“Ayahmu belum datang?”
“Hm.”
“Aku antar?”
“Terus tunanganmu nanti ngelabrak aku lagi seperti satu minggu yang lalu saat kamu juga pergi ke Bali?” tanya Ran sambil tersenyum miring.Juna terdiam sesaat. Pria ini menutup mata, lalu membukanya kembali. “Maafkan aku.”
“It’s okay, Jun. Mungkin kalau aku ada di posisi tunanganmu, aku akan melakukan hal yang sama.”
“Aku mencintaimu, Ba—”“Sudahlah, Juna. Ingat tunanganmu.”“Aku__" Juna menghentikan ucapannya, saat sebuah mobil berhenti tepat di depannya dan Ran. Mereka saat ini berada di depan restoran yang sudah terlihat gelap karena sudah tutup sejak setengah jam yang lalu. Walaupun masih ada satpam yang belum pulang dan masih berjaga di pos yang berada tak jauh dari tempat Ran dan Juna berada.Seorang wanita cantik dengan pakaian elegan keluar dari sana. Wajahnya angkuh. Wanita itu menatap Ran sinis.
“Kalian masih berselingkuh?”
“Jangan bicara sembarangan, Stevi!” hardik Juna tak suka.
Seorang wanita yang bernama Stevi itu tertawa sinis ke arah Juna.“Untuk apa kalian berdua masih di sini kalau bukan sedang berseling—”
“Ran sedang menunggu jemputan.”“Lalu kamu, kenapa kamu tidak langsung pulang?”
“Aku menunggu sampai jemputan Ran datang.”
“Haruskah kamu ikut menunggu?”
“Ran adalah salah satu karyawan di restoran ini. Tentu saja aku harus bertanggung jawab sebagai manager di sini untuk keselamatann—”
“Tidak perlu berdalih atas rasa tanggung jawab sebagai manager restoran ini, Juna! Buat apa satpam restoranmu pulang paling akhir, kalau kamu yang harus menemani karyawan restoran ini sampai pulang semua?! Dengar, kamu harus ingat kalau aku adalah tunanganmu! Aku tidak peduli kalian pernah menjadi sepasang kekasih! Hubungan yang kita jalani bukan main-main dan sudah melibatkan dua keluarga!” desis Stevi tajam ke arah Juna yang hanya mampu terdiam. “Dan Anda, Nona Chalia,” Stevi mengalihkan pandangan ke arah Ran, dengan sorot mata yang masih tajam, “tolong Anda tahu posisi Anda di mana. Hubungan kalian sudah berakhir, dan tolong jangan dekati tunangan sa—"“Stevi!”
“Hahaha… lihatlah, bahkan kamu membentakku hanya untuk mantanmu itu!”
“Ayo pulang.”Stevi menepis tangan Juna saat pria itu mencoba memegang lengannya. “Urusi saja selingkuhanmu itu!” Stevi menatap Ran sinis, lalu membuka pintu mobilnya kembali.Namun belum sempat Stevi masuk ke dalam mobilnya, tangannya segera ditahan oleh Ran.
“Ada ap—”
“Saya dan Juna hanya rekan kerja. Tolong jangan salah paham lagi tentang hubungan kami.”
“Rekan kerja? Cih… Seolah saya percaya! Anda pikir saya bodoh?! Apakah Anda lupa, kalau Anda dan tunangan saya pernah berselingkuh di belakang saya? Bagaimana saya bisa percaya bahwa kali ini kalian tidak sedang kembali menjalin hubu—"
“Stevi, kita sudah pernah membahas hal ini!”
“Terus saja membentakku, Juna!”“Aku membentakmu, karena kamu sudah keterlaluan!”
“Di bagian mana?! Aku sudah cukup bersabar denganmu selama ini! Kamu—”“Saya akan bertunangan sebentar lagi.”Juna dan Stevi menghentikan perdebatan mereka saat Ran mengatakan hal itu. Mereka berdua membelalakkan mata terkejut.
“Ran…”
“Anda—apa?”
“Saya sebentar lagi akan bertunangan, Nona Stevi,” ucap Ran lagi.
Suasana hening seketika. Hanya deru napas mereka bertiga yang saling bersahutan. Juna dan Stevi memfokuskan pandangan ke arah Ran, yang saat ini menatap Stevi.
