oh begitu ya, oke aku tunggu lho besok," sebenarnya Dafa ingin menanyakan sesuatu, namun ia sadar diri jika dia bukan siapa-siapa. Lagi pula dirinya baru kenal dengan gadis itu.
Aya mengangguk mantap sambil memberi jempol pada Dafa, pria itu memandangi Aya. Walaupun tersenyum ia merasa jika Aya tengah menutupi sesuatu, terlihat jelas dari mata gadis itu.
Di kantor, Rama sedang memeriksa hasil kerja karyawannya, hingga suara yang sangat ia hapal membuatnya menoleh. Senyumannya merekah ketika orang itu masuk dan duduk di depan mejanya. "Hei.. Kenapa datang nggak bilang-bilang. Aku kan bisa menjemputmu sayang." kata Rama lembut.
"Nggak apa-apa, aku kesini cuma bentar doang. Mau minta duit sih, kalau di kasih," ujarnya sambil memilin jari lentik berkuku merah tersebut. Rama terkekeh memajukan duduknya menaruh tangannya di atas meja.
"Untuk apa? Bukannya aku sudah kasih dua hari yang lalu." wanita itu cemberut membuat Rama gemas tangannya terulur mencubit pipi kekasihnya yang bernama Melinda.
"Udah habis lah, duit segitu doang beli daleman juga nggak cukup Ram!" kesalnya. Rama mengakui jika kekasihnya ini gila uang.
Padahal dua hari yang lalu dirinya baru saja mentransfer uang sejumlah 200 juta. Namun sekarang wanita itu sudah meminta lagi.
"Memangnya butuh berapa?" mata Melinda berbinar sinyal mendapatkan uang sudah ia dapatkan.
"150 juta, eh nggak deh. 175 juta, segitu aja dulu." katanya begitu bersemangat.
Rama cukup terkejut uang sebanyak itu, sebenarnya untuk apa.
Rama paling tidak tega jika tidak memberikan uang itu pada kekasihnya. Meskipun berjumlah banyak, Rama selalu memberikan uang yang di minta oleh Melinda.
"Baiklah, aku transfer sekarang." Melinda sangat senang. Sampai-sampai ia bertepuk tangan beberapa kali dengan wajah kegirangan.
Selesai Rama transfer Melinda segera pamit pada laki-laki itu. Namun sebelum pergi Melinda memberikan hadiah, berupa ciuman panas untuk Rama. "Aku tunggu nanti malam," bisik Melinda di telinga Rama.
Membuat Rama mengeram kesal karena kekasihnya sudah menggodanya, setelah berhasil membuatnya bergairah ia di tinggal begitu saja.
***
Pukul 00: 35 Aya masih terjaga di ruang tamu, ia ingin menunggu suaminya pulang. Tapi sudah selarut ini belum ada tanda-tanda kedatangan suaminya itu.
Ngantuk. Sudah pasti, sebenarnya Aya tidak bisa tidur selarut ini. Namun demi baktinya pada suami, maka ia rela menunggu sampai suaminya itu pulang.
Aya bingung ingin melakukan apa, acara televisi sudah tidak ada yang menarik. Sesekali ia mengusap matanya yang mengeluarkan air mata karena pedih menahan kantuk.
Aya melirik jam di dinding, sudah menujukan pukul 01:15 ia menoleh pada pintu, tidak juga ada kedatangan suaminya. Ia menyerah matanya sudah tidak sanggup untuk menahan kantuknya, Akhirnya gadis itu merebahkan tubuhnya di sofa dan mulai terlelap.
Di apartemen, sang istri sedang menunggu hingga tertidur di sofa. sementara suaminya kini tengah asyik bercumbu di rumah kekasihnya, Rama begitu terbuai oleh permainan Melinda tanpa memikirkan seseorang yang tengah menunggunya rumahnya.
Aya terbangun mengedarkan pandangannya mencari sosok yang masih ia tunggu. Waktu sudah menujukan shubuh, Aya berdiri ingin memeriksa kamar suaminya.
Ia hanya ingin memeriksa, suaminya sudah pulang atau memang tidak pulang. Memberanikan diri Aya memutar knop pintu tersebut. saat pintu sudah terbuka lebar, Hatinya berubah sendu. Ternyata suaminya tidak pulang.
