Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Izumi berangkat ke sekolah hingga tak satupun orang di rumah itu yang menyadarinya. Sengaja Izumi melakukannya, mengingat apa yang terjadi semalam. Izumi tak yakin hari ini ia bisa bersikap seperti biasa, jika bertemu dengan mereka terlebih dengan ibunya. Oleh karena itu, untuk sementara ini Izumi memilih untuk menghindar.
Udara terasa dingin karena hari masih terlalu pagi. Bahkan langit pun masih terlihat kelabu. Lampu-lampu masih terlihat menyala di beberapa rumah. Izumi berjalan dalam diam, begitu tenang dan tak terburu-buru. Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara segar mengisi paru-parunya. Suasana pagi yang hening hari itu, entah mengapa membuat Izumi merasa damai. Emosinya tak lagi bergejolak seperti tadi malam. Dia sudah merasa lebih tenang kali ini.
Sampai di sekolah—seperti yang sudah Izumi duga sebelumnya—tempat itu masih sepi. Bahkan bisa dibilang dia siswa yang pertama tiba di sana. Setelah mengganti sepatu dan m
Tak terasa hari terus berganti dan acara Sport Day yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Di hari pertama olahraga yang dilombakan terdiri dari renang, voli, dan basket. Sambil menunggu pertandingan basket dimulai, Izumi ikut bergabung dengan teman-teman sekelasnya untuk menyemangati tim voli kelas 3-A yang sedang bertanding di lapangan melawan tim voli dari kelas 3-E.“Meskipun sebelumnya tak pernah bergabung dengan klub voli, tapi kemampuan dua orang itu tak perlu diragukan. Mereka selalu menjadi andalan dari kelas kita setiap ada pertandingan voli di acara Sport Day,” celetuk Kaito sambil menunjuk ke arah Jun dan Shuu selagi mereka menonton pertandingan.Walaupun baru pertama kali melihat permainan Jun dan Shuu, Izumi dalam hari membenarkan ucapan Kaito. Di antara anak-anak yang mewakili kelas 3-A, kemampuan keduanya memang yang paling menonjol. Suara tepuk tangan bersambut dengan teriakan penuh semangat terdengar dari anak-anak 3-A ke
Sport Day-Hari Kedua Keringat mengucur deras membasahi wajah Izumi. Pemuda itu bisa merasakan bagian belakang kaos olahraga yang dikenakannya basah oleh keringat. Saat ini kelas Izumi tengah bertanding melawan tim sepak bola dari Kelas 2-D. Pertandingan berlangsung dengan sengit. Kedua tim sama-sama kuat dan saat ini skor pertandingan masih seri—2-2. Di pinggir lapangan suara penonton terdengar riuh memberikan semangat kepada tim mereka masing-masing yang sedang bertanding. Waktu yang tersisa kini hanya tinggal tujuh menit. Kedua tim masih saling berusaha untuk bertahan dan menyerang. Sebelum pertandingan benar-benar berakhir, setidaknya salah satu tim harus berusaha mencetak gol untuk menentukan pemenangnya. Setelah menerima operan bola dari Ichijou, Izumi berlari menggiring bola itu menuju daerah lawan. Sesekali ia berputar menghindari para pemain dari Kelas 2-D yang berusaha untuk merebut bola itu. Setelah merasa cukup be
Sport Day-Hari Ketiga Tak terasa kegiatan Sport Day di Sakurai Goukou hampir selesai. Dari enam olahraga yang dilombakan, kini hanya tersisa lari estafet saja. Selagi menunggu pertandingan dimulai, Izumi dan anak-anak Kelas 3-A yang akan ikut lari masih berkumpul di dalam kelas sambil membicarakan beberapa hal tentang pertandingan hari itu. “Jadi lari estafet ini campuran. Aturannya setiap kelas diwakili oleh enam orang, masing-masing tiga cewek dan cowok.” Kaito mulai menjelaskan. “Dan dari kelas kita ada aku, Shuu, Marika, Chiharu, Nana, dan kau—Izumi,” lanjutnya sambil menunjuk anak-anak yang ia sebut namanya tadi. “Untuk posisi setiap pelari, jadi aturannya pelari pertama, ketiga, dan kelima adalah cowok. Sedangkan pelari kedua, keempat, dan keenam adalah cewek. Aku yang akan berlari pertama, selanjutnya Marika, kau kedua. Shuu ketiga, lalu Chiharu, setelahnya Izumi baru Nana.” Kaito mengakhiri penjelas
