Grita tengah duduk di halte bis. Ia memilih berjalan dari kantor menuju halte untuk menaiki bis ketimbang menaiki ojek online seperti biasanya. Karena biaya naik bis lebih murah daripada naik ojek online. Grita sedang menghemat uangnya, dengan sisa uang di dompet ia berharap masih bisa bertahan hidup untuk sebulan ke depan. Walaupun sudah malam, masih ada beberapa orang yang menunggu di halte. Ya setidaknya Grita tidak menunggu bis sendiri. Ponsel Grita berbunyi, ada panggilan telefon masuk. "Halo, ibu."Terdengar sautan dari telefon. "Kak, ini Aya. "Bukan suara ibunya. Yang terdengar adalah suara remaja perempuan bernama Aya yang merupakan adik kandung Grita. "Kenapa, Ya? Tumben nelfon."Aya tak langsung menjawab, ada jeda beberapa detik sampai ia menjawabnya. "Ibu masuk rumah sakit, "Grita terkejut."Hah? Ibu sakit apa? "Terdengar suara Aya menghela nafas, suaranya gemetar menahan tangis. "Kanker kelenjar getah bening stadium tiga. "Lagi, Grita di buat terkejut dengan u
Pagi ini di kediaman Anton dihebohkan dengan adanya kotak hitam misterius yang tergeletak di depan gerbang. Pak Adi, selaku satpam rumah yang pertama kali menemukannya. Awalnya pak Adi pikir kotak tersebut adalah paket yang dipesan oleh orang rumah. Tapi ketika dilihat tidak ada nama pengirim dan untuk siapa paket misterius itu. Jadi pak Adi membawanya ke pos tanpa memberi tahu orang rumah terlebih dahulu. Lalu orang kedua yang mengetahuinya adalah Kaisar. Ia bersama pak Adi memeriksa kotak misterius itu. "Buka aja, Pak, "ucap Kaisar.Pak Adi menolak. "Jangan! Kita belum tau untuk siapa paket ini. ""Ya kalau gak dibuka gimana kita bisa tau buat siapa paket ini. Siapa tau ada petunjuk di dalamnya,"Pak Adi terus menolak dengan alasan takut kalau di dalam kotak itu ada bom. Alasan yang tidak masuk akal karena kotak itu sangat ringan seperti tidak ada isi di dalamnya. Bi Ina yang sedang mengantarkan sarapan kepada satpam akhirnya mengetahui keberadaan kotak misterius tersebut. Wanit
Kara dan Kaisar sudah menunggu cukup lama tapi Anton tak kunjung keluar dari ruang kerjanya. Kara sampai mengantuk, matanya berkali-kali terpejam namun ia paksakan untuk tetap terjaga. Kaisar menyadari itu, ia meminta Kara untuk tidur saja tetapi jawaban gadis itu tetap sama, yaitu tidak. "Nona bisa bertanya pada tuan besok. Sekarang Nona tidur saja ini sudah malam,"ucap Kaisar. Kara hendak protes tapi terpotong oleh ucapan Kaisar. "Tidak ada penolakan. Pergi sendiri atau saya antar? "ucap Kaisar tegas. Ia menatap mata Kara dalam, membuat yang ditatap langsung salah tingkah. "A-aku bi-bisa sendiri!" Kara berjalan cepat menuju kamarnya untuk mengindari lelaki ini, lebih tepatnya menghindari tatapan matanya yang sangat dalam itu. Kaisar menatap punggung kecil itu yang perlahan menghilang dibalik tembok. Setelah memastikan bahwa Kara benar-benar masuk ke kamar, Kaisar keluar dari rumah. Tidak mungkin ia menunggu Anton keluar dari ruang kerjanya dan menanyakan apa isi dari kotak miste
Pagi ini suasana hati Anton tampak buruk. Tatapan matanya dingin serta tak ada senyuman seperti biasanya. Setelah minum secangkir kopi, ia bergegas pergi tanpa makan apapun. Niat Kara untuk bertanya tentang kotak misterius itu pun terurungkan. Kara memikirkan apa penyebab ayahnya menjadi sedikit berubah sifatnya akhir-akhir ini. Apakah karena kotak misterius itu atau mungkin Anton masih marah karena Kara menanyakan penyebab kematian ibu dan abangnya?Kara keluar rumah, ia melihat Kaisar yang tengah duduk sambil menyeruput kopi di teras rumah depan. Ia langsung menghampiri Kaisar. "Gimana tadi malam? Orangnya ke tangkap?" Kaisar menoleh ke arahnya lalu menggelengkan kepalanya. Kara duduk di kursi samping Kaisar. "Dia tidak datang, "ucap Kaisar. Matanya lurus ke depan, menatap halaman rumah yang luas. Perjuangannya tadi malam sia-sia, orang yang dia tunggu tidak datang. Satu teko kopi membantunya untuk tetap terjaga hingga saat ini, tapi tidak dengan Pak Adi, pria paruh baya itu te