Tidur di manakah suaminya sekarang, baik-baik sajakah suaminya. Pikirnya dalam hati.
Aya menutup pintu lagi dan pergi ke kamarnya sendiri untuk bersiap-siap sholat subuh.
Selesai sholat subuh, gadis itu menuju dapur. Bersiap-siap untuk membuat sarapan. Meskipun suaminya tidak pulang. Ia tetap memasak. Lagi pula jika suaminya tidak ada, ia sudah punya janji dengan tetangganya itu.
Mendengar suara pintu terbuka membuat Aya menoleh. Tersenyum saat melihat Rama pulang dengan wajah kusutnya. Aya menghampiri Rama berniat untuk menyalami tangan suaminya.
Belum sampai meraih tangan kanan Rama. Pria itu lebih dulu menghindar dan masuk kedalam kamarnya.
Masih posisi menunduk Aya, tersenyum getir. Lagi-lagi ia di tolak. Ia menegakkan tubuhnya, menatap sendu pintu kamar milik Rama yang sudah tertutup rapat.
Pria itu hanya sebentar di rumah, hanya numpang mandi dan berganti baju. Aya melihat Rama sudah sangat rapi dan wangi.
Aya sedikit berlari dan mencegah Rama untuk pergi. Namun karena refleks memegang lengannya. Pria itu menepis tangan Aya sangat kuat hingga gadis itu tersungkur di lantai.
"Berapa kali gue bilang! Jangan sentuh gue! Lo memang nggak ngerti bahasa manusia. Ya!" bentak Rama sangat kencang, Aya menggeleng kuat.
Rama maju. lalu berjongkok di depan gadis itu dan menarik rambut Aya hingga ia mendongak ke atas. "Lo memang nggak bisa di baikin ya. Sekali-sekali lo di hukum. Biar kapok!" ujar Rama terdengar menakutkan di telinga Aya.
"Sini lo!" Rama berdiri lalu menggeret Aya dengan menarik rambut gadis itu.
Aya sudah menangis merasakan pusing di kepalanya, ia sudah memohon untuk di lepaskan dengan cara memberontak.
Tapi sayang tenaganya kalah dengan suaminya. Rama membawanya ke kamar mandi, Pria itu menyalakan shower dengan mengatur suhunya untuk air panas.
Rama mengalirkan shower itu ke tubuh Aya. Gadis itu menangis, menjerit kepanasan, tangannya menangkup memberi isyarat untuk berhenti dan meminta maaf, wajah Aya sudah memerah. Tangannya pun ikut memerah.
Puas sudah memandikan istrinya dengan air panas, Rama tersenyum miring dan pergi meninggalkan Aya yang masih kesakitan begitu saja.
Aya menangis meratapi nasibnya dan juga merasakan sakit di tubuhnya.
Sisa tenaga yang di punya Aya berdiri untuk keluar dari kamar mandi tersebut, Apartemen itu sudah kosong lagi. Setelah menyiram dirinya Rama pergi meninggalkannya lagi.
Aya masuk kedalam kamarnya untuk berganti baju, ia menangis ketika duduk di depan meja rias, menatap wajahnya yang merah-merah.
Perlahan ia menuju dapur berniat untuk memasak lagi, bagaimana pun keadaannya Aya harus bisa menepati janjinya. Dari dulu orang tuanya selalu mengajarinya untuk tidak ingkar janji pada siapapun.
