"Gimana? Si bocah tengil itu berhasil masuk rumah sakit ndak?" tanya Hartanto pada anak buah yang diutusnya untuk merecoki acara jalan Tian dengan Ria.
"Engga bos. Ternyata backingan dia banyak sekali," balas Rizal-tangan kanan Hartanto, orang kepercayaannya.
"Banyak gimana? Bukannya kamu bilang cuman ada pengawal si Christian?" Hartanto merengut kesal karena rencananya tak berjalan.
"Saya tidak tahu bos, yang pasti semua rencana kita digagalkan oleh orang lain. Seolah mereka hadir memang untuk melindungi Nona," jelas Rizal. Bagaimana pun Rizal tetap menghormati Ria dengan memanggilnya Nona. Walaupun tindakannya tidak menunjukkan rasa hormatnya.
"Lalu untuk pencegatan bahan baku produksi dia bagaimana? Sudah dialihkan ke perusahaan saya?" tanya Hartanto kembali. Entah ada masalah apa Hartanto dengan Ria. Kakek tersebut selalu berusaha untuk mengganggu Ria.
"Sudah bos. Sepertinya mereka memundurkan jadwal launching produk baru karena produksi yang tersendat."
Hartanto melempar segepok uang di dalam amplop. "Bonus buat kamu dan lainnya karena ada satu yang berhasil," ujarnya sambil menghisap cerutunya.
"Jangan pernah main-main sama Hartanto kalau gak mau hidupnya jadi terganggu," ujarnya dengan sombong.
Tok. Tok. Tok.
"Masuk."
"Permisi Tuan, Tuan Christian pulang." Maid memberitahu kedatangan Christian.
"Ya." Hartanto bangkit dari kursinya dan berjalan menuju tempat keberadaan Christ.
"Opung apa kabar? Makin kelihatan bugar aja padahal usia terus nambah," sapa Tian begitu melihat opungnya-Hartanto duduk di kursi meja makan dekatnya.
"Dasar anak muda. Bisanya meledek orang tua terus." Hartanto tak mengambil pusing guyonan Tian.
"Gimana setelah pulang dari world tour? Sudah menemukan jiwa di industri musik ini?" Hartanto membuka pembicaraan ke arah karir yang sedang dijalani Tian.
"Hmm, setelah dijalani ternyata aku memang suka tampil dan suka juga kegiatan grup kita." Tian menjawab dengan jujur apa yang dirasa olehnya.
"Kemarin Opung lihat beritamu setelah conference. Opung bangga dengan kesuksesan yang sedang kalian dapat." Hartanto mengelus kepala Tian. Siapa pun tahu bahwa Hartanto sangat menyayangi Christian. Tian tersenyum dibuatnya. Di saat seluruh keluarganya menentang keputusan Tian untuk masuk ke dunia entertain, hanya opungnya lah yang mendukung dengan keras dan menjadi tameng untuknya melawan sindiran keluarga besar.
Bertahun-tahun Hartanto menjadi sosok orang tua bagi Tian, menggantikan peran kedua orang tuanya yang sibuk membangun kerajaan bisnis yang diturunkan dari Hartanto. Hartanto segalanya bagi Tian, pun sebaliknya. Seluruh keturunan Hartanto sudah ditentukan garis takdirnya oleh Hartanto, kecuali Christian yang dibebaskan begitu saja. Hal itu membuat kecemburuan semakin besar di keluarga Hartanto dan tak jarang membuat Christian sering mendapatkan serangan gila dari mereka.
Beredar rumor bahwa Tian yang akan mewarisi seluruh harta kekayaan Hartanto karena kedekatan mereka. Percobaan pelenyapan Tian sudah terjadi sejak rumor tersebut beredar dan hal tersebut membuat Hartanto marah dan sedih sekaligus. Hal itu pula yang membuat Hartanto menyetujui pilihan Tian untuk bergabung dengan GMC. Tian tidak lagi mendapat tekanan dari pihak keluarga akibat rumor tersebut. Mereka berpikir dengan Tian masuk ke dunia hiburan tak mungkin dapat meneruskan kerajaan bisnis Hartanto karena tidak disiapkan dan ditatar untuk terjun ke dunia bisnis.
"Kapan kamu konser lagi?" Hartanto bertanya kembali setelah dirasa pelukan mereka cukup.
"Dua bulan dari sekarang. Selama dua bulan itu kami akan syuting di Jakarta aja."
"Opung ingin sekali ikut dan lihat kamu di konser, tapi Opung takut gak kuat jantungnya." Hartanto tertawa dengan perkataannya. Bahkan peraturan di konsernya melarang orang yang sudah sepuh untuk ikut.
