"Ken, berikan salah satu sulurmu, aku akan menaikinya." Ken melirik dengan kening berkerut, sedikit tidak setuju dengan gagasan yang diusulkannya. Meski khawatir dengan keselamatan Charlos, namun situasi memaksanya untuk segera bertindak. Ia bersedia mempercayai kemampuan Charlos, dan memberikan sulur besarnya sambil memperingatkan dengan serius. "Hati-hati." Charlos mengangguk dengan menyakinkan dan segera melompat ke atas sulur, permukaan sepatunya bergesekan dengan permukaan kasar sulur. Membuat langkahnya sempat goyah karena licinnya permukaan sulur. Menuntut ia untuk menginjakkan kakinya dengan hati-hati di antara duri besar yang tajam, tapi duri-duri itu menghilang di setiap langkahnya. Charlos menyeringai nakal, gembira melihat jalan mulus yang disediakan untuk memudahkannya bergerak. Berada di atas sulur memudahkannya melihat dengan jelas seluruh medan pertempuran. Kawanan serigala berlari mendekat dengan cepat, menyatu dengan kabut abu-abu di sekeliling hutan. Mata cyan
Di dalam tubuh Ken. Aletta berdiri, tangannya terentang menerima pecahan jiwanya. Bola cahaya melebur menjadi kepulan asap putih, sebelum perlahan meresap masuk ke seluruh tubuhnya. Membuat keberadaan Aletta sedikit lebih jelas, tidak sepudar saat pertama kali ditemui oleh Ken. Keres mengamati setiap tindakan Aletta dengan dingin, selalu ada kewaspadaan dalam dirinya terhadap keberadaan yang tidak diketahui ini. Orang inilah yang membuat tuannya harus menghadapi bahaya yang tidak diketahui, mempertaruhkan nyawanya lagi dan lagi. Keningnya berkerut tidak senang, ketika melihat Ken yang terbaring kesakitan di luar sana. "Kau sebaiknya tidak membuat masalah," peringat Keres dengan suara yang dingin, tidak repot menyembunyikan ketidaksukaannya. Aletta melirik Keres tanpa ekspresi apa pun di wajahnya, sama sekali tidak peduli dengan sikap tidak ramahnya. "Kau tak perlu khawatir. Jika kau memang peduli pada tuanmu, lakukan saja ritual kontrak yang benar terhadapnya," balasnya sebelum
Di dalam diri Ken, Keres melihat interaksi pelayan dan ibu hamil itu. Ia juga merasakan perasaan enggan dan ketidakberdayaan Ken terhadap hal itu. Apalagi saat sulur mawar tak terlihat mengambil jiwa mati bayi itu, wajah Ken menegang. Setelah sekian lama, Keres akhirnya berbicara, "Apakah kau membenci kekuatan yang kau dapatkan?" Ken tidak menyangka Keres akan bertanya. Biasanya, roh itu memilih diam hampir sepanjang waktu. Dan hanya akan berbicara ketika diperlukan, sehingga hubungan antara mereka masih sangat asing. Ken langsung terduduk dan menghela napas, sebelum menjawab dengan senyum pasrah. "Apa yang bisa kulakukan selain menerimanya? Melawan juga tidak ada gunanya." Keres mengerutkan kening melihat senyum pasrah di wajah Ken, ia sendiri tahu bahwa tidak ada perlawanan di hati Ken ketika menerima kekuatan itu. Ken seolah menerima apa pun yang diberikan padanya, hal itu menimbulkan gangguan tidak nyaman padanya. "Kau tidak marah?" Keres meraung. "Kau bisa saja berteria
