Nadira terjaga mendengar tangisan Nafa dari box bayinya. Namun sesuatu yang melingkar diperutnya membuatnya sulit untuk bangkit. Jantung Nadira bedetak cepat saat menyadari sebuah tangan kokoh memeluknya dari belakang. Hembusan napas hangat di belakang lehernya meciptakan desiran hebat di dadanya. "Sejak kapan Uda Farhan tidur di sebelahku?" pikirnya dalam hati. Semalam, setelah mereka berpelukan cukup lama, Farhan masuk ke ruang kerjanya lewat pintu tembus dari kamar mereka, dan tidak kembali hingga Nadira tertidur pulas. Dia mengira , seperti biasanya, Farhan akan tidur di sofa panjang di ruang kerjanya itu sampai pagi. Namun entah kapan suaminya itu kembali dan tertidur di sampingnya. Perlahan Nadira mengangkat tangan kekar yang masih melingkar di perutnya. Namun Tangan itu begitu erat. Tangisan Nafa mulai terdengar kencang. "Uda, maaf! Nafa nangis." Nadira menepuk pelan lengan suaminya. Sontak Farhan terjaga dan melepaskan tangannya. Nadira pun bangkit lalu menghampiri Nafa
Farhan geram karena sejak kemarin Erika tak henti-hentinya menghubungi ponselnya. Dia sengaja tak mengangkatnya karena seharian kemarin Farhan berada di rumah. Dia tidak mungkin menerima panggilan dari kekasihnya itu saat ada Mamak dan mertuanya di rumah. Pagi-pagi sekali Farhan sudah berangkat ke kantor. Banyak pekerjaan yang tertunda. Beberapa meeting dengan relasi bisnis terpaksa diganti jadwalnya. Semua ini karena keinginan Farhan yang lebih suka berada di rumah akhir-akhir ini. Mobil mercy keluaran terbaru milik Farhan telah terparkir sempurna di area parkir khusus untuknya sebagai CEO. Dengan langkah panjang Farhan berjalan menuju lobby hingga menaiki lift ke ruang kerjanya di lantai dua puluh lima. "Selamat pagi, Pak! " Sekretaris Farhan langsung berdiri menyapa atasannya. "Pagi!, Apa semua berkas sudah di letakkan di meja saya, Dian?" "Sudah,Pak. Satu jam lagi ada rapat dengan semua kepala divisi di ruang meeting." Dian, sang sekretaris membacakan jadwal Farhan hari in
Nadira masih shock melihat foto yang muncul pada layar ponselnya. Namun segera dia tutup ketika Bu Ani hendak mendekatinya. "Ada apa, Dira? tanya Bu Ani penasaran. "Tidak apa-apa, Bu. Hanya orang salah kirim. "Ooo ....Ibu kira ada apa." "Dira ke kamar dulu mau lihat Nafa!" pamit Dira seraya berjalan tanpa menunggu jawaban dari Ibu dan Mamaknya. Nadira menutup pintu kamarnya dan kembali membuka ponselnya. Hatinya semakin terluka melihat foto-foto mesra suaminya dengan wanita lain. Wanita itu sangat cantik dan seksi. Raut wajah Farhan terlihat bahagia merangkul wanita itu. Tanpa di sadarinya genggaman tangannya semakin kuat saat mencengkeram ponsel itu. Tubuhnya luruh ke lantai bersandar pada pintu. Selama ini Nadira tahu kalau suaminya memiliki kekasih jauh sebelum menikahinya. Tapi dia masih bisa bertahan untuk tetap bersama Farhan hingga detik ini. Hampir setiap sepertiga malam Nadira memanjatkan doa untuk kebahagiaan keluarga kecilnya. Namun pertahanan yang dia jaga selama i
Mata Farhan melebar melihat seseorang yang sangat dikenalnya, saat ini berada di halaman rumahnya. "Erika ...!' Farhan menggeram. kedua tangannya mengepal. Matanya menatap nanar pada wanita yang telah menjadi kekasihnya sejak tiga tahun yang lalu. Napas Farhan memburu. Kecemasan tingkat tinggi merajai perasaannya kini. Bagaimana tidak. Erika datang saat keluarga besar Nadira sedang berkumpul di rumahnya. Mamak dan ibu mertuanya juga ada di sini. Apa yang akan dia jelaskan nanti? Dia yakin Erika akan nekad. Perempuan itu keinginannya selalu harus terpenuhi. Termasuk agar dirinya segera menceraikan Nadira. Sementara Nadira membelalakkan matanya kala melihat wanita yang sangat persis dengan foto-foto yang di kirim orang tak dikenal ke ponselnya. "Apakah wanita ini yang selalu menerorku akhir-akhir ini?" pikir Nadira dalam hati. Erika masih berusaha untuk masuk ke dalam. Namun security masih belum mengizinkannya. "Mbak Erika, di dalam sedang ada acara keluarga besar Bu Dira. Saya mo