"Hahaha, nasib punya Opung yang sudah sepuh."
"Kalau kamu syuting gitu boleh dilihat sama keluarga gak?" Hartanto sedang mencari celah untuk bisa melihat cucunya bekerja.
"Gak tahu Opung, nanti ku tanya dulu ya. Soalnya gak pernah ada yang dikunjungi keluarga sih."
Terlihat Rizal yang menghampiri meja makan dan membawa suatu bungkusan berjumlah tiga. Hartanto mengernyitkan dahi. Siapa yang mengiriminya bungkusan itu.
"Permisi Tuan, ada kurir pengantar makanan yang mengirimkan ini dan memaksa saya untuk menerimanya," ujar Rizal begitu sampai di hadapan mereka.
"Buang saja. Saya tidak menerima kiriman makanan apa pun dari orang lain." Hartanto tidak mau menerimanya.
"Mungkin ada surat di dalamnya. Saya taro di sini ya. Permisi Tuan." Rizal pamit undur diri, yang penting sudah ia sampaikan pada Hartanto.
Tringgg. Tringgg.
Tringg. Tringggg..."Hallo." Ponsel Hartanto yang berbunyi ternyata.
"Hallo Opah, apa kabar?"
"Ngapain kamu telepon saya?" Muka Hartanto langsung berubah masam.
"Makanan aku udah sampai kan ya? Semoga Opah suka ya. Eh pasti suka sih, soalnya itu makanan kesukaan Opah yang sama kayak aku," ujarnya dengan semangat di seberang sana.
"Gak. Saya sudah gak suka satai lagi gara-gara kamu!" Hartanto mengeraskan hatinya untuk tidak memakan satai di depannya. Ada apa anak tengil satu ini meneleponnya.
"Opah bisa aja. Oh iya, aku mau cerita Opah. Sudah lama kan gak dengar cerita aku." Ria banyak omong sekali jika sedang melancarkan serangan.
"Gak usah cerita. Saya sibuk." Hartanto berniat mematikan sambungan mereka.
"Hari ini aku mau makan stik kentang sama cimol tapi gak jadi karena aku jatoh. Terus aku masuk ke lorong panjang, aku dikejar-kejar fans nya Tian dan banyak lagi kejadian luar biasa." Ria tak mempedulikan penolakan Hartanto. Ia ingin melakukan protes terhadap Hartanto.
"Yang lebih menakjubkan lagi, bahan baku produksi aku hilang. Lenyap begitu saja. Padahal aku udah DP sangat besar. Eh malah dicuri orang." Ria bicara seolah hanya menceritakan keluh kesahnya saja.
Hartanto yang tadinya menolak justru malah mendengarkan. Sebenarnya ia sedikit rindu dengan bocah tengilnya.
"Terus ya Opah, masa salah satu perusahaan Opah mau ikut launching produk yang sama kayak yang aku buat. Padahal itu belum bocor kemana pun. Akhirnya gak jadi deh kami launching." Hartanto mengernyit. Ia tak sampai mencuri ide milik Ria.
Sedikit ada jeda. Ria melanjutkan ocehannya. "Opah kan yang melakukan itu semua?"
Dasar bocah tengil, pikir Hartanto.
"Jawab Opah!" paksa Ria.
"Kalau sudah tahu, kenapa masih tanya?" Hartanto sudah berpindah ke ruang kerjanya begitu Ria mulai bercerita tadi.
"Opah jahat banget tau gak! Aku tuh ya udah capek-capek begadang lembur-lemburan demi launching produk baru ini, tapi Opah ancurin semuanya. Hancur Opah hancur!" Ria geram sekali dengan kelakuan Hartanto.
"Makanya berhenti dekati Tian!"
"Opah bilang sendiri sama cucu Opah. Gak usah lagi nyamperin aku ke apartemen, pakai barang-barang aku lagi ketika terdesak!" balas Ria dengan setengah teriak.
"Ya karena itu. Kemarin dia baru sampai Indonesia malah langsung menghampiri kamu, menggunakan barang kamu di conference dan jalan sama kamu hari ini. Bukannya pulang ke rumah malah kamu yang dicari. Saya benci kamu Ria," ungkap Hartanto dengan penuh penekanan.
"ITU KAN PILIHAN TIAN SENDIRI OPAHHH. AKU GAK PERNAH MINTA DIA UNTUK BEGITU," balas Ria dengan teriakannya. Mengapa jadi Ria yang emosi?