Keres jatuh ke dalam perenungan, ingatannya melayang kembali pada satu sosok roh kematian. Namanya adalah Melantha, salah satu roh kematian yang mempunyai kekuatan besar, roh yang selalu menunggu kembali tuan sebelumnya. Setiap waktu, Melantha selalu menatap ke arah altar takdir. Tempat di mana para roh dipanggil untuk menemui tuan mereka, tepat di tengah dunia roh. Di antara para roh yang selalu bersedih karena ditolak tuannya, Melantha menjadi sosok tenang yang berbeda. Perbedaan mencolok itu menimbulkan riak penasaran pada Keres, sehingga ia mendekatinya dan mulai bertanya, "Kenapa kau selalu menatap altar takdir?" Melantha meliriknya sekilas, sebelum kembali menatap tempat altar dan menjawabnya dengan tenang, "Aku menunggu tuanku." "Tuanmu?" Keres bingung, kembalinya Melantha ke dunia roh bearti tuannya telah mati. Sehingga jawaban Melantha tampak mustahil, seperti harapan yang sia-sia. "Bukankah tuanmu telah mati?" Kali ini Melantha berbalik menatap Keres, menjawab dengan su
Karena benang perak telah muncul, ketiganya segera melanjutkan perjalanan untuk mendapatkan fragmen. Kali ini benang itu menunjuk ke dalam hutan lagi, membuat Charlos tidak bisa tidak menghela napas berulang kali di tengah perjalanan. Kenangan pertarungan yang melelahkan dengan Dacia di hutan, meninggalkan bayangan yang mendalam bagi Charlos. Teriakan yang memekakkan dan rasa lelah yang melumpuhkan kembali menghantui pikirannya. Memberinya perasaan bahwa pertarungan di hutan akan menguras kekuatannya kembali. "Sial, aku sangat berharap kita tidak bertarung kembali di hutan." "Aku tidak yakin, kemungkinan memang di hutan sepertinya." Ken membalas perkataan Charlos. Kata-katanya bukan hanya tebakan semata, karena saat ini mereka sudah masuk lebih dalam ke hutan. Tidak seperti hutan suram terakhir kali, hutan ini tampak cukup normal. Pohon-pohon tumbuh subur dengan daun-daun hijaunya yang menyengarkan. Udara dipenuhi dengan aroma rerumputan segar, bercampur dengan wangi bunga samar
Benang perak berakhir di sebuah bukit, lebih tepatnya pada sebuah batu aneh yang setengah tenggelam ke tanah. Ken dan Charlos saling memandang, lalu mendekati batu tersebut. "Ini ... apakah benar menunjuk pada batu aneh ini?" Charlos berjongkok, mengamati dengan seksama. Terdengar bunyi 'tuk' keras ketika ujung pedang Charlos mengetuk badan batu. Bentuk dari batu tersebut adalah lonjong hitam panjang, dengan sebuah kuncup bunga di atasnya berwarna hitam serupa. Ken juga mengangkat sebelah alisnya aneh, tapi benang perak jelas menunjuk pada batu aneh ini. Ken berpikir, mustahil fragmen jiwa bisa diperoleh semudah ini. Lingkungan di sekitarnya tampak damai, tetapi tidak ada rumput yang tumbuh di sekitar area batu aneh itu. Ia berkedip, menatap tanah di bawah kakinya, dikombinasikan dengan suasana biasa ini. Hati Ken mengepal dengan waspada, yakin bahwa ada bahaya yang sedang mengintai mereka. Sulur mawarnya dikeluarkan, Ken berniat untuk mencabut bunga di atas batu. Ia ingin meliha
Ken mengerahkan sulur besarnya untuk menghadapi ular itu. Sulurnya melesat dengan cepat ke arah ular, bergoyang menerobos kabut debu yang tebal dengan duri tajam disekujur tubuhnya. Bergegas melilit tubuh ular dengan duri tajam sekeras besi, menusuk kuat sisik keras ular tersebut. Menghasilkan suara berderit seperti logam yang dipaksa patah. Monster ular itu mengeluarkan desisan keras saat kesakitan. Darah berwarna hitam merembes keluar dari sela-sela sisiknya, bercampur aroma busuk yang menusuk hidung, membuat orang mual dengan menciumnya. Ular itu menggeliat liar, mata abunya menyala dengan penuh kebencian. Ia membuka lebar mulutnya, siap menggigit sulur yang melingkari lehernya. Mencoba membuat dirinya bebas. Dan pada saat yang sama menggunakan ekornya untuk memukul-mukul tubuh sulur, menghukum sulur yang berani menyentuhnya. Gerakan dua ular raksasa itu mengonyak kembali tanah di sekitar mereka. Setiap hentakan dari ekor monster ular menyebabkan kembali gempa bumi. Retakan di