“Anda tidak perlu khawatir saya kembali menjalin hubungan dengan Juna. Itu tidak akan terjadi lagi.” Ran tersenyum tipis. “Hubungan kami saat ini murni karena pekerjaan dan tanggung jawab.”
Pasangan tunangan itu masih terdiam saat Ran mengatakan itu. Terlebih Juna. Jantung Juna berdetak kencang. Rannya akan bertunangan? Oh… seandainya saja waktu bisa terulang, Juna tak akan melepaskan Ran begitu saja.
Tin!
Bunyi klakson sebuah mobil yang baru datang, menyadarkan mereka bertiga untuk memusatkan perhatian ke arah mobil itu. Pria paruh baya yang masih tampan di usianya yang sudah tak muda lagi itu keluar dari mobil, dan berjalan tergesa ke arah Ran.
“Maaf ayah terlambat. Ayah ketiduran, Ran,” ucap pria itu panik sambil mengusap lembut rambut anaknya.
“Gak apa-apa, Yah.” Ran mengalihkan pandangan ke arah Juna dan Stevi, dan kembali memasang senyum kecil. “Saya pulang dulu ya. Selamat malam.” Ran berbalik, lalu menggamit lengan sang ayah, meninggalkan Juna dan Stevi dalam kebisuan.
“Ran kan udah bilang, mending Ran naik taksi online aja, atau dijemput Pak Kirman. Ayah pasti capek kalau jemput Ran terus.”
“Tidak, ayah masih sanggup jemput kamu, Sayang.”“Ayah keras kepala!”
“Terima kasih pujiannya, Cantik.”
“Ayah~”
“Hahaha…”
Sayup-sayup terdengar percakapan antara Ran dan ayahnya.
“Mantanmu akan segera bertunangan. Woah…berita yang mengejutkan, Juna. Aku harap kamu tabah mendengarnya,” sinis Stevi sambil bersedekap.
Setelah mobil yang membawa Ran sudah tak terlihat, Stevi memusatkan perhatian ke arah sang tunangan yang masih terdiam kaku, seperti tersambar petir.
Juna mengalihkan pandangan ke arah Stevi dengan rahang mengeras. “Tabah apa? Kamu jangan bicara yang aneh-aneh lagi,” balas Juna, walaupun dalam hati terasa nyeri karena mengingat ucapan Ran.
Akan bertunangan dengan siapa mantannya itu? Setahu Juna, Ran tidak punya kekasih. Atau… Ran memiliki kekasih tersembunyi?
“Tidak perlu berpura-pura di depanku. Seandainya wanita itu mau mempertahankan hubungan kalian, kamu pasti akan memutuskan pertunangan kita kan?”
“Cukup, Stevi. Aku lelah, aku ingin pulang dan segera beristirahat.”“Menunggu jemputan mantanmu sampai datang saja kamu bisa, kenapa sekarang mengeluh lelah?”
“Mobilmu biar menginap di sini saja. Ayo aku antar pulang.” Juna sengaja mengabaikan sindiran tunangannya itu, karena pria ini yakin tak akan pernah bisa menang melawan wanita yang sudah berhubungan dengannya sejak SMA ini.
“Aku bisa pulang sendiri. Tidak perlu pura-pura peduli padaku.” Stevi segera masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan Juna yang saat ini terdiam kaku.
Tak lama, Juna mengembuskan napas kasar. Pria ini menyugar rambutnya, lalu menjambaknya frustrasi.
Hubungannya dan Stevi sudah tak sehat selama bertahun-tahun, tapi dia tak bisa ke mana pun selain terjebak dengan wanita itu.
Sementara itu, Stevi sudah mengendarai mobilnya meninggalkan restoran milik keluarga sang tunangan. Saat sudah berada sedikit jauh dari restoran tunangannya, Stevi menepikan mobil untuk berhenti sejenak. Kabut air mata sudah membayangi penglihatannya. Wanita ini menggenggam erat kemudi dengan air mata yang sudah jatuh ke pipi.
“Bagaimana lagi caranya agar kamu kembali mencintaiku, Juna? Hiks… Tidak cukupkah pengorbananku selama ini… selalu mengalah… dan memaafkan kesalahanmu… Hiks… selalu setia padamu… APA KURANGKU?!” teriak Stevi di akhir kalimat sambil memukul kemudi sekuat tenaga. Stevi tak peduli dengan rasa nyeri di tangannya. Wanita ini terisak hebat, mencurahkan kesakitannya. Hubungan percintaannya dan Juna sejak SMA, harus ternodai karena pria itu membagi hati.