"Saya tidak peduli."
"Opah bener-bener jahat tau gak. Tau gitu aku kasih obat pencahar aja di sate nya biar impas kita."
"KAMU SUDAH MENAMBAHKAN OBAT TERSEBUT RIA!" Hartanto panik tatkala mendapat info tersebut.
"Kena kan kau opah. Liatin aja. Opah nakal sama aku, aku bales! Bye." Ria mematikan sambungan telepon mereka.
"BOCAH TENGIL SIALAN," teriak Hartanto.
"Tuan, Tuan, Den Tian pingsan," teriak maid dari luar.
"Panggil dokter segera!" titah Hartanto begitu sudah berada di dekat Tian.
"Ya Tuhan, kenapa harus Tian yang kena?"
#############################
"Saya benci kamu." "Kenapa lo harus mengingatkan gue dengan wanita gila itu?" "Gue benci lo dek." "Aku gak bisa dekat kakak, pasti akan mengingatkan ku sama dia." "Lo atau gue yang pergi?" "Tolong dedek bang. Bang jangan tinggalin dedek sendiri." "Anak gak tahu diuntung." Gangguan suara itu lagi. Kenapa rasanya masih sama? Sama-sama menyakitkan. Tuhan. Tolong Ria... Gue berusaha menggapai setitik cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti. Suara-suara tersebut terus mengelilingi. Apa dosa yang diperbuat Ria di masa lalu, Tuhan? Kenapa harus Ria yang mengalami ini? Gue berhasil membuka mata dan melihat sekitar bahwa gue masih di rumah papah. Tidak terjadi apa pun. Air mata tumpah mewakili perasaan gue saat ini. Sudah
Tutttt. Tutttt. Tutttt.Nomor yang anda tuju tidak menjawab. Silakan coba beberapa saat lagi."Arrghh kamu kemana sih?" Sudah tiga hari berlalu Tian kehilangan kabar dari Ria. Terakhir kali ia berkunjung ke rumah kakeknya dan berujung diare, ia tahu bahwa satai tersebut dikirim oleh Ria."Ayo Christ, sebentar lagi kita mulai shooting," ujar salah satu staf yang masih melihat Tian berada di luar ruangan."Oh, iyaa."GMC melakukan taping untuk acara variety show milik mereka sendiri. Acaranya berupa games dan terdapat kompetisi di dalamnya. Mereka sudah menjalani 141 episode yang tiap episode tayang seminggu sekali.Acara mereka dinamakan playing with GMC dengan penonton di platform youtube bisa mencapai 5-10 juta dalam sekali penayangan.Sepanjang taping mereka semua menjalani
"Kamu mau sarapan apa Ri?" tanya Tara begitu melihat anaknya sedang berjemur di halaman rumah."Bubur ayam yuk Pah yang di depan sana." Ria membuka mata tatkala mendengar suara Tara."Anton, ambilin dompet sama ponsel saya!" titah Tara dan ia berjalan menghampiri Ria."Dari kapan kamu di sini?" Mengusap peluh yang hadir di sekitar kening Ria."Lupa. Aku lanjut tidur sepertinya," balas Ria dibarengi dengan senyuman.Terlihat Anton menghampiri mereka. "Ini pak. Mau saya antar atau bagaimana?"Ria menggeleng pada Tara. Ia sedang bosan diikuti terus."Gak usah. Standby saja kalau saya butuh sesuatu," ujar Tara. Ria memutar bola mata, tentu saja papahnya tak akan membiarkan mereka pergi tanpa pengawalan dari Anton."Gak boleh keliatan mata aku loh. Kalau sampai keliatan, kalian aku hukum!" tekan Ria pada mereka. Ia benar-benar sedang pengap diikuti terus sedari awal di sini.Tara menggenggam tangan Ria."Hushh gak
Seminggu lebih mereka tinggal di salah satu rumah Antara yang tidak Ria sukai karena terlalu besar. Tara memilih rumah ini dengan pertimbangan rumah yang besar dan sedikit barang akan memperkecil kemungkinan Ria menyakiti dirinya sendiri ketika kambuh. Tentu saja anggapan Tara salah. Suara yang didengar oleh Ria memiliki kekuatan dan dorongan yang sangat besar bagi hidupnya. Sakit yang diterimanya sudah sangat besar sehingga outputnya mencari jalan kesakitan yang lain. Antara menambahkan penghuni rumah ini, bila perlu tiap ruangan terisi oleh orang yang sigap jika mendengar sekecil apapun suara. Tara juga manusia yang perlu istirahat, jadi ia tak bisa mengawasi Ria 24 jam tiada henti. Tara memberlakukan sistem shift malam dan pagi, karena terakhir kali ia melihat putrinya kambuh ketika tengah malam di mana waktu yang senggang dari pengawasan. Selama seminggu Ria tidur di dekapan Tara.