Kekuatan petir dari monster ular itu sangat mengerikan. Lingkungan sekitar menjadi saksi bisunya, ketika debu yang baru saja mereda kini dipenuhi asap hitam dari sulur raksasa yang hangus disambar. Serpihan kayu menyebar bercampur dengan pecahan-pecahan batu yang hancur. Beberapa batu yang besar terbelah dan menghitam akibat terkena arus listrik yang dahsyat. Tanah di bawah monster ular semakin merekah, menciptakan celah besar yang masih memancarkan sisa kilatan listrik. Udara di hutan penuh dengan bau menyengat, bercampur dengan aroma vegetasi yang terbakar. Kepala ular terangkat tinggi, mendesis puas melihat keadaan sulur mawar yang menjauh darinya dan menggeliat dengan lemah. Mata abu-abunya berbinar dengan kilau kemenangan, sekaligus ejekan terhadap musuh-musuhnya yang terluka. Meski manusia-manusia yang mengedalikan sulur dan mencoba menyerangnya bersembunyi di balik sulur menjijikkan ini, monster ular akan segera memusnahkannya. Namun ia kembali memuntahkan lidah bercaban
Charlos menyisihkan pedangnya dan mulai mengumpulkan energi hijau besar ditelapak tangannya. Matanya memandang monster ular itu dengan tajam, memanfaat momen di mana ular itu sedang bertarung sengit dengan sulur Ken. Aura penyembuhannya melayang dan mulai membentuk perisai besar di udara. Perisai itu melebar dengan cepat, hampir menutupi daerah bukit yang luas. Energinya terlihat berkilauan, membentuk sebuah dinding yang kokoh. "Ini hadiah untukmu, ular berengsek!" teriak Charlos dengan bersemangat, mendorong perisai raksasa itu dengan kuat menuju monster ular. Monster ular tentu saja mendeteksi sebuah ancaman, mata abu-abunya melihat cahaya hijau yang besar. Ekornya diangkat untuk menyerang ke arah Charlos, namun dihalangi dengan kuat oleh sulur Ken. Setiap kali ia maju untuk mendekat, ledakan akan muncul di bawah tubuhnya. Membuatnya mundur dengan kesakitan, sama sekali tidak bisa mendekat. Namun ular itu terlambat, perisai besar itu datang ke arahnya secepat kilat. Menghantam
Kekuatan petir dari monster ular itu sangat mengerikan. Lingkungan sekitar menjadi saksi bisunya, ketika debu yang baru saja mereda kini dipenuhi asap hitam dari sulur raksasa yang hangus disambar. Serpihan kayu menyebar bercampur dengan pecahan-pecahan batu yang hancur. Beberapa batu yang besar terbelah dan menghitam akibat terkena arus listrik yang dahsyat. Tanah di bawah monster ular semakin merekah, menciptakan celah besar yang masih memancarkan sisa kilatan listrik. Udara di hutan penuh dengan bau menyengat, bercampur dengan aroma vegetasi yang terbakar. Kepala ular terangkat tinggi, mendesis puas melihat keadaan sulur mawar yang menjauh darinya dan menggeliat dengan lemah. Mata abu-abunya berbinar dengan kilau kemenangan, sekaligus ejekan terhadap musuh-musuhnya yang terluka. Meski manusia-manusia yang mengedalikan sulur dan mencoba menyerangnya bersembunyi di balik sulur menjijikkan ini, monster ular akan segera memusnahkannya. Namun ia kembali memuntahkan lidah bercaban