"Uda, mungkin ini sudah saatnya. Mari kita katakan yang sebenarnya pada Mamak danIbu. Setelah itu, ceraikan aku. InsyaAllah aku sudah siap." Parau suara Nadira karena menahan sesak. Susah payah dia menahan agar air mata ini tidak tumpah. Dia tak ingin terlihat rapuh di depan suaminya yang sebentar lagi akan pergi meninggalkannya. Farhan menatap dalam pada manik gelap milik Nadira. Dipandanginya wajah wanita yang sudah setahun ini menjadi istrinya. Kenapa rasa itu baru hadir di saat-saat seperti ini. Rasa takut kehilangan yang kini mengerogoti relung hatinya. Kemana saja dia selama ini. Kenapa baru sekarang dirinya sadar akan arti kehadiran seorang istri sholehah seperti Nadira. Seharusnya dia bersyukur memiliki istri seperti Nadira. Wanita itu tak pernah meminta apapun apalagi menyusahkan dirinya. Bertubi-tubi penyesalan menghantui perasaannya kini. Berkali-kali Farhan merutuki kebodohannya selama ini. "Tidak, Dira. Aku tidak akan menceraikanmu!" Sontak Nadira ternganga mendengar
Wajah Farhan menegang. Saat ini rasa bencinya pada Erika semakin menjadi-jadi. Wanita itu benar-benar telah sukses menghancurkan rumah tangganya. "Tidak! Aku tidak akan menceraikan Dira," tegas Farhan, namun tidak mengurangi sikap hormatnya pada Mamak dan Bu Ani. "Kamu tidak bisa mengelak lagi, Farhan. Mamak yang akan mendampingi Nadira sampai proses perceraian ini tuntas. Perlahan Farhan mendekati Nadira yang duduk di sebelah Bu Ani. "Nadira, tolong katakan pada Mamak, bahwa kita tidak akan bercerai." Farhan memohon pada istrinya dengan raut wajah memelas. Pikiran Nadira saat ini tak lepas dari fofo-foto yang di kirim Erika dalam beberapa hari ini. Betapa mesra suaminya dengan wanita itu. Sungguh hatinya sangat terluka, dan akan lebih terluka lagi jika dia akan tetap bertahan menjadi istri Farhan. "Ayolah, Dira. Katakan pada Mamak! Tolonglah!" Farhan terus memohon pada Nadira yang masih terdiam dan larut dalam pikirannya." Pandangan Nadira beralih pada Suaminya yang berwajah
Mata Farhan melebar melihat sebuah mobil sport keluaran terbaru telah terparkir sempurna di halaman depan rumahnya. Sontak Farhan mendekati mobil mewah tersebut. "Selamat malam, Pak! Saya supir Bu Nadira, mau jemput Ibu." Seorang pria paruh baya dengan pakaian rapi turun dari mobil dan membungkuk hormat pada Farhan. Farhan terkejut bukan main mendengar ucapan pria yang mengaku sebagai supir mantan istrinya itu. "S-supir?" tanya Farhan seraya mengernyitkan dahinya Pria paruh baya itu mengangguk. "Ini mobil siapa, Pak?" tanya Farhan lagi dengan rasa penasaran. "Ini mobil Bu Nadira, Pak." Farhan ternganga tak percaya. Uang dari mana istrinya membeli mobil seharga milyaran ini? Selama ini Nadira hanya di rumah saja. Wanita itu hanya menghabiskan waktunya di depan laptop. Farhan menduga selama ini Nadira hanya senang aktif bermedia sosial. "Apa sebenarnya yang dikerjakan Nadira selama ini?" gumamnya dalam hati. "Eh, Pak Dito sudah sampai. Silakan duduk dulu, Pak. Saya ambil bara
"Sarapan sudah siap, Tuan." Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Farhan. "Iya ...!" sahutnya dari dalam. Hari ini Farhan sangat tidak bersemangat. Rasanya belum lama merasakan kehangatan di rumah ini. Sejak Nafa lahir, pria itu selalu merasa betah di rumah. Kehadiran Nadira sungguh sangat berarti baginya saat ini. Farhan tak menikmati sarapan yang terasa hambar di hadapannya. Sendirian tanpa Nadira membuatnya canggung dan tak bersemangat. Panggilan dari Erika di ponsel kembali mengusiknya. Namun Farhan sama sekali tak berminat untuk mengangkatnya. Dipandangnya kursi kosong di sebelahnya tempat biasa Nadira dengan setia menemaninya sarapan setiap pagi. Walau sudah berkali-kali Farhan mengingatkan untuk tidak usah mempedulikan dirinya, namun mulai sejak awal menikah Nadira tidak pernah absen menemaninya sarapan setiap pagi. Walau Farhan tak menghiraukan kehadiran istrinya di meja makan, Nadira tetap menemaninya sarapan hingga selesai. Bahkan ketika Farhan berbincang mesra lewat pon