Seseorang memasuki kantornya ketika mayoritas penghuni kantor telah hadir. Kehadirannya tidak disambut dengan heboh karena memang ia datang diam-diam. Para penghuni lantai 15 sepertinya masih terkejut melihat Ria yang berjalan menuju ruangannya. Terlebih Ria yang diikuti oleh Anton di belakang, membuat orang-orang makin terdiam karena disuguhi wajah tampan nan rupawan milik Anton. Ria tak langsung menyapa penghuni lantai 15, ia memilih untuk memasuki ruangannya terlebih dahulu. Ruangan yang sudah ditinggalkannya lebih dari dua bulan. "Waaww ruanganku dibersihkan terus ya? Gak kelihatan ada debunya." Ria berkeliling dan mengecek kondisi barangnya yang sebenarnya ia juga lupa. Biar kelihatan excited saja. Anton tersenyum menanggapi, ia bukan tipikal bodyguard yang diam dan terkesan misterius. Anton sangat ramah dan murah ekspresi. "Ayo Nona, keluar sapa teman-teman, mereka sudah memperh
"36 Milyar itu bukan nominal yang kecil Ria. Yang masuk akal aja dong! Produknya juga belum tentu laku di pasaran meskipun telah menggunakan mereka sebagai Brand Ambassador!" balasan telak dari keuangan ketika Ria mengajukan usul untuk menggunakan GMC sebagai Brand Ambassador mereka."Jelas dari segi pemasaran ini terlalu riskan. Penggemar mereka itu tersebar di seluruh penjuru dunia, apakah dari pendistribusian sudah memikirkan efek dan dampaknya kalau penjualan hingga luar negeri? Terlebih pabriknya hanya satu dan terpusat di sini." Tambah lagi dari pemasaran. Beberapa anggota timnya juga tidak setuju jika Ria ingin menggunakan GMC sebagai sarana pengiklanan produk mereka."Coba Ri dipikirkan dulu, jangan impulsif. Saya tahu kamu ingin mengejar ketertinggalan, tapi dilihat dulu dari berbagai aspek. Target peluncuran pertama kita cuman satu juta pieces Ri dan maksimal profit yang diambil cuman 8 Milyar.
Negosiasi berjalan cukup rumit karena ternyata agensi yang menaungi GMC (re: jiemsi) sangat ketat terhadap iklan atau pun kerja sama lainnya seperti menjadi Brand Ambassador. Ria telah mencoba menawarkan berbagai skema kerja sama yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.Anggota tim yang lain juga sedang berusaha advokasi ke atas terkait dana tersebut. Sambil jalan proses produksi untuk melakukan sertifikasi dan urusan administrasi lainnya untuk kelayakan jual.Satu minggu sudah Ria bolak-balik rapat dengan pihak agensi, tapi tak kunjung mendapat kesepakatan yang menguntungkan keduanya. Opsi yang ditawarkan Ria selalu dipandang mereka sebagai opsi yang merugikan bagi agensi, begitu pun sebaliknya.Satu minggu ini tidak setiap hari mereka berjumpa, karena Ria mau pun perwakilan agensi memiliki kesibukannya masing-masing di kantor.Satu minggu sudah Christian berusaha menyempatkan diri untuk mampi
"Kenapa kak? Hectic banget keliatannya." Julio menghentikan langkah Delfi yang mondar-mandir sedari tadi."Ada sedikit masalah biasa, nanti gue sampaikan kalau udah senggang. Kalian fokus aja untuk talk shows okay." Delfi menepuk pundak Julio dan bergegas pergi lagi."Ada apa sih?" Julio kembali bertanya begitu melihat Jimmy. Biasanya Jimmy sumber informasi bagi mereka.Jimmy menarik tangan Julio dan membawanya berkumpul bersama dengan member yang lain."Ingat perusahaan yang mau jadiin kita BA?" Pembukaan dari Jimmy membuat semua menaruh atensi padanya."Ternyata rapatnya sudah berlangsung satu mingguan dan yang rapat sama perusahaan belum masukin berkas dan notulanya ke tim analis maupun kak Delfi. Makanya kak Delfi sibuk mondar-mandir karena itu," jelas Jimmy sambil memakan kentang goreng di hadapannya."Terus terus." Elang meminta la