Atlanta
Pusat peradaban dunia kini.
Orion peninggalan Anka Hadar, berhasil didaratkan dengan mulus oleh Devon. Berbekal tuntunan yang ia dapat dari rekaman petunjuk Anka yang disimpan di cincin bermata ular itu, Devon berhasil mempelajari seluk beluk Orion dengan cepat. Ketika kakinya menjejak landasan aero car di atap gedung Epsilon (gedung pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan organisasi Black Emperors), ratusan Guardians atau prajurit khusus pelindung Kaisar, telah berbaris rapi membentuk garis lurus di sisi kiri dan kanan hamparan material tiga dimensi berwarna biru laut yang berfungsi sebagai karpet merah untuk penyambutan Devon.
Devon berjalan dengan gagah, blazer panjang berwarna keemasannya berkibar diterpa angin. Tak lupa pedang Nebulanya terselip di pinggang. Di ujung karpet, seorang wanita cantik berpakaian formal menunggunya. Dia nampak memegang sebuah ipad transparan. Dengan senyum mengembang, wanita itu menyapa tatkala Devon s
Dada Devon bergemuruh. Terlalu banyak fakta baru membuat dia bimbang. Entah mana yang harus dia percaya."Saya adalah paman anda, Yang Mulia. Saya, Robertson Hadar," seringai pria itu.Robertson kemudian meraih telapak tangan Devon dan membelainya lembut. Devon menjadi sedikit risih dibuatnya."Bentuk fisik anda begitu sempurna. Kekuatan yang anda kuasai adalah mengendalikan gelombang elektromagnetik yang berlimpah dari dalam diri anda. Selain itu, anda juga dapat memunculkan gelombang listrik dari seluruh permukaan kulit," tutur Robertson sambil masih menggenggam kuat telapak Devon."Valishka, cenderung memiliki kekuatan pengendali pikiran," gumam Robertson. "Hanya itu kemampuan yang dia miliki.""Mari saya antar Yang Mulia menuju singgasana," ujar Valishka tiba-tiba, mengalihkan pembicaraan. Dia sepertinya tidak begitu suka dengan topik yang dibahas oleh Robertson.Devon mengangguk lalu membalikkan badan. Sementara Robertson menunduk penuh
Para Guardians makin terpojok. Laser-laser yang mereka tembakkan, tak satu pun yang mampu menembus pertahanan lawan. Sementara kendaraan berat itu makin merangsek masuk ke singgasana yang terbuka lebar. Dua orang Guardians roboh. Baju zirah mereka tak mampu menahan senjata jenis baru yang ditembakkan musuh. Senjata itu bahkan mampu melubangi besi pelindung yang terbuat dari titanium khusus. Mau tak mau, Devon maju. Meskipun dia belum mengenali dengan pasti musuhnya, namun dia tidak bisa berdiam diri melihat pengawal-pengawalnya berjatuhan. "Yang Mulia, saya bisa menangani ini," larang Valishka seraya mencekal lengan Devon. Warna bola matanya berangsur normal ke warna semula. "Bukannya kau berada di pihak mereka?" tuduh Devon sinis. "Sama sekali tidak, Yang Mulia! Saya hanya mempengaruhi pemikiran mereka agar menghentikan aksinya. Hanya itu kekuatan yang saya miliki," terang Valishka di antara desingan senjata. "Siapa mereka sebenarnya? Kenapa mereka s
"Robertson, ayah kalian?" Devon mengulang pertanyaannya seakan tak percaya."Dia adik dari Anka Hadar, ayahmu," sahut pria berambut cepak."Dan kalian ingin membunuhku," sinis Devon."Kami terpaksa melakukannya! Kalau kami tidak membunuhmu, merekalah yang akan membunuh kami," tandas Troy."Siapa mereka?" Tanya Devon menuntut jawab."Mereka adalah kelompok paling misterius dari Dark Shadows. Ayahku, Robertson Hadar, menjadi salah satu anggotanya. Dia selalu cemburu pada ayahmu yang memiliki kekuatan paling besar di antara keturunan pemimpin bangsawan Hadar," jawab Troy setengah berbisik."Sshh, dia sedang dalam perjalanan kemari," potong Valishka.Kedua pria asing itu terkesiap, lalu saling memandang, kemudian mengangguk. Pria berambut cepak itu segera mengeluarkan talinya yang bersinar kemerahan. Dia melecutkan tali itu, hingga bergerak ke dinding singgasana yang terbuka, lalu menjuntai ke bawah . Troy menautkan lengannya
Devon melepas segala atributnya, mulai dari blazer panjang hingga pedang Nebula yang selalu terselip di pinggang setelah dia gunakan tadi. "Mara!" Seru Devon. "Yang Mulia," jawab Mara, kecerdasan buatan yang berfungsi untuk membantu kenyamanan Devon di ruang istirahatnya. "Dimana aku harus menyimpan benda berhargaku ini?" Devon mengangkat pedangnya. Beberapa saat kemudian, sesuatu di bawah ranjang bergerak. Sebuah kotak besi muncul dari dalam lantai yang terbuka. Kotak besi yang mulanya kecil, kemudian bergerak memanjang sesuai ukuran pedang. Devon meletakkan pedangnya di situ dengan hati-hati. Kotak besi itu tertutup kembali dan bergerak masuk ke dalam lantai hingga lantai itu menutup sempurna. "Hanya anda yang mampu membuka dan menutup kotak besi melalui deteksi gelombang suara anda, Yang Mulia," jelas Mara. Devon menghembuskan napasnya lega, lalu berbaring di atas ranjang, bertelanjang dada. Sedari kecil, dia terbiasa tidur tanpa memakai ba