Haruskah dia menyerah?
***
Ran memandangi sebuah toko perhiasan mewah di depannya. Di sampingnya, sudah ada seorang pria yang saat ini memasang senyum semringah seperti habis dapat jackpot. Bagaimana tidak dapat jackpot, tiba-tiba kemarin malam, sang mama memberitahunya melalui sambungan telepon kalau wanita pujaan sejak pria ini duduk di bangku sekolah dasar, menerima pertunangan mereka. Lebih jackpotnya lagi, wanita itu minta pertunangan mereka disegerakan. Pria ini yang tadinya hendak melepaskan kegalauannya di kelab malam karena masih teringat kedekatan manager Ran dan wanita itu, langsung membelokkan kemudi pulang ke rumahnya, karena ingin menanyakan secara langsung ucapan sang mama, dan berharap kabar itu bukan prank.“Bukankah kita mau ke rumahmu?” tanya Ran bingung.“Nanti, setelah kita pilih cincin pertunangan kita, Pumpkin.”Ran mendengus sebal. Panggilan ‘Pumpkin’ masih saja membuatnya kesal. Ran terkesiap saat pria di sampingnya tib
“Pilihanmu bagus.”“Kamu sudah mengatakan itu berkali-kali, bisakah kamu mengatakan hal yang lain?”Aryan terkekeh geli saat kembali berhasil memancing amarah cinta pertamanya ini. Mereka sudah melangkah ke luar toko perhiasan yang ada di salah satu mall di kota ini setelah Aryan selesai bertransaksi.“Kamu sensitif banget sih, Pumpkin.”“Aku sedang halangan, jangan sampai aku mengeluarkan semua aura hitamku saat ini!” desis Ran tak suka.“Keluarin dong, aku mau liat aura hitammu lebih banyak lagi.”“Kamu gila?”“Karena kamu.”“Tidak perlu menggombaliku! Itu tidak akan mempan!”“Iya aku tau gak akan pernah mempan gombalin kamu. Aku udah ngerasain hal itu saat kita dulu satu kelas.”Ran berdecih geli. “Saat itu kita masih sangat kecil, dan kamu sudah mencoba merayu perempuan. Jangan-jangan kamu melakuka
“Wow, followersnya tujuh juta orang?” Ran menatap takjub layar ponselnya. “Ternyata dia model dan selebgram.”Ran sibuk berselancar di dunia maya, tepatnya di salah satu aplikasi media sosial, setelah sebelumnya Ran mencari tahu lebih banyak di mesin pencarian tentang seseorang yang membuatnya penasaran.“Dan..teman wanitanya sebanyak ini? Hahaha… Dasar playboy cap cicak ekor buntung!” Ran tertawa setengah kesal, saat menemukan begitu banyak foto seseorang itu dengan banyak wanita berpakaian menggoda.Ran menghentikan jarinya menggeser layar ponsel yang dia genggam. Wanita ini menatap langit-langit ruang keluarga di rumahnya.Setelah seharian berada di rumah calon tunangannya untuk menentukan tema dekorasi acara pertunangan mereka yang akan diadakan tiga minggu lagi, Ran baru saja tiba di rumahnya setengah jam yang lalu, dan segera sibuk membuka mesin pencarian untuk menuntaskan rasa penasaran yang sejak siang ta
“Berita bagus untuk kita, karena restoran kita sudah resmi bekerja sama dengan salah satu hotel mewah di negara ini, Hotel Kusumo.”Terdengar riuh tepuk tangan pegawai restoran tempat Ran bekerja, saat Juna mengumumkan perihal kerja sama restoran mereka dengan Hotel Kusumo.“Dan, untuk satu atau dua minggu ke depan, Chef Ran akan stay di Hotel Kusumo, karena menu-menu andalan restoran ini, yang sebagian besar adalah menu yang Chef Ran buat, akan menjadi menu andalan juga di hotel itu.”Tepuk tangan kembali terdengar. Bahkan kali ini celotehan beberapa karyawan ikut meramaikan suasana briefing pagi ini sebelum mereka membuka restoran.“Wih… Chef Ran bisa ketemu sama Aryan Kusumo nih!”“Unchhh… iri ih~”“Aku gak liat pas Aryan Kusumo ke sini waktu itu. Huhuhu… nyesel kenapa hari itu aku libur!”“Aslinya ganteng banget… nget… nget! Sumpah