Ken mengerahkan sulur besarnya untuk menghadapi ular itu. Sulurnya melesat dengan cepat ke arah ular, bergoyang menerobos kabut debu yang tebal dengan duri tajam disekujur tubuhnya. Bergegas melilit tubuh ular dengan duri tajam sekeras besi, menusuk kuat sisik keras ular tersebut. Menghasilkan suara berderit seperti logam yang dipaksa patah. Monster ular itu mengeluarkan desisan keras saat kesakitan. Darah berwarna hitam merembes keluar dari sela-sela sisiknya, bercampur aroma busuk yang menusuk hidung, membuat orang mual dengan menciumnya. Ular itu menggeliat liar, mata abunya menyala dengan penuh kebencian. Ia membuka lebar mulutnya, siap menggigit sulur yang melingkari lehernya. Mencoba membuat dirinya bebas. Dan pada saat yang sama menggunakan ekornya untuk memukul-mukul tubuh sulur, menghukum sulur yang berani menyentuhnya. Gerakan dua ular raksasa itu mengonyak kembali tanah di sekitar mereka. Setiap hentakan dari ekor monster ular menyebabkan kembali gempa bumi. Retakan di
Benang perak berakhir di sebuah bukit, lebih tepatnya pada sebuah batu aneh yang setengah tenggelam ke tanah. Ken dan Charlos saling memandang, lalu mendekati batu tersebut. "Ini ... apakah benar menunjuk pada batu aneh ini?" Charlos berjongkok, mengamati dengan seksama. Terdengar bunyi 'tuk' keras ketika ujung pedang Charlos mengetuk badan batu. Bentuk dari batu tersebut adalah lonjong hitam panjang, dengan sebuah kuncup bunga di atasnya berwarna hitam serupa. Ken juga mengangkat sebelah alisnya aneh, tapi benang perak jelas menunjuk pada batu aneh ini. Ken berpikir, mustahil fragmen jiwa bisa diperoleh semudah ini. Lingkungan di sekitarnya tampak damai, tetapi tidak ada rumput yang tumbuh di sekitar area batu aneh itu. Ia berkedip, menatap tanah di bawah kakinya, dikombinasikan dengan suasana biasa ini. Hati Ken mengepal dengan waspada, yakin bahwa ada bahaya yang sedang mengintai mereka. Sulur mawarnya dikeluarkan, Ken berniat untuk mencabut bunga di atas batu. Ia ingin meliha
Karena benang perak telah muncul, ketiganya segera melanjutkan perjalanan untuk mendapatkan fragmen. Kali ini benang itu menunjuk ke dalam hutan lagi, membuat Charlos tidak bisa tidak menghela napas berulang kali di tengah perjalanan. Kenangan pertarungan yang melelahkan dengan Dacia di hutan, meninggalkan bayangan yang mendalam bagi Charlos. Teriakan yang memekakkan dan rasa lelah yang melumpuhkan kembali menghantui pikirannya. Memberinya perasaan bahwa pertarungan di hutan akan menguras kekuatannya kembali. "Sial, aku sangat berharap kita tidak bertarung kembali di hutan." "Aku tidak yakin, kemungkinan memang di hutan sepertinya." Ken membalas perkataan Charlos. Kata-katanya bukan hanya tebakan semata, karena saat ini mereka sudah masuk lebih dalam ke hutan. Tidak seperti hutan suram terakhir kali, hutan ini tampak cukup normal. Pohon-pohon tumbuh subur dengan daun-daun hijaunya yang menyengarkan. Udara dipenuhi dengan aroma rerumputan segar, bercampur dengan wangi bunga samar
Keres jatuh ke dalam perenungan, ingatannya melayang kembali pada satu sosok roh kematian. Namanya adalah Melantha, salah satu roh kematian yang mempunyai kekuatan besar, roh yang selalu menunggu kembali tuan sebelumnya. Setiap waktu, Melantha selalu menatap ke arah altar takdir. Tempat di mana para roh dipanggil untuk menemui tuan mereka, tepat di tengah dunia roh. Di antara para roh yang selalu bersedih karena ditolak tuannya, Melantha menjadi sosok tenang yang berbeda. Perbedaan mencolok itu menimbulkan riak penasaran pada Keres, sehingga ia mendekatinya dan mulai bertanya, "Kenapa kau selalu menatap altar takdir?" Melantha meliriknya sekilas, sebelum kembali menatap tempat altar dan menjawabnya dengan tenang, "Aku menunggu tuanku." "Tuanmu?" Keres bingung, kembalinya Melantha ke dunia roh bearti tuannya telah mati. Sehingga jawaban Melantha tampak mustahil, seperti harapan yang sia-sia. "Bukankah tuanmu telah mati?" Kali ini Melantha berbalik menatap Keres, menjawab dengan su