Hari demi hari sudah berlalu begitu cepat. Tidak terasa umur pernikahan Rama dan Ayana sudah dua minggu lamanya.Kian hari bukannya kebahagiaan yang Aya dapatkan, namun siksaan demi siksaan di berikan oleh Rama kepadanya. Pria itu semakin menyiksa Aya tiada henti, tidak ada hari selain meyakiti gadis itu. Hingga saat ini pun Rama tidak pernah mengagap Aya sebagai istrinya, melainkan sebagai pelayan di apartemennya.Aya selalu menuruti keinginan suaminya, tapi entah kenapa apapun yang di lakukannya selalu salah. Sampai-sampai ia bingung harus bagaimana.Hubungan dengan tetangganya itu pun juga sangat baik, saat ini hanya Dafa yang bisa menghiburnya, tadinya pria yang masih berusia 24 tahun itu tidak curiga. Namun lama-kelamaan saat melihat wajah pucat dan lebam di pipi Aya. Ia mulai curiga.Dafa sudah menyuruh Aya untuk melaporkan suaminya yang sudah melakukan KDRT pada pihak yang berwajib, namun Aya memohon untuk tidak memberitahu kepada siapapun ataupun
"Tadi gue bilang beli martabak apa! Kenapa rasa ini!" bentak Melinda ketika martabak yang Aya bawa tidak seperti dia mau.Aya mengambil kertas dan pulpen di atas meja. "Maaf, martabak yang kamu minta tidak ada, jadi aku belikan itu aja. Maaf jika kamu tidak suka,""Alasan! Bilang aja lo nggak ikhlas kan!" Aya menggelengkan kepalanya kuat."Ini ada apa sih. Ribut-ribut?" saut Rama."Ini lho sayang, istri kamu. Aku minta martabak coklat sama Red velvet, malah di belikan ini." adu Melinda sambil memberi bungkusan itu pada Rama.Pria itu menatap horor kearah Aya yang memandangnya dengan tatapan sendu, berharap suaminya tidak menyalahkan dirinya."Lo tau nggak. Pacar gue alergi kacang! Lo mau bunuh pacar gue! Iya!!" bentak Rama murka.Aya menggeleng kuat, dia tidak tahu jika Melinda alergi kacang, Ia mundur ketika Rama maju dengan emosi penuh.Plak!Rama menampar pipi Aya kiri dan kanan terus-menerus secara kuat hingga sudut
"Dafa. Makasih ya, sudah mau belikan aku bubur sama bahan makanan lainnya. Nanti kalau aku sudah punya uang, aku kembalikan."ujarnya dengan tulisan di ponsel."Nggak usah di kembalikan, aku ikhlas untuk kamu." tulus Dafa Aya mengangguk tidak enak."Kalau gitu aku pamit dulu ya, aku ada perlu." pamit Dafa lalu segera pergi setelah mendapatkan anggukan dari Aya.Wanita itu memperhatikan Dafa hingga hilang di balik pintu lift, ia menatap bungkusan yang Dafa belikan untuknya. Berupa beras lima kilo, mie instan dan juga beberapa butir telur. Lagi-lagi Aya sangat merasa tidak enak, tapi karena ia memang butuh dan juga pria itu yang menawarkan membuatnya menerima bantuannya.Aya segera masuk. Dan langsung menuju dapur untuk menaruh barang bawaannya.Prang!Aya memekik sampai menutup telinganya, ketika suara benda pecah menghantam dinding di dekatnya. "Bagus ya lo! Suami nggak ada di rumah, lo keluyuran sama cowok lain!"
Dafa bernafas lega ketika melihat Aya membuka matanya, gadis itu tak sadarkan diri cukup lama. Pria itu hampir saja membawa Aya kerumah sakit jika tidak sadar-sadar juga."Alhamdulillah kamu sudah sadar," Dafa mengucap syukur memandang Aya senang.Aya memegangi kepalanya yang berdenyut, ia mencoba mengingat kembali apa yang sudah terjadi.Wanita itu bangun untuk bersandar di kepala ranjang. Sigap Dafa membantu menaruh bantal di balik punggung Aya.Aya mengambil buku di sampingnya lalu menulis sesuatu, Dafa diam menunggu apa yang Aya tulis. "Terima kasih ya, kamu mau nolongin aku. Maaf aku pasti merepotkanmu.""Tidak perlu bilang makasih, sebagai teman. Kita harus saling tolong menolong," ada rasa nyeri ketika dirinya mengatakan jika dia teman pada Aya.Dafa berdeham tidak ingin memperdulikan isi hatinya. "Aku sudah buat kan bubur, tadi aku lihat bahan yang kita beli kemarin ada di tong sampah." Aya mendelik lalu cepat-cepat menulis."