Ran terkejut saat ada seseorang yang menyodorkan minuman kaleng dingin ke arahnya. Wanita ini menengadahkan kepala melihat siapa yang melakukannya.Bola matanya memutar saat tahu siapa orangnya. “Sedang apa kamu di sini?”“Tentu aja kerja, Pumpkin. Kamu pikir ngapain lagi aku di hotel ini,” balas seseorang itu. Seseorang itu menarik kursi, lalu duduk di depannya.“Kamu pasti tahu bukan itu maksudku! Yang aku tanyakan, sedang apa kamu di kantin karyawan?”“Mau jenguk calon tunangan.”“Aku gak lagi sakit, Aryan Kusumo!”“Ya maksudku mau nemenin calon Nyonya Aryan Kusumo istirahat.”Semburat merah tiba-tiba saja muncul di kedua pipi Ran.“Aku sudah bilang, tidak perlu menggombaliku!”“Siapa yang mau gombal sih. Orang ngomong jujur dibilang gombal.”“Lalu apa namanya pakai bawa-bawa
“Bagus kan?”“Bagus, Tant__ ehm—Mama… maksud Ran, Mama,” ucap Ran meralat panggilannya untuk wanita paruh baya di depannya ini. Wanita ini sudah menatap Ran galak, sampai membuat Ran menciut.Sementara itu, di sebelah Ran, terdengar kekehan geli seorang pria. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Aryan. Pria ini sepertinya puas menertawakan calon tunangannya, karena bukan sekali ini saja Ran salah memanggil Kania dengan sebutan ‘Tante’.“Anak cantik harus biasain ya panggil ‘Mama’. Awas saja kalau tidak terbiasa!” ancam Kania.Aryan lagi-lagi terkekeh. Namun itu tak berlangsung lama, karena detik selanjutanya, pria ini meringis nyeri karena Ran menginjak kencang kakinya.“Barbar!” bisik Aryan tajam, yang hanya dibalas Ran wajah datar seperti biasa.“Kita beli dress kembaran ya, Sayang…” ucap Kania. Ran ingin menolak, karena sejak tadi Kania tak
//Aryan KusumoPumpkin, aku beneran gak ada apa-apa sma cwek2 tdi. Kamu percaya sma aku kan?Ran hanya menatap datar sebuah pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Wanita ini sengaja tak membuka pesan itu, dan hanya membaca melalui notifikasi yang masuk. Ini sudah pesan ke sekian sejak tiga puluh menit yang lalu. Dan sudah beberapa kali pula panggilan tak terjawab memenuhi notifikasi ponselnya.Ran menatap langit-langit kamar. Pikiran wanita ini kembali berputar di kejadian tadi siang saat dirinya, Kania dan Aryan berjalan-jalan di sebuah mall. Tiga orang wanita itu teman-teman Aryan? Circle pertemanan yang seperti apa yang dijalani Aryan? Mengapa teman-teman pria itu sebagian besar berjenis kelamin wanita?“Memang dasar playboy cap cicak ekor buntung!” monolog Ran sambil tertawa kesal.RED PARADISE…Tiba-tiba saja nama yang disebut salah seorang wanita tadi
“Rrrr… Aryan, bisa kamu membiarkan aku makan sendiri?!” geram Ran dengan suara berbisik. Wanita ini menatap tajam sang calon tunangan yang saat ini menyodorkan daging sapi yang sudah diolah menjadi daging masak kecap ke depan mulutnya.“Sekali lagi. Ayo buka mulutmu, Pumpkin.”“Ini sudah ‘sekali lagi’ yang ke sekian kali, Aryan! Sejak tadi kamu menjejalkan makanan yang ada di piringmu ke dalam mulutku! Lihatlah, bahkan piringmu sudah hampir tak ada isinya!” Kesal Ran sambil menatap piring di depan Aryan yang sudah berkurang banyak dari sejak mereka makan siang di kantin Hotel Kusumo.Wanita ini tak habis pikir dengan sang calon tunangan yang sepertinya sengaja memamerkan kedekatan mereka pada para karyawan di hotel ini. Kemarin saja, saat Ran sibuk di kitchen hotel ini, Aryan masuk ke dalam kitchen dengan dalih ingin mencicipi sendiri makanan buatan Ran yang akan menjadi maka