Selepas dari atap Izumi dan Nana langsung menuju ke aula. Kelas-kelas dan koridor yang mereka lewati sebagian besar dalam keadaan lengang, karena para siswa hampir semuanya sudah berada di aula. Benar saja ketika mereka tiba di sana, anak-anak sudah berbaris dengan rapi menurut kelas mereka masing-masing. Seorang anak laki-laki yang tak Izumi kenal tiba-tiba mendekat menghampiri mereka berdua. Atau lebih tepatnya menghampiri Nana.“Misumi Kaichou! Acaranya sebentar lagi akan dimulai. Daftar kelas yang menang tolong dibacakan oleh Ketua, ya.”“Baik, Shinohara-san,” balas Nana. Ia lalu menoleh ke arah Izumi, “Kalau begitu Yoshino-kun, aku akan bergabung dengan anak-anak OSIS yang lainnya. Sampai nanti!” lanjut Nana melangkah menuju samping podium bersama dengan anak laki-laki bernama Shinohara itu. Sementara Izumi ikut bergabung dalam anak-anak Kelas 3-A yang sudah lebih dulu berbaris di sana.Ketua OS
Hari minggu siang Izumi, Kaito, dan anak-anak Kelas 3-A yang lain sudah berkumpul di rumah penginapan milik orang tua Asahi-Sensei untuk mengadakan barbecue party sebagai perayaan atas kemenangan kelas mereka di acara Sport Day sebelumnya. Hari itu Izumi baru tahu kalau ternyata keluarga wali kelasnya mengelola usaha penginapan yang terletak tak jauh dari Pantai Hayama. Selagi anak-anak perempuan menyiapkan bahan makanan yang dibutuhkan untuk barbecue, Izumi dan anak-anak laki-laki yang lain serta Asahi-Sensei menyiapkan alat panggang di halaman yang nantinya akan digunakan untuk memanggang daging barbecue-nya. Sambil menunggu alat panggangnnya panas, Izumi sesekali mengedarkan pandangan menatap ke sekeliling area penginapan milik wali kelasnya. Penginapan itu terdiri dari dua bangunan yang berbeda kontruksi dan terletak saling bersebelahan. Bangunan pertama bergaya modern terdiri dari tiga lantai dengan balkon dan
Setelah Kaito pergi, Izumi kembali membawa langkahnya menuju tepi pantai. Tanpa diduga ternyata Nana juga berada di sana. Sama seperti dirinya, gadis itu tampaknya masih belum ingin untuk pulang. Izumi melangkah menghampirinya dan ikut duduk di samping gadis itu. Nana sempat terkejut dengan kehadiran Izumi yang tiba-tiba. Namun pada akhirnya gadis itu tersenyum kepadanya. “Kupikir kau pulang tadi,” ucap Nana. “Tadinya. Tapi karena sudah lama tak melihat laut, aku berpikir untuk tinggal lebih lama,” ujar Izumi. “Kurasa kita punya alasan yang sama,” timpal Nana lalu tertawa kecil. Keduanya terdiam sesaat, sama-sama menatap ke arah laut biru. Lalu Nana kembali bersuara. “Lautnya biru sekali, ya.” “Kau tak ingin mendekat ke sana? Menyentuh air laut dengan kakimu.” “Boleh,” ujar Nana. Ia melepas alas kakinya lalu melangkah mendekat menuju bibir pantai bersama Izumi. Air laut yang sejuk dan jernih langsung membasahi kaki-kaki mereka yang tel
Pagi harinya Izumi bangun agak terlambat dari biasanya. Irisnya memicing karena silau oleh cahaya yang masuk melalui jendela yang tak tertutup tirai. Sudah pukul berapa ini? batin Izumi bertanya. Masih dalam kondisi setengah sadar, ia mengambil ponselnya dari atas nakas untuk melihat jam. Yabai–gawat! Sontak Izumi langsung bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi tanpa basa-basi. Ia mandi dengan cepat, mungkin tak sampai lima menit lalu mengenakan seragam. Ia memasukkan buku-buku pelajarannya hari itu serta pakaian olahraganya ke dalam tas. Semuanya Izumi lakukan dengan terburu-buru. Bisa-bisanya dia tak mendengar suara alarm yang rutin membangunkannya setiap pagi. Apa itu karena dia tertidur terlalu nyenyak? Entahlah. Apapun alasannya itu tak penting sekarang. Yang jelas dia harus segera berangkat karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh lima menit. Sedangkan jam sekolah dimulai tepat pukul sembilan. Tanpa sempat merapikan kam
“Haah … aku capek. Tiga hari yang lalu kita baru selesai melakukan Sport Day dan sekarang kita harus berolahraga lagi,” keluh Jun selagi mengganti seragam mereka dengan pakaian olahraga di ruang ganti. Mata pelajaran untuk Kelas 3-A pada jam pertama adalah olahraga. Karena itu sesaat setelah bel masuk berbunyi, anak-anak Kelas 3-A langsung keluar kelas menuju ruang ganti, sementara Kouji-Sensei sudah menunggu mereka di lapangan. “Dasar payah! Kalau kau malas olahraga, badanmu akan tetap cebol seperti itu lho,” ejek Shuu di sela-sela kegiatannya berganti pakaian. “Berisik! Tinggiku ini standar tahu! Kau saja yang ketinggian seperti tiang listrik,” protes Jun tak terima dipanggil cebol oleh Shuu. “Standar untuk anak SD sih aku percaya,” balas Shuu tertawa. “Apa kau bilang?!” Jun menyikut pinggang Shuu cukup keras membuat pemuda itu meringis kecil. “Ittai! Pukulanmu sakit, Bodoh!” “Makanya berhenti mengejekku at