Di dalam diri Ken, Keres melihat interaksi pelayan dan ibu hamil itu. Ia juga merasakan perasaan enggan dan ketidakberdayaan Ken terhadap hal itu. Apalagi saat sulur mawar tak terlihat mengambil jiwa mati bayi itu, wajah Ken menegang. Setelah sekian lama, Keres akhirnya berbicara, "Apakah kau membenci kekuatan yang kau dapatkan?" Ken tidak menyangka Keres akan bertanya. Biasanya, roh itu memilih diam hampir sepanjang waktu. Dan hanya akan berbicara ketika diperlukan, sehingga hubungan antara mereka masih sangat asing. Ken langsung terduduk dan menghela napas, sebelum menjawab dengan senyum pasrah. "Apa yang bisa kulakukan selain menerimanya? Melawan juga tidak ada gunanya." Keres mengerutkan kening melihat senyum pasrah di wajah Ken, ia sendiri tahu bahwa tidak ada perlawanan di hati Ken ketika menerima kekuatan itu. Ken seolah menerima apa pun yang diberikan padanya, hal itu menimbulkan gangguan tidak nyaman padanya. "Kau tidak marah?" Keres meraung. "Kau bisa saja berteria
Di dalam tubuh Ken. Aletta berdiri, tangannya terentang menerima pecahan jiwanya. Bola cahaya melebur menjadi kepulan asap putih, sebelum perlahan meresap masuk ke seluruh tubuhnya. Membuat keberadaan Aletta sedikit lebih jelas, tidak sepudar saat pertama kali ditemui oleh Ken. Keres mengamati setiap tindakan Aletta dengan dingin, selalu ada kewaspadaan dalam dirinya terhadap keberadaan yang tidak diketahui ini. Orang inilah yang membuat tuannya harus menghadapi bahaya yang tidak diketahui, mempertaruhkan nyawanya lagi dan lagi. Keningnya berkerut tidak senang, ketika melihat Ken yang terbaring kesakitan di luar sana. "Kau sebaiknya tidak membuat masalah," peringat Keres dengan suara yang dingin, tidak repot menyembunyikan ketidaksukaannya. Aletta melirik Keres tanpa ekspresi apa pun di wajahnya, sama sekali tidak peduli dengan sikap tidak ramahnya. "Kau tak perlu khawatir. Jika kau memang peduli pada tuanmu, lakukan saja ritual kontrak yang benar terhadapnya," balasnya sebelum
"Ken, berikan salah satu sulurmu, aku akan menaikinya." Ken melirik dengan kening berkerut, sedikit tidak setuju dengan gagasan yang diusulkannya. Meski khawatir dengan keselamatan Charlos, namun situasi memaksanya untuk segera bertindak. Ia bersedia mempercayai kemampuan Charlos, dan memberikan sulur besarnya sambil memperingatkan dengan serius. "Hati-hati." Charlos mengangguk dengan menyakinkan dan segera melompat ke atas sulur, permukaan sepatunya bergesekan dengan permukaan kasar sulur. Membuat langkahnya sempat goyah karena licinnya permukaan sulur. Menuntut ia untuk menginjakkan kakinya dengan hati-hati di antara duri besar yang tajam, tapi duri-duri itu menghilang di setiap langkahnya. Charlos menyeringai nakal, gembira melihat jalan mulus yang disediakan untuk memudahkannya bergerak. Berada di atas sulur memudahkannya melihat dengan jelas seluruh medan pertempuran. Kawanan serigala berlari mendekat dengan cepat, menyatu dengan kabut abu-abu di sekeliling hutan. Mata cyan