Sementara itu di lantai atas, Ayu mengetuk pintu kamar Jelita dengan segelas es Cao di tangannya.
"Mbak Jelita, ini Ayu bawakan es cao."
"Masuk, Yu, tidak dikunci." teriak Jelita di dalam kamar.
Ayu membuka pintu kamar Jelita dan ini pertama kali dia masuk ke dalam kamar tersebut. Kamar yang lebih luas daripada kamar yang ditempatinya dengan banyak pernak-pernik berwarna merah muda. Beberapa boneka yang lucu, Ayu lihat di atas tempat tidur Jelita,
"Makasih ya, Yu." bisik Jelita yang masih memegang handphone di tangannya.
Ayu mengangguk dan hendak melangkah keluar kamar, ketika dengan cepat tangan Jelita menahannya. Kedipan di mata Jelita menandakan jika dia ingin Ayu tetap menamninya.
Ayu memperhatikan Jelita yang masih menikmati percakapan di telepon, membuat Ayu yang tidak pernah pacaran menjadi heran.
'Mba Jelita bicara dengan siapa ya, kok pakai sayang-sayangan,' batin Ayu.
Saat itu tib
Senja itu, Ayu bersama dengan Joko, Jelita dan Arjuna berjalan-jalan di Mall. Gadis yang berasal dari desa tersebut tidak dapat menutupi rasa senang di wajahnya ketika melihat pertokoan besar dan mewah tersebut. Menelusuri pertokoan yang menjual berbagai macam hal menarik, perhatian Ayu tertuju pada toko yang menjual pernak pernik wanita. Gadis itu pernah melihat hal tersebut di pasar, tetapi apa yang ada di tempat itu terlihat lebih bagus dan menarik. "Ayu mau beli jepit atau karet?" tanya Jelita yang melihat ketertarikan di mata gadis itu "Enggak, Mbak, Ayu hanya senang lihat warna-warna di toko itu terlihat indah." Ayu tersipu malu. "Ayo, kita masuk saja biar yang cowok menunggu di depan." Jelita menarik tangan Ayu. "Lihat Ayu, ini bagus."
Ini pertama kalinya pula Ayu menjejakkan kakinya di atas karet tebal di dalam gedung bioskop. Dia mengedarkan pandangan di sekeliling ruangan besar itu dan memperhatikan iklan film yang terpasang. Semua terlihat begitu menarik bagi gadis desa tersebut. "Ayu, pernah nonton bioskop?" bisik Jelita yang penasaran melihat raut wajah gadis itu. "Pernah, tetapi tidak di dalam gedung sebagus ini," sahut Ayu. "Ooo …." Jelita menggumam. "Biasanya nonton di lapangan, mbak. Kita bawa tikar atau kursi sendiri," lanjut Ayu. "Wah asyik dong, romantis, di bawah sinar bulan dan kerlip bintang-bintang." Jelita membayangkan dirinya berpelukan dengan Arjuna di lapangan sambil menonton kisah romantis.
Pagi itu, Ayu bangun lebih awal karena semalaman dia tidak dapat tidur dengan lelap. Gadis itu dengan menggunakan daster selututnya, memutuskan untuk keluar kamar dan menghirup udara segar di belakang rumah. Membayangkan kakinya bisa menjejaki bebatuan di taman belakang, membuatnya merasa senang.Ayu perlahan turun melewati kamar utama di rumah ini di lantai bawah. Dia berhenti sesaat membayangkan Faisal yang sedang berpelukan dengan Rianti di dalam kamar. Pagi tadi sepasang suami istri itu baru saja kembali dari Lumajang, sehingga kerinduan Ayu mulai terbayarkan.Seperti saat ini dengan hanya memandang pintu kamar Faisal, hatinya sudah berdebar-debar. Bisa dibayangkan bagaimana rasa jantungnya nyaris copot saat bertemu Faisal pagi tadi. Pipinya bersemu merah membayangkan saat itu, di mana mata mereka bertemu. Ayu yakin ada kilatan rindu juga dari pandang
Ayu tak dapat memejamkan matanya. Di atas tempat tidur yang sangat empuk, gadis itu membolak-balikan tubuhnya dengan gelisah. Ayu memeluk guling dengan erat dan mendesah, gadis itu membenamkan wajahnya di guling seakan sedang mencium seseorang."Mas …."Ayu tak dapat menghapus ingatannya akan kejadian saat pagi hari tadi, Faisal tiba-tiba tanpa sengaja menabrak tubuhnya. Sentuhan sekilas itu sudah memberikan getaran di hatinya. Ayu bisa menangkap jelas sorot mata gugup Faisal ketika mata mereka bertemu. Pria itu seketika menjauhinya saat mendengar suara langkah kaki dan senandung ceria Rianti.Siang yang sepi ini dari lantai atas kamarnya, Ayu yang sedang berbaring segera bangun dari tempat tidur ketika mendengar deru mobil di depan rumah. Hati gadis itu melonjak kegirangan ketika melihat Fa