"Saya hanya tidak ingin generasi Greenwalds punah," isak Valishka. "Ayah berniat menghabisi Troy dan Virgo, karena telah gagal menjalankan misinya dalam menghilangkan nyawa anda," bebernya. "Virgo?" Ulang Devon. "Kakak tertua kami, pria berambut cepak yang memiliki tali Applegate di tangannya," jelas Valishka. "Lalu siapa nama saudaramu yang mati di dalam tank yang hancur itu?" Selidik Devon. "Dia, dia bukan saudara kami," Valishka menunduk, merapatkan peignoirnya yang terbuka di bagian dada. "Lalu, siapa dia?" Cecar Devon penuh rasa ingin tahu. Valishka mendongak. Pipinya terlihat basah oleh air mata. Bibirnya bergetar mengucapkan sesuatu dengan suara lirih. "Aku menunggu jawabanmu, Valishka!" Desak Devon tak sabar. "Di-dia hanyalah salah satu dari ratusan kloning ayah saya," jawab Valishka pada akhirnya. "Klon?" Devon yang masih bertelanjang dada, mendekati Valishka hingga gadis itu salah tingkah. "Ayah saya mengkloning dirinya sendiri. Beberapa hari yang lalu dia berhasil
Devon mengamati satu persatu wajah-wajah tegang yang duduk mengitari meja oval. Mereka adalah perwakilan dari masing-masing kementerian dan ordo. Akan tetapi, wajah-wajah itu lebih banyak menunduk daripada beradu pandangan dengan sorot hijau tajam milik Devon."Apa kaisar sebelum aku tidak pernah mengadakan pertemuan semacam ini?" Tanya Devon penuh selidik.Tak ada yang berani menjawab. Semuanya membisu. Pada akhirnya, Valishka yang sedari awal berdiri di belakang Devon lah yang menyahut. "Kaisar Agung tidak pernah keluar dari singgasananya, Yang Mulia. Berbagai macam masalah kesehatan yang membatasi ruang gerak beliau.""Hah, aku tahu masalah kesehatan macam apa yang dia alami," Devon tertawa sinis. "Pantas saja bumi tidak pernah damai. Orang-orang yang bertugas menjaga perdamaian ternyata hanya makan gaji buta," sindirnya."Tuan Robertson Hadar yang mengatur semuanya, Yang Mulia. Mulai dari mengatur kebijakan yang berskala global, hingga memilih corak v
Di sebuah distrik mewah di tengah kota Atlanta, Devon mengendalikan Orion, aerocar miliknya tepat mendarat di landasan yang terletak di atap rumah Ganymede Petrochinni. Diiringi ratusan drone tak kasat mata milik para Guardians yang mengikuti tiap gerak pria tampan yang baru saja genap berusia 25 tahun itu. Seorang wanita jelita bertubuh molek yang memiliki kulit seputih susu sudah siap menyambutnya di landasan. "Selamat datang, Yang Mulia," sambut gadis berparas cantik itu dengan kerling mata menggoda. "Terima kasih," balas Devon dengan senyum ramah. "Ayah saya sudah menunggu anda di ruang perjamuan," ujar gadis itu. Suaranya terdengar begitu lembut dan sensual. Jemarinya lentik menjabat tangan Devon dan sama sekali tak berusaha melepaskannya. Dia malah menarik lengan kekar Devon dan mengarahkannya menuruni tangga di ujung landasan. Pria bermata hijau itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan si gadis. "Siapa namamu?" Tanyanya basa-basi. "Antonella, Yang Mulia. Ant
"Nama ayah saya Phaeton. Dia meninggal saat pelantikan. Kala seluruh cahaya ruangan utama padam, saya bisa mendengar suara ayah saya berteriak kesakitan. Saat itu, saya adalah salah seorang yang mendapat kehormatan untuk menyaksikan pelantikan anda secara langsung melalui meja perjamuan. Ketika lampu-lampu menyala, ayah saya sudah tergeletak dengan kulit berkerut, seakan bagian dalam tubuhnya terhisap oleh sesuatu hingga habis tak tersisa," tutur Ganymede.Devon membeku. Laki-laki di depannya ini ternyata berbahaya. Pesan dalam kertas yang diselipkan oleh perwakilan kementerian teknologi siang tadi rupanya benar adanya. Dia harus berhati-hati terhadap Ganymede. Bisa jadi pria di depannya ini berniat membalas dendam pada Devon atas kematian sang ayah.Setelah beberapa detik bergeming, Devon kembali memajukan badannya, meraih gelas anggur miliknya dan menyesapnya perlahan. "Apa anda marah pada saya, tuan Ganymede? Anda berniat membalas dendam?" Selidik Devon yang d