"Assalamu'alaikum," salam Rama ketika masuk kedalam rumahnya.Semua penghuni rumah orang tua Rama menoleh kearahnya, Bu Sarah tersenyum lebar ketika melihat siapa yang datang. "Ya ampun Aya, Mama kangen sama kamu nak. Apa kabar?" Aya tersenyum canggung lalu menyalami tangan sang mertua."Alhamdulillah baik Ma," tulis Aya di buku kecilnya."Tapi kok. Mama lihat kamu kurusan sayang? Muka kamu juga pucat?""Itu Ma, dia memang lagi kurang enak badan. Tadinya aku minta dia istirahat aja tapi dianya nggak mau." jawab Rama memotong ucapan Mamanya, dia takut Mamanya akan curiga."Jadi kamu lagi nggak enak badan? Kalau badan kamu kurang fit. Aturan nggak usah ikut nggak apa-apa nak, ini cuma acara keluarga yang kumpul setiap bulan." Bu Sarah terlihat sekali jika khawatir pada menantunya."Tuh kan sayang, apa aku bilang. Tadi aku bilang apa? Nggak usah ikut." ucap Rama lembut memberi senyuman manis pada wanita itu.Bu Sarah mengulum senyum sena
Karena hari belum terlalu larut, Dafa mengajak Aya terlebih dahulu ke suatu tempat. Di dekat taman kota, ada penjual yang berderetan menjajahkan jualannya.Dafa memilih mengajak Aya mencicipi minuman khas jawa tengah. "Gimana suka?" tanya Dafa saat mengajak Aya membeli minuman hangat.Aya mengangguk sambil terus menyendok wedang ronde yang baru pertama kali gadis itu minum."Sangat enak, aku baru pertama kali mencobanya, ternyata enak." Dafa terkekeh pelan sambil mengacak rambut gadis itu.Aya terdiam dengan detak jantung yang berpacu kuat, setiap Dafa melakukan kontak fisik hatinya selalu berdebar, lebih berdebar ketika ia bersama suaminya."Kamu belum pernah mencoba minuman ini?" tanya Dafa tidak percaya. Aya mengulum senyum sambil menggeleng."Ini minuman khas jawa tengah. Biasanya untuk menghangatkan tubuh. Kalau kondisi tubuh kurang fit pasti enakan badannya, setelah
Pria berkaos merah maroon mengusap keringat di keningnya, sesaat selesai membantu menanam bibit anggrek kedalam pot kecil.Selain membelikan, Dafa juga membantu Aya menanam bibit tersebut, selama membantu gadis itu. Dafa sering memperhatikan Wajah Aya, hari ini wajah cantik gadis itu terlihat berseri, senyum terus terukir dari bibir manis gadis itu.Dafa menarik sudut bibirnya. Ia merasa terlalu pede, bisa saja kan. senyum itu karena suaminya, Ingat. Aya sudah memiliki suami.Pria itu menggeleng kuat, dia tidak boleh terlalu berharap pada Aya, meskipun Rama bukanlah suami yang baik. Namun Dafa juga tidak ingin memanfaatkan keadaan Aya untuk ia dekati.Biarkan perasaan ini dia yang rasa, sejatinya bukan cinta yang salah, namun keadaan yang mengharuskan dirinya mundur dan melupakan cintanya.Dafa tersentak ketika usapan lembut terasa di lengannya. "Ada apa? Kenapa melamun?" tanya A
Tersenyum di balik rasa sedih, itulah yang biasa manusia lakukan. Di depan terlihat baik-baik saja bisa tertawa, tersenyum bahagia.Namun dibalik itu semua mereka tidak tau jika kita sedang bersedih ataupun terluka. Begitu pun yang dilakukan Ayana.Gadis itu tampak baik-baik saja, sering tersenyum menyapa orang-orang yang tinggal di dekat apartemennya.Tapi taukah mereka jika Ayana sedang terluka, Ia merasa hidupnya seperti dulu, kesepian tidak punya teman ataupun saudara.Semenjak kejadian Rama menciumnya tiba-tiba di lift. Pria itu meninggalkannya begitu saja, tanpa mengatakan sesuatu. Suaminya pergi dan sampai saat ini tidak pulang.Aya merasa jika suaminya telah melukai hatinya dengan sangat, Aya juga manusia biasa yang bisa marah. Ia tidak terima dan merasa sakit hati. Setelah Rama menciumnya dengan intens bahkan Rama hampir melakukan hal lebih kepadanya, tiba-tiba per