"Mas, jangan pergi." Gadis itu menahan tangan kekar Faisal yang hendak menjauh."A--aku tidak boleh …." Ucapan Faisal terhenti ketika tiba-tiba Ayu menarik tangannya dan meletakan di dada gadis itu."Mas, rasakan debaran di jantungku. Selalu berdetak dengan cepat jika berada di dekatmu, sama halnya dengan jantungmu, bukan?" Ayu menahan tangan Faisal di dadanya, sementara tangan lain gadis itu diletakan di dada pria dihadapannya,"Mas, aku yakin kau memiliki perasaan yang sama denganku, bukan?""Tapi, Ayu … a--aku sudah menikah," desah Faisal dengan susah payah sementara kelembutan dan kekenyalan dada Ayu begitu menggoda tangannya."Aku tahu, Mas. Aku menyukaimu semenjak kita bertemu di Sulawesi dan d
Malam itu, Faisal resah karena tak dapat memejamkan matanya. Lelaki yang biasanya terlelap ketika pukul setengah sepuluh malam, kali ini hanya terbujur diam dengan mata yang masih menatap langit-langit kamar.Di sampingnya, Rianti sudah terlelap dengan memeluk dirinya. Tangan Faisal memainkan helaian rambut hitam kelam istrinya dengan lembut. Ada rasa gelisah dalam hati pria itu ketika dalam pikirannya saat ini adalah wanita lain."Maafkan aku, Dik." Faisal mengecup kening Rianti sebelum perlahan melepaskan pelukan wanita itu.Faisal perlahan keluar dari dalam kamar dan berjalan dengan perlahan menuju ke lantai atas. Bisa dilihatnya dengan jelas kamar Joko dan Jelita tertutup rapat dan lampu di sela-sela pintu kamar tampak temaram.Pria itu terus berjalan perlahan tanpa bersuara menuju ke kamar paling belakang. Sesampainya di depan kamar Ayu, dia tampak ragu dengan keputusannya. Tangan Faisal yang sudah memegang gagang pintu dan baru saja menggerakk
Keesokan harinya, Ayu yang sedang membantu menyiapkan makanan bersama Rianti, berkali-kali mencuri pandang ke arah wanita itu. Dia tidak ingin menunda waktu untuk melaksanakan rencana yang telah dia dan Faisal susun semalam."Bibi, bolehkan Ayu meminta sesuatu?" tanyanya perlahan."Katakan, Nduk, apa yang hendak kau pinta?" Rianti dengan lembut menatap Ayu yang baru saja selesai menyiapkan sarapan pagi."Hmm … itu … anu … Ayu mau kursus, apakah boleh?" Gadis itu menatap Rianti dengan malu-malu."Kursus? Ya ampun, Ayu. Bibi sampai lupa mengatakan padamu." Rianti menarik tangan Ayu untuk duduk di kursi bersamanya."Iya, Bi?" Ayu menatap wanita dewasa yang sangat cantik dengan khawatir."Iya itu, Bibi sampai lupa kalau kamu masih perlu pendidikan. Maafkan Bibi ya, Nak." Rianti penuh kelembutan memancarkan kasih sayang seorang ibu menatap ke arah Ayu. "Sekarang katakan pada Bibi, Ayu mau kursus apa?"
"Joko, kamu urus rapat siang ini ya." Faisal mengemasi berkas-berkas yang ada di mejanya.Meskipun dia sudah tidak sabar untuk meninggalkan kantor, tapi raut wajah tenang Faisal tidak menampakannya. Dia tetap bersikap tenang dan dengan sedikit mempercepat gerakannya untuk menyusun berkas-berkas laporan."Ayah mau kemana?" Joko menatap Ayahnya dengan heran. Tidak biasanya pria itu melepaskan tanggung jawab untuk memimpin rapat."Ada pertemuan dengan teman lama. Siapa tahu bisa goal untuk bisnis lainnya." ada sedikit perasaan bersalah dalam dada Faisal yang sebelumnya tak pernah berbohong."Ooo … baiklah Ayah, nanti Joko akan buat laporannya.""Ayah pergi dulu ya, jangan lupa makan siang."Tanpa menunggu jawaban dari anaknya, Faisal melesat pergi. Dia tidak ingin menunda waktu lagi yang tentunya sangat berarti setiap detiknya. Pria itu hanya memiliki kesempatan selama dua atau tiga jam untuk bisa bersama Ayu, sia