Ternyata di ujung gang ada satu jalan yang mengantarkan mereka menuju hutan. Grita takjub karena ia baru tahu bahwa ada hutan di kota mereka, entahlah mungkin karena ia sibuk bekerja jadi tidak tahu dengan kotanya sendiri. Dodi dan Grita berjalan menelusuri jalan setapak masuk kedalam hutan. Sekeliling mereka hanya ada pohon-pohon besar tinggi. "Tentang lelaki tadi, kau bilang aku akan menjadi rekannya, maksudmu apa?"tanya Grita. Dodi menoleh, ia tersenyum kecil. "Maksudmu Iden? Dia salah satu anak buahku. Karena kau akan bekerja padaku itu berati dia juga akan menjadi rekanmu, "ucap Dodi. Grita menggerutu kesal, lelaki kasar nan menyeramkan itu akan menjadi rekannya? Oh sungguh malang sekali nasibnya. Grita menghela nafas kasar, Dodi menoleh dan menatap Grita kebingungan. "Ada apa?"Grita menggelengkan kepalanya, mengatakan bahwa tidak ada apa-apa. Dodi langsung melepaskan jas hitam miliknya dan memberikannya kepada Grita. Gadis itu menerimanya dengan raut wajah kebingungan. "U
Semenjak malam dimana kotak misterius ditemukan, sifat Anton jadi berubah dan ia lebih sering mengurung dirinya di kamar atau ruang kerjanya. Ia jadi jarang berinteraksi dengan anak satu-satunya, Kara. Anton sengaja pulang larut malam, pukul 1 malam ia baru pulang kerumah. Keadaan rumah sudah sangat sepi,tentu saja karena mereka semua sudah tidur. Hanya Kaisar dan Pak Adi yang masih terjaga di pos satpam. Anton membuka pintu ruang kerjanya. Ia menekan sakelar lampu dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah kondisinya sangat berantakan. Buku-buku yang seharusnya tertata rapi di rak berhamburan, serta foto-foto yang juga berhamburan dilantai. Anton berjongkok dan mengambil salah satu foto. Di foto itu terlihat istrinya, Widya tengah tersenyum lebar. Ia nampak sangat cantik dengan dres putih, tapi kecantikan itu tertutupi oleh coretan spidol merah yang menutupi wajah cantik Widya. Dibelakang foto terdapat tulisan yang juga ditulis dengan spidol merah. Pelacurmu mati! Hahaha. "Baj
"Tenang saja, dia hanya kelelahan."Semua yang ada di dalam ruangan itu bernafas lega, lalu sang dokter pamit pulang. Hanya menyisakan Kara, Bi Ina dan Anton yang masih terbaring tak sadarkan diri. Bi Ina mengusap punggung Kara, menenangkan gadis yang sedaritadi masih menangis. "Sudah jangan menangis, Tuan cuma kelelahan,"ucap Bi Ina. Kara mengusap air matanya. Bi Ina mengajak gadis itu untuk keluar dari kamar Anton, Kara awalnya menolak. Ia mengatakan ingin menemani ayahnya hingga siuman. Bi Ina dengan sabar mengatakan kepada gadis itu untuk jangan mengganggu Anton dan membiarkannya untuk istirahat dahulu, Anton pasti sangat kelelahan karena bekerja terus setiap hari. Kara akhirnya menurut. Dibantu oleh Bi Ina, gadis itu berjalan keluar kamar Anton dengan terpincang-pincang. Kaki Kara sudah diperban dengan baik, sudah tidak memakai sobekan kaos Kaisar lagi. Kara bersikeras ingin turun ke lantai bawah tapi Bi Ina menolak, kakinya sedang terluka. Menuruni tangga dengan kaki yang terl
"Sudah menunggu lama?"Grita menggelengkan kepalanya lalu tersenyum. Ia meminta Dodi untuk duduk di kursi didepannya. Tidak seperti kemarin, lelaki itu tidak mengenakan pakaian formal, sepertinya dia pulang ke rumahnya terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Grita. Pakaiannya lebih santai, ia mengenakan pakaian serba hitam. Celana panjang yang dipadukan dengan kaos hitam yang dilapisi jaket kulit berwarna hitam juga. Sepertinya lelaki itu pecinta warna hitam. "Tidak, aku juga baru datang, "ucap Grita. Sekarang mereka tengah berada di warung kopi dekat apartement Grita. Ini tempat langganan Grita, dulu bersama Kaisar ia sering sekali nongkrong disini. Tapi setelah Kaisar pergi keluar kota, ia jadi jarang datang kemari. "Mau pesan apa? Biar aku pesankan, "tanya Grita. "Sama kan saja denganmu." Grita mengangguk, ia berdiri dan menghampiri penjual untuk memesan. Warung kopi ini tidak terlalu ramai, hanya ada Grita, Dodi dan 3 orang lelaki dewasa yang duduk tak jauh darinya